Bab 16 : Pamit Tanda Pergi

10 1 0
                                    

"Jadi, kamu besok udah mau berangkat?"

Athaya yang sedang sibuk mengunyah donat cokelat pemberian Aydan yang merupakan olahan Bunda-nya sendiri, kemudian menoleh. "Iya."

"Berapa hari?"

"Cuma 3 hari."

"Perwakilan dari sekolah kamu berapa orang?"

"Lima."

"Kamu di bagian apa?"

"Gue nulis."

Sesudahnya, Aydan hanya mengangguk. Setelah pertemuan terakhir mereka di sebuah jalan gang pada waktu itu. Keduanya nampak canggung. Kali ini, pertemuan mereka masih di tempat yang biasanya mereka kunjungi. Yakni, sebuah danau kecil di pinggiran taman.

Sesekali, Aydan melirik Athaya yang masih sibuk mengunyah. Donat itu memang titipan Bunda-nya untuk di kasih kepada gadis itu.

"Apa kabar, Ya?"

Karena memang tidak ada topik untuk di bahas, Aydan mencoba untuk mempertanyakan keadaan perempuan itu. Sebab sudah hampir satu minggu mereka berdua tidak bertemu dan memberi kabar sekecil pun.

"Hidup gue gini-gini aja. Jadi lo gak perlu repot-repot nanyain kabar gue," jawab Athaya.

"Gue tau lo penasaran sama keadaan gue, setelah lo tau semua tentang gue, ya 'kan?"

Aydan mengalihkan atensi. Tidak berani menatap Athaya lebih lama. Apalagi mata gadis itu benar-benar tajam.

"Gue gak apa-apa, Dan. " Athaya tertawa. "Gak penting juga kalau tiba-tiba gue jauhin lo setelah apa yang udah gue kasih tau ke lo."

Sesaat, Aydan menghembuskan nafasnya. "Kali aja kamu jadi sungkan sama aku," katanya.

Lagi-lagi membuat Athaya terkekeh.

"Justru pertanyaan itu buat gue ke lo."

"Hm?"

"Lo pasti canggung, 'kan sama gue sekarang? Atau lo emang gak nyaman ada di dekat gue?" gadis itu mengangguk kecil kemudian mengarahkan pandangan ke hamparan air danau.

"Sorry, kalau gue tiba-tiba ngajak ketemu sama lo," ujarnya lagi. "Gue cuma mau bilang terima kasih aja."

"Maksud kamu?" Aydan nampaknya masih belum mengerti.

Athaya tersenyum tipis. Gadis itu memeluk kedua lututnya yang di tekuk, menghirup udara sore hari kemudian menghembuskan nafas sejenak.

"Mungkin ini terlalu dramatis, karena kita kenal baru beberapa bulan." Mata Athaya sendu. "Setelah ketemu sama lo, gue ngerasa ada yang berbeda. Gue cewek kasar yang gak kenal siapapun, karena setiap orang yang gue temui gak ada yang benar-benar cocok sama gue."

Athaya melempar batu kecil ke arah danau, lantas setelahnya menoleh ke arah Aydan.

"Tapi ketemu sama lo, entah kenapa rasanya kaya beda. Yah, gue akui pada awalnya gue emang enggan nanggepin lo, gue cuek, dan kasar."

Keduanya saling menatap.

"Tapi, Dan. Lo satu-satunya kenalan yang bisa merubah gue menjadi se-terbuka ini. Lo ngajarin gue tentang hidup. Kasih tahu gue perihal bagaimana menjalani kehidupan yang layak. Memang, gue sampai sekarang masih suka ngeluh. Kadang gue kelepasan ngomong bahwa dunia ini gak benar-benar adil buat gue. Tapi gue selalu ingat kata-kata lo yang selalu bilang, takdir itu harus di syukuri."

Di antara perasaan yang mulai terasa sesak,  Athaya mencoba untuk tersenyum tipis.

"Lo orang baik, dan gue beruntung ketemu sama lo. Maaf, ya, Aydan. Gue selalu nyakitin perasaan lo. Mulut gue emang gak bisa terkontrol, tindakan gue yang keterlaluan, dan bahkan mungkin pernah melukai hati lo. Gue benar-benar minta maaf."

90 Hari Ada Cerita | Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang