Part 1

394 56 36
                                    

Roseanne Park atau kerap disapa Rosé begitu mencintai Lalisa Manoban. Mereka memulai kisah cintanya sejak tahun pertama perkuliahan. Rosé adalah primadona dan Lisa adalah playboy di kampus mereka.

Sebagai seorang playboy kampus, Lisa selalu bisa mendapatkan gadis-gadis kampus untuk dijadikan kekasih temporernya, satu minggu adalah waktu paling lama menjadi 'pacar'nya. Dengan pesona yang dia miliki tentu saja bukan hal yang sulit untuk memikat hati para gadis. Hanya dengan satu kedipan mata, para gadis dibuat mabuk kepayang.

Hal itu tentu saja diketahui oleh Rosé, itu sebabnya dia sering menghindari Lisa. Terpikat oleh seorang playboy is a big NO, menurutnya. Bodoh, begitu dia melabeli gadis-gadis yang dengan mudahnya jatuh dalam pesona sang Don Juan.

Bagi Lisa, Rosé adalah tantangan, bisa menaklukkan hati gadis itu adalah kemenangan besar baginya. Setiap hari dirinya selalu membuat kesempatan untuk bisa mengambil hatinya.

Aksi Lisa dalam merebut hati Rosé justru sangat mengganggunya. Dia selalu menghindari Lisa setiap kali mereka berpapasan. Yang paling menyebalkan adalah ketika bertemu di kantin, selera makannya menjadi hilang. Karena kantin adalah tempat favoritnya dan Lisa tahu hal itu makanya Lisa sering menunggunya di sana. Hal ini membuatnya jarang menghabiskan waktu di kantin, akhirnya dia membawa bekal setiap hari dan makan di ruang kelas.

Suatu hari Rosé tidak sengaja bertemu dengan Lisa di luar kampus, sedang menolong seorang nenek menyeberang jalan. Dia membantu nenek tersebut dengan sangat sabar dan hormat, sama sekali tidak menyangka seorang playboy sepertinya bisa bersikap demikian.

Di lain kesempatan, dia juga pernah bertemu dengan Lisa di bus menuju kampus. Dia merelakan kursinya untuk seorang wanita hamil yang tidak mendapatkan kursi. Pemandangan ini membuatnya tersenyum, ternyata sang Don Juan masih punya sisi baik yang membuatnya menaruh respek.

Sejak itu pandangannya terhadap Lisa menjadi berubah. Dia yakin bahwa playboy kampus itu sebenarnya adalah lelaki yang baik. Sekarang dia sudah bisa membuka hatinya untuk Lisa. Semakin hari hubungan mereka semakin dekat. Lisa juga sekarang sudah tidak pernah menebar pesonanya kepada gadis-gadis di kampus. Dia menepati janjinya bahwa hanya akan ada satu nama di hatinya yaitu Roseanne Park.

Waktu terus berjalan, hubungan mereka semakin serius. Mereka pun sudah menyelesaikan kuliahnya dan  telah bekerja sesuai dengan minatnya masing-masing. Lisa menjadi fotografer profesional sementara Rosé menjadi pelukis.

Dua tahun setelah kelulusan, mereka menikah. Pernikahan yang sederhana namun sangat berkesan karena memang inilah yang mereka impikan. Menikahi orang yang sangat dicintai dan mencintainya.

===

Seiring kesuksesan karir Lisa, lelaki itu sering bepergian meninggalkan Rosé sendirian di rumah untuk urusan pekerjaan. Lama pekerjaannya tidak menentu, kadang dua hari bahkan pernah sampai dua minggu. Namun Rosé tidak pernah mengeluh karena menjadi fotografer adalah cita-cita Lisa, dan sekarang dia sedang berada di puncak karirnya.

Tidak mengeluh bukan berarti dia tidak merasa rindu kepada suaminya, justru dia sangat kesepian. Untung saja Lisa tidak pernah lupa untuk menghubunginya. Paling tidak bisa sedikit mengobati kerinduannya.

===

Tahun kedua usia rumah tangga mereka, Rosé merasakan perubahan pada sikap Lisa. Tatapannya sudah tidak seteduh dulu, pelukannya pun sudah tidak sehangat dulu. Ada yang lain yang dia rasakan, instingnya selalu benar. Namun dia terus saja menyangkal segala pertanda yang muncul, selagi belum melihat sendiri dia tak akan berpikiran macam-macam.

Hingga suatu hari, Rosé harus pergi ke suatu kota untuk melakukan pameran lukisannya. Ketika sedang mengadakan pertemuan dengan pihak penyelenggara, dia mendapati suaminya sedang memeluk mesra seorang wanita. Ya, dia tahu siapa wanita tersebut. Dia salah satu model yang bekerja sama dengan suaminya. Seandainya dia tidak melihat sendiri, tentu saja dia tidak akan kepikiran tentang hal ini.

Ada kekhawatiran di hatinya, bagaimana jika instingnya selama ini benar? Apakah dia sudah siap melepaskan suaminya? Ya, baginya tidak ada ruang untuk perselingkuhan. Lebih baik mengakhiri semuanya daripada harus memgulang sakit yang sama. Begitu yang dia pikirkan.

Tapi kecurigaannya masih terlalu awal, dia perlu untuk membuktikan sendiri. Akhirnya dia menyerahkan semua urusan kepada managernya, sementara dia pamit untuk mengikuti kemana dua insan dimabuk asmara itu pergi. Air matanya mulai menggenang di pelupuk mata saat mengetahui tujuan akhir suaminya itu, sebuah hotel.

Rosé tidak langsung mengikuti suaminya, dia menunggu beberapa saat di lobby hotel sebelum kemudian melangkah ke kamar yang diberitahukan oleh resepsionis hotel. Dengan gemetar tangannya mengetuk pintu hotel. Dan terkaget saat Lisa membuka pintu dengan pakaian yang lebih santai.

Mendapati sosok istrinya berdiri di hadapannya, Lisa tentu saja kikuk dan menjadi salah tingkah. "Aku tunggu kamu di rumah," dengan itu Rosé pergi meninggalkan Lisa yang masih terpaku.

What did I do to deserve this? pikirnya. Air matanya terus mengalir membasahi pipinya. Aku tidak pernah curang sedikit pun, kenapa begitu jahat? Rosé menghentikan laju kendaraannya di sebuah taman. Pikirannya tidak bisa diajak fokus, air matanya tidak bisa dikontrol. Bisa bahaya jika terus mengemudi di jalan yang sudah mulai ramai karena waktu yang bertepatan dengan jam pulang kantor.

"Ini," seorang asing tiba-tiba memberikan sapu tangan kepadanya. "Diseka dulu air matanya, sayang riasan wajahnya jadi luntur," ucapnya lagi sambil tersenyum.

"Terima kasih," Jawab Rosé sambil mengambil sapu tangan yang diberikan.

"Jisoo, Kim Jisoo." ucap pria asing di sebelahnya sambil mengulurkan tangan untuk berjabat. "Rosé," balasnya singkat tanpa menghiraukan ajakan jabat tangan dari lawan bicaranya.

"Walaupun sedang menangis, anda terlihat sangat cantik," ucap Jisoo. "Tapi, walaupun begitu, sebaiknya jangan ditunjukan lagi kecantikan saat sedang menangis." lanjutnya

Rosé sebenarnya terganggu dengan keberadaan pria asing itu di sampingnya. Namun dia malas untuk berdebat. Lagi pula ini tempat umum, dia tidak bisa melarang orang lain untuk berada di sini. Jadi dia hanya membiarkan saja Jisoo terus berbicara, terkadang mengeluarkan guyonan-guyonan yang mungkin hanya dirinya sendiri yang mengerti.

"Menangislah, nona. Jika menangis bisa membuat perasaanmu lebih lega. Tapi ingat, we live the same life whether we spend it laughing or crying." Ucap Jisoo meninggalkan Rosé sendirian di bangku taman. "Sampai jumpa,"

Hari sudah malam, Rosé melanjutkan perjalanan pulang. Mobil dipacu dengan kecepatan sedang, dia ingin menikmati pemandangan jalan di malam hari. Berharap bisa mengurangi sesak di hatinya. Lelaki itu, mengapa begitu tega menyakitinya?

===

Di rumah, Lisa masih belum terlihat keberadaannya. Rosé mengerti, Lisa memang seperti itu jika ada masalah. Tidak pernah mau langsung membahasnya. Dia lebih suka menghilang lebih dulu satu harian untuk memjernihkan pikirannya. Tapi Lisa bukan tipikal yang suka lari dari masalah.

Rosé berdiri di bawah shower, sengaja mengguyur tubuhnya berharap dinginnya air bisa menyegarkan pikirannya, melarutkan kekalutan di otaknya dan menghanyutkan rasa sakit di hatinya.

Waktu menunjukkan pukul 2 pagi, tetapi matanya belum juga terpejam. Sakit sekali, kenapa tak bisa berhenti menangis? Rosé terus menangis hingga akhirnya kelelahan dan tertidur.


KETIKA CINTA HILANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang