•CHAPTER 4_

17 6 0
                                    

2005

"HAHAHA."

Canda tawa menghiasi wajah mereka berdua.

Kedua ayah mereka tersenyum gemas melihat tingkah keduanya.

"Ayo ayah lebih cepat lagi kita salip motor Angkasa."

"Ayah ayah kita terkejar ayo cepat kejar mereka lagi."

Keduanya sama-sama senang. Jangan lupa mereka masih anak-anak tentu saja hal seperti itu akan membuat mereka bahagia. Tenang saja, jalan yang mereka lalui itu jalan tikus jadi aman karena tidak banyak yang lewat.

Lagipula ini masih pagi, dan juga mereka sekalian berangkat sekolah jadi main-main sedikit tak apalah. Kalo anak kecil biasa duduk didepan jadi kalian bisa bayangkan seberapa serunya hal itu.

"Hahaha tadi menyenangkan." Ucap Angkasa saat sudah sampai di sekolah.

"Benar kita kejar-kejaran seperti pembalap."

"Nanti saat sudah besar aku ingin jadi pembalap." Ucap Angkasa dengan semangat.

"Wah... Itu keren, tapi tadi aku yang menang bukan kamu."

"Ish."

"HAHAHA."

[MENATAP ANGKASA]

Dialog kekanakan yang selalu Cenzie ingat dalam senyuman. Ayahnya duduk disampingnya menceritakan hal random yang ia lakukan dulu.

Tak terlalu mengingatnya memang tapi dilubuk hatinya yang terdalam Cenzie merindukan memori itu.

Matanya melirik jam yang ada didinding rumahnya. Sudah jam 7 rupanya, ia harus berangkat sekolah.

"Ayah, Ibu, Cenzie berangkat sekolah dulu." Ucapnya sambil mengecup pamit kedua tangan orang tuanya.

Cenzie berangkat sendiri kesekolah,tidak diantar orang tua apalagi supir. Dia itu orang desa, kalo ambil jasa supir pribadi yang ada jadi pembicaraan orang-orang.

Sesekali ia berpapasan dengan teman masa SD dan SMP yang satu desa dengannya. Karena memang jalan didepan rumahnya sering dilewati anak sekolahan.

Tapi ada yang kurang belakangan ini ia tak melihat Angkasa lewat didepan rumahnya. Atau mungkin ia sudah berangkat tapi Cenzie tak mengetahuinya.

"Gw sebenernya males sekolah karena gak ada yang motivasi tapi gw juga gak punya alasan buat gak sekolah."

Ya iyalah males, orang gak ada yang nyemangatin. duh kasian jomblo.

Sebenarnya gak sepenuhnya jomblo juga kok Cenzie masih banyak yang ngelirik tapi gak jadian-jadian.

[MENATAP ANGKASA]

"Gw pikir sih dia gak suka sama Lo." Ucap teman Cenzie di sambungan teleponnya.

Namanya Ray dia teman Cenzie waktu SMP. Bukan cuma Ray, ada Andhin dan juga Irfa temannya waktu SMP dulu.

"Jangan dengerin Ray... mungkin aja dia butuh waktu." Ucap Andhin si moodbooster.

Ngomong-ngomong kita sedang telepon grup.

"Kalo Lo diem dia juga diam, harus ada yang ngalah salah satu dan gw pikir Lo yang harus nemuin dia lebih dulu." Ucap Irfa yang paling dewasa diantara yang lain.

"Dih perempuan tuh harus jual mahal." Ucap Ray merasa tak setuju.

"Irfa bener, gak ada salahnya gw nyoba dulu. Lagian jual mahal bukan berarti harus nunggu yang lain bertindak duluan kan." Cenzie mengambil kesimpulan.

"Ck."

Telepon grup mereka Cenzie tutup setelah berbincang beberapa hal yang lain. Ah dan juga guru sudah masuk kelasnya tak mungkin juga ia masih lanjut bertelepon.

Suasana kelasnya begitu kondusif sekarang. Jujur saja diantara teman kelas SD, SMP, dan SMA yang paling tenang itu teman SMA. Entahlah atau mungkin karena masih canggung padahal mereka sudah kelas 10 akhir.

Corona sudah berlalu dan sekarang sudah memulai pembelajaran normal. Tapi tetap saja saat ulangan semester mereka masih menggunakan ponsel.

Itu bonus tertentu juga sih sebenarnya..

Disisi lain Angkasa menatap nomor seseorang yang terpampang jelas di HP nya. Tentu saja dia memiliki nomornya.

Sudah 2 tahun nomor itu tersimpan tanpa mengucapkan sepatah kata ataupun suara sua telepon. Angkasa rindu, sungguh...

Tapi bagaimana ia memulainya kembali untuk pertama kalinya?

•••

"Keraguanku terlalu besar sampai tak ada sepatah katapun yang bisa kusuarakan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Keraguanku terlalu besar sampai tak ada sepatah katapun yang bisa kusuarakan...maafkan aku." Angkasa.





[TO BE CONTINUED]

MENATAP ANGKASA || NA JAEMIN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang