BAB 2 : Kembali Memulai

23 4 0
                                    

Sepulang dari danau, yang terletak cukup jauh, gadis dengan penampilan acak-acakkan itu berjalan tertatih-tatih. Wajahnya kusut, seperti kondisi pakaian serba hitamnya.

Dauh-dauh tersisihkan, kala langkahnya terayun pelan. Diantara malam yang gelap, udara semakin dingin. Sudah beberapa jam dia menyembunyikan diri. Melarikan semua rasa sakit yang datang menghampiri.

Pukul 10 malam, adalah waktu yang paling lama ia pergi. Tidak peduli dengan orang-orang yang mengkhawatirkannya. Karena baginya, menjauhkan diri adalah cara yang terbaik.

Dari jarak kurang lebih 5 meter dari halaman rumah, dari kejauhan gadis itu masih dapat mendengar suara pintu yang terbuka. Beberapa detik setelahnya, muncul perawakan seorang wanita paruh baya. Atensi wanita itu langsung mengarah pada si gadis, lantas ia langsung terperangah begitu melihatnya.

Dengan wajah penuh cemas, wanita itu sontak berlari, menghampiri gadis rapuh yang kini hanya memandangnya dalam diam.

"Athaya! kamu kemana aja, Nak!" serunya cemas. Di pegang ya kedua bahu si gadis, meraba-raba takut jika ada yang terluka. Sorot matanya begitu khawatir.

"Athaya, jawab ibu! kamu kemana seharian ini?! Kita semua nyariin. Anak-anak juga khawatir sama kamu."

Meski tubuhnya diguncang, gadis yang ternyata bernama 'Athaya' itu tidak lantas menjawab. Gadis itu menunduk, membuat rambutnya yang terurai luruh menutupi sebagian wajahnya. Dan tak lama setelah itu, isakan kecil terdengar.

"Nak--"

"Bu," lirihnya. "Aku capek ..."

Ibu Lil terdiam.

Dilihatnya anak yang selama ini ia jaga. Tangis pilu itu terdengar begitu menyakitkan. Lantas, dipeluknya erat-erat. Mengusap-ngusap punggung kecil nan rapuh. Lalu berbisik lirih,

"Ibu gak tau harus ngapain, Nak. Ibu cuma mau bilang, sabar. Sabar atas apa yang menimpa kamu."

Athaya menggeleng keras, "Gak ada hasil, Bu ..."

"... Buktinya Mama pergi."

Bu Lil bisa merasakan, betapa menyakitkannya perasaan Athaya saat ini. Ditinggal orang terkasih memang sangat berat. Apalagi Athaya tidak begitu lama hidup bersama sang Mama. Jarak menjadi pemisah keduanya. Bertahun-tahun, Athaya tinggal di panti. Terlahir dari anak yang sudah lama ditinggalkan oleh orang tua, membuat mental gadis itu terganggu sejak dini.

Mama sakit sejak Athaya berumur 14 tahun. Sakit yang tidak bisa Athaya jelaskan. Sakitnya Mama datang dari Papa-nya sendiri. Bahkan ketika mengingat sang Papa, Athaya sangat membencinya. Setelah memutuskan berpisah dari Mama, bertahun-tahun lamanya Athaya tidak pernah bertemu lagi. Dan saat itu pula, sosok Ayah tidak pernah lagi ada di daftar keluarganya.

Hari ini, adalah hari yang paling tidak Athaya inginkan. Hari dimana separuh jiwanya serasa hilang. Mama pergi, membawa sebagian hidupnya. Athaya rapuh. Kehilangan Mama adalah hal yang paling menyakitkan.

Athaya tidak pernah menyangka, kabar buruk itu datang. Padahal Athaya belum sempat membawa pulang Mama. Athaya tidak ingin membuat Mama menghabiskan waktu bertahun-tahun di Rumah Sakit. Athaya ingin Mama menghabiskan waktu bersama dirinya. Tapi dikata lain, semua tidak berjalan dengan apa harapannya.

Mama terlebih dahulu pergi, disaat keinginannya belum terpenuhi. Disinilah, Athaya benar-benar kehilangan. Kehilangan Mama, kehilangan separuh jiwanya.

"Aku gak punya siapa-siapa lagi, Bu."

"Enggak, Nak."

Bu Lil melepaskan pelukannya. Ditangkapnya kedua pipi Athaya, menghampus air mata gadis itu.

"Kamu gak sendirian. Ada ibu, ada anak-anak. Kita semua keluarga kamu."

"Tapi Athaya pengen Mama, Bu. Athaya mau Mama di sini. Athaya pengen dipeluk Mama. Dari dulu Athaya pengen tinggal bareng sama Mama."

"Iya, ibu ngerti." Dan tidak sadar, air mata Ibu Lil ikut turun. "Tapi kamu harus ikhlas. Kamu gak boleh seperti ini."

Tangis Athaya pecah. Tangis yang ia tahan-tahan dari lama. Setelah selesai memakamkan jenazah Mama, Athaya berusaha untuk tidak menangis. Karena pada saat itu, Athaya tidak begitu bisa mengontrol hatinya. Melihat makam Mama, Athaya susah untuk menangis. Air matanya seolah tertahan.

Dan saat setelah dari makam, gadis itu beranjak pergi. Langkah demi langkah tidak tentu arah. Hingga akhirnya, Athaya berhenti di sebuah danau sepi. Danau dengan air yang tenang.

Di sanalah, awal niat buruk itu tiba-tiba bermunculan. Athaya terlalu sakit. Hatinya seakan tidak bisa tertolong lagi.

"Bu ...," Lirihnya lagi.

"... apa aku bisa hidup?"

Bu Lil mengangguk. "Kamu bisa hidup, Nak. Belajar kembali memulai. Kamu bisa hidup, meski tanpa Mama. Kamu gak sendirian. Jadi, untuk sekarang, ikhlas, ya, Athaya?"

"Berat, Bu."

"Kita pikul sama-sama."

Keduanya saling memeluk lagi. Saling menguatkan diri. Athaya terisak di bahu kecil Bu Lil. Usapan punggung terasa begitu lembut. Detik itu pula ketika Athaya menengadahkan wajahnya, menatap lurus ke depan. Samar-samar sesosok wanita cantik muncul. Bibirnya tersenyum manis. Athaya tidak begitu jelas melihatnya, sebab buliran air matanya masih menumpuk di pelupuk matanya.

"Ma ... Athaya kangen."

Bersamaan dengan air matanya yang jatuh, sosok itu menghilang, bersama dedaunan kering yang terbang terbawa angin.
















Selamat datang di halaman kedua!

90 Hari Ada Cerita | Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang