Chapter Six

6.6K 584 9
                                    

Di dunia ini tidak ada yang gratis, tentu secara norma begitu karena hampir semua orang mengenal yang namanya balas budi. Begitu pula apa yang sedang Duke Ellington pikirkan, jika saja, Lady di hadapannya yang sedang berbaring ini adalah seseorang yang berharga dari Duke Forester maka bukankah ia bisa menuntut sebuah balas budi di kemudian hari.

Seusai memerintahkan Lucas untuk mengantarkan surat dan sebuah kotak yang dikirimkan ke kediaman Duke Forester, ia tak bisa berhenti menebak siapa Lady ini.

"Bela diri, huh?"

Bagaimana bisa seorang Lady dengan liontin yang berharga fantastis jika ditukar dengan kepingan gulden maka satu peti pun tak cukup, menyerang dan mahir menggunakan senjata.

Apa Lady ini seorang mata-mata dari benua lain, ataukah merupakan seorang penghianat kekaisaran?

Mendengar derap langkah mendekat ke kamarnya yang ia yakini itu adalah Lucas, Duke Ellington segera menjauh beberapa langkah dari ranjang.

"Masuk," jawabannya setelah Lucas mengetuk pintu kemudian memberi salam seperti biasa.

"Bagaimana?"

"Semua sudah beres, Duke. Sepertinya Duke Forester akan segera kemari untuk menjemput Lady ini."

Mengenai Lucas, seorang ksatria yang ditunjuk langsung oleh Duke Ellington untuk menjadi pengawal pribadi atau lebih tepatnya tangan kanannya. Dulu, semasa akademi Lucas merupakan siswa pandai dan jangan ragukan kemampuan pedangnya.

Apalagi Lucas merupakan orang yang setia, ia sudah bersumpah untuk mengabdi ke keluarga Duke Ellington hingga akhir hayatnya. Semua pekerjaan yang dibebankan kepada Lucas dapat terselesaikan dengan baik dan rapih.

Sadar akan tugasnya yang tidak hanya selembar kertas, Duke Ellington menuju ke ruang kerjanya dan memerintahkan Lucas untuk menjaga di luar kamarnya.

Sampai hari beranjak siang, matahari mulai berada di singgasana tertingginya dengan terik yang tak begitu panas karena pergantian musim akan terjadi dalam beberapa waktu.

Di dalam kamar, jemari Ellya mulai bergerak. Matanya berkedut perlahan dengan mulut yang meringis kesakitan. Hingga ia berhasil membuka matanya dan mengedarkan pandangannya ke tempat asing di mana ia berada saat ini.

Ia ingat kejadian pagi tadi di pasar yang ada di wilayah Duke Ellington, bandit itu berhasil melukai lengannya sangat dalam.

Siapa yang membantunya hingga dirawat seperti ini, ia harus berterima kasih. Jika tidak, lengannya bisa mengeluarkan banyak darah dan ia akan mati lemas.

Tenggorokannya kering, ia melihat di sampingnya ada meja yang berisi gelas dan beberapa buah. Baik sekali orang yang membantunya.

Ia pun mengambilnya kemudian meminumnya hingga tak tersisa air di dalamnya. Akan tetapi, saat mengembalikan gelas lengannya tiba-tiba nyeri dan akhirnya pegangannya terlepas.

Menimbulkan bunyi yang cukup nyaring mengingat lantai kediaman ini berbahan marmer yang mahal. Saat hendak memungut pecahan gelas, pintu kamar itu terbuka dan menampakkan laki-laki yang tak asing lagi baginya.

Pagi tadi sebelum semuanya kacau, iya, laki-laki yang datang dengan yang satunya lagi yang mencoba berbicara kepadanya.

"Anda tidak apa-apa, Lady?"

Pandangan Ellya belum terlepas, otaknya berputar memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang ia yakini.

"Ah, tidak apa-apa. Maaf saya memecahkannya," melas Ellya merasa tak enak karena sudah diberi pengobatan akan tetapi malah berbuat masalah.

"Tak apa, Lady. Saya akan panggil maid untuk membereskan ini, tolong jangan sentuh ini karena berbahaya."

"Saya tahu, saya bukan anak kecil tuan. Bukankah sebaiknya saya yang membereskannya, ini salah saya." Hitung-hitung sebagai ucapan permintaan maaf.

The Duchess SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang