•CHAPTER 6_

12 7 0
                                    

Jika seseorang bertanya mengapa kamu masih mengaguminya dan masih menyayanginya selama dan sejauh ini?

Maka kan ku jawab...
Karena puisiku mampu mengutarakan rasa tanpa memendam dan tanpa takut kehilangan.

Jika, andai hanya sekedar angan maka saat ini kan ku jadikan hal tersebut menjadi nyata dan sebagaimana mestinya.

Tidak, jangan menunggu.
Jika hal itu memang takdirmu maka ia akan datang dengan sendirinya.

Pertemuan pertama memang indah tapi pertemuan kedua kalinya dengan cara yang sama dan untuk selamanya, itu lebih sempurna.

"Sendirian?"

Untuk pertama kalinya Angkasa memberanikan diri bertanya pada Cenzie.

"Angkasa..."

Sudah kubilang jika memang takdirnya pasti akan bertemu.

"Gw boleh duduk disini, keknya Lo sendiri aja kan?"

Cenzie memilih terdiam, ia masih memproses apa yang terjadi.

"Cenzie, Lo denger gw kan?"

Namanya disebutkan setelah sekian lama.

"Ah iya, duduk aja kosong kok."

Sebenarnya alasan pertama ia dicafe ini tak lain adalah melarikan diri tapi entah kenapa ia malah bertemu Angkasa disini.

"Kabar Lo gimana udah lama kita gak ngobrol bareng."

"Gw baik."
"Lo sendiri?"

"Baik juga, aneh aja ya padahal kita satu desa tapi gak pernah tau kabarnya satu sama lain."

Apa Angkasa lupa? Bukankah ia yang perlahan menjauh dari Cenzie.

Hati ini aneh, ada perasaan rindu yang ingin sekali mereka ucapkan satu sama lain tapi dilain sisi mengapa hanya sekedar mengatakan rindu saja begitu sulit.

"Lo kenapa bisa disini?"

Akhirnya Cenzie menanyakan sesuatu karena sejak tapi hanya diam yang mereka sapa.

"Ngopi² aja sih, kalo Lo?"

"Gw kira Lo mau kencan disini."

Apakah Angkasa tak salah dengar, kencan? Memang pakaiannya seperti orang berkencan apa.

Kalaupun ia ingin berkencan mungkin yang menjadi pasangannya adalah Cenzie sendiri.

Eh?

Ah tidak, lupakan...

Mereka asik berbincang sampai tak menyadari waktu sudah petang dan menunjukkan waktu pulang.

"Gw pulang dulu." Ucap Cenzie merapikan tasnya dan bersiap pergi.

"Mau gw antar." Tanya Angkasa sambil menarik tangan Cenzie tanpa sadar.

"No, thank."

Cenzie melepaskan genggaman tangan Angkasa perlahan. Ia tak boleh berlama-lama disini. Semakin dekat Cenzie berada disekitar Angkasa, detak jantungnya semakin tak bisa ia kontrol.

[MENATAP ANGKASA]

"Zie... Kamu nyuruh Angkasa buat kesini ya." Ucap sang ibu berdiri dipintu kamar anaknya.

Sedangkan sianak malah menatap ibundanya bingung. Angkasa? Sejak kapan?

"Nggak tuh Bu."

"Kalo enggak ngapain anaknya ada didepan."

Hah! Didepan... Yang bener aja,

"Beneran Bu?"

"Ya benar lah, ngapain juga ibu bohong sama kamu."

Tanpa menjawab ibunya lagi, Cenzie langsung berlari kedepan rumah dan mengintip dari balik jendela.

"Astaga anak itu." Ucap sang ibu menggelengkan kepalanya.

Dan itu benar memang ada Angkasa disana. Ia duduk nyaman diatas motornya menunggu seseorang.

"Aduh jantung gw kenapa jadi ribut gini sih." Ucap Cenzie kalang kabut.

Dengan cekatan ia segera merapikan kerudungnya dan menenangkan jantungnya yang berdegup kencang.

"Oke Cenzie, semangat!" Ucapnya menyakinkan diri sendiri.

"Angkasa?" Ucap Cenzie saat keluar dari rumahnya.

Angkasa disana memasang senyum tipis,
"Yuk."

"Yuk? Yuk kemana?"Ucap Cenzie bingung.

Ya iyalah bingung orang ni manusia tiba-tiba muncul didepan rumah sekarang malah tiba-tiba ngajak padahal gak tau kemana.

"Berangkat sekolah."

Oh sekolah... Ya terus apa hubungannya sekolah Cenzie sama Angkasa. Sekolah aja beda tempat.

"Apa hubungannya berangkat sekolah sama Lo?"
"Gw juga bisa berangkat sendiri tanpa Lo ajak-ajakan."

Angkasa menggeleng, tidak bukan ini maksudnya.

"Ijinin si Angkasa mulai detik ini nganterin tuan putrinya berangkat sekolah dengan selamat sampai tujuan."

Bolehkah Cenzie berteriak saat ini. Daripada salting ia lebih shocksih. Apa-apa itu, apakah yang dimaksud tuan putri adalah dirinya.

"Tuan putri? Gw maksudnya."

Angkasa mengangguk, ah jadi beneran.

"Cepetan ambil tasnya gih, gw mau ijin dulu sama calon mertua."

"Calon mertua apaan anjir, ngaco Lo." Ucap Cenzie setenang mungkin padahal dalam hati udah menguar-nguar.

Cenzie segera mengambil tasnya dan kembali menghampiri Angkasa yang yang sedang berpamitan dengan kedua orang tuanya.

Itu sedikit mengharukan, Cenzie bertanya-tanya apakah ini awal dari semuanya? Apakah setelah ini ia dan Angkasa akan semakin dekat?

Entahlah hanya tuhan dan author yang tau.


•••

••••[To Be Continued]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.





[To Be Continued]

MENATAP ANGKASA || NA JAEMIN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang