Bagian tiga puluh

57 2 0
                                    

Terima kasih karena sempat memberi tawa, tangis, dan juga hal menarik lainnya. Tanpamu mungkin warna dalam diriku tak pernah ada.
Mau bagaimana pun dan seperti apa kamu kepadaku, tetapi bahagiaku sempat mendera dalam hatiku.

***

Suasana pasar makin sore makin ramai karena banyak para anak muda yang membeli jajanan di sana. Terlebih sekarang langit jingga juga akan berganti dengan langit malam.

Tak banyak juga para pembeli yang berdesak-desakan membeli makanan favorit mereka di sana yang membuat si penjual kewalahan. Seperti sekarang, Ananta tengah mengantri membeli pentol bakar yang menjadi primadona di sana. Banyak orang-orang di dekatnya yang sangat tidak sabaran, bahkan ada juga yang menyerobot duluan padahal dia baru saja tiba.

Ananta sudah pusing dengan itu karena pesanannya juga tidak kunjung jadi, padahal sudah cukup lama ia berdiri di sana. Sedangkan Naren, lelaki itu pun belum juga menghampirinya kembali entah pergi ke mana dia. Ananta sempat mengatakan untuk pergi mencari tempat terlebih dahulu tadi dan diiyakan olehnya.

Cukup lama, hingga sekitar sepuluh menit kemudian pesanan Ananta pun jadi, dia segera membayar dan pergi dari sana untuk mencari tempat duduk. Ananta memilih di trotoar jalan raya yang memperlihatkan para sepeda motor dan mobil yang berlalu-lalang. Setelah meletakkan jajanannya dan memfoto di mana letak ia berada, Ananta mulai memakan makanannya tersebut.

"Eummm ... enak banget," ujarnya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

Jalan raya cukup padat kali ini karena mungkin besok akan weekend jadi banyak dari orang-orang yang keluar untuk menikmati masa liburnya, terlebih lagi para anak muda yang besoknya bisa bangun siang.

Saat asyik makan makanannya, Ananta terlonjak kaget karena mendengar suara klakson kendaraan, saat dilihatnya ada seorang anak kecil yang berada di jalanan sana. Tanpa basa-basi, ia langsung berlari untuk menyelamatkan anak kecil itu.

Didengarnya orang berteriak saat ia nekad untuk menyebrang. Namun, ia tidak mengindahkan itu, ketika sudah sampai di tengah jalanan dan ia pun sudah berhasil mengambil anak itu. Dari kejauhan sana, sebuah mobil melaju dengan kencang dan suara klakson mobilnya yang memekakkan telingan.

Namun, belum sempat Ananta sampai di trotoar mobil itu sudah terlebih dulu menghantam tubuhnya.

"Nata!"

Terdengar teriakan tidak jauh dari sana saat melihat tubuh Ananta terlempar ke jalanan, juga banyak kendaraan yang berhenti untuk melihat kejadian tersebut.

Dimo---lelaki itu segera berlari menuju jalan yang sudah dikerumuni oleh orang-orang. Dia segera merengkuh tubuh Ananta yang sudah bersimpah darah. Ananta yang masih memiliki sedikit kesadarannya menatap orang yang tengah memangkunya.

"Di--dimo," ujarnya terbata-bata.

"Iya, Sayang. Ini aku" ujar Dimo. "jangan banyak gerak Sayang, kamu harus kuat, ya. Kita pergi ke rumah sakit sekarang," lanjutnya.

Tanpa Dimo sadari air matanya sudah jatuh membasahi pipi. Ia memang berniat untuk bertemu dengan Ananta setelah bertanya dengan Miska di mana gadis itu berada. Miska pun terpaksa mengatakannya dan di sinilah dia berada sekarang. Di sana juga ada Miska yang sudah pingsan terlebih dahulu saat melihat temannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 07, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Daun Gugur {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang