Part 2

227 55 27
                                    

Hari berikutnya Lisa pulang ke rumah, mereka hanya saling diam. Tidak ada yang memulai pembicaraan. Rosé sudah memindahkan semua pakaian dan perlengkapan Lisa ke kamar khusus tamu. Baginya, tidak ada toleransi untuk sebuah pengkhianatan. Lisa hanya bisa mengikuti alur yang dibuat Rosé.

Rosé sedang membuat sarapan tapi tidak seperti biasanya, dia hanya membuat satu porsi untuk dirinya. Tak ada porsi untuk Lisa yang biasanya selalu dia pastikan untuk menghabiskan sarapannya sebelum keluar rumah.

Lisa duduk di depannya, mencoba menarik perhatiannya sebelum memulai pembicaraan. "Maafkan aku," ucapnya dengan suara tercekat. Perasaan bersalah menyelimuti dirinya.

Rosé menghentikan aktivitas makannya, meletakkan sendok dan garpu di atas piring. Ini yang dia tunggu, pembicaraan tentang kemana hubungan mereka akan dibawa. Tapi dia ingin Lisa yang memulai, bukan dirinya karena ini kesalahan Lisa. Begitu pikirnya.

Rosé menunggu Lisa melanjutkan pembicaraannya, dia ingin tahu alasan yang menyebabkan pria yang sangat dia cintai itu menjadi seperti itu. Namun hanya hening yang menyelimuti suasana di ruangan itu. Rosé beranjak dari duduknya, meninggalkan Lisa yang masih duduk mematung di tempatnya.

===

"Halo, nona. Kita bertemu lagi," sapa seseorang dari bangku samping. Rosé memgalihkan pandangannya ke arah sumber suara. Memincingkan kedua matanya yang sudah mulai agak buram efek beberapa gelas minuman yang sudah ditelannya.

"Tak usah ikut campur," ucapnya tegas. Jisoo hanya tersenyum melihat tingkah wanita di sampingnya, kemudian menggelengkan kepala. Rosé terus memesan minuman yang memabukkan itu hingga kesadarannya benar-benar hilang.

Dia berjalan keluar bar dengan sempoyongan, hingga kemudian berpapasan dengan laki-laki yang juga sedikit mabuk. Laki-laki itu mencoba melakukan hal yang kurang ajar kepadanya tetapi efek minuman membuatnya lengah dan tidak menyadarinya. Untung saja Jisoo melihat hal itu, kemudian menyelamatkannya dari hidung belang.

"Nona, dimana rumahmu? Biar aku antar." tanya Jisoo "Tak ada rumah, hanya neraka," balasnya.

"Lalu kemana aku harus mengantarmu, nona?" tanyanya lagi.

Rosé memajukan wajahnya ke arah wajah Jisoo, semakin dekat hingga hanya berjarak beberapa centi saja. Jisoo dapat merasakan hangat napas wanita dihadapannya itu, bau alkohol tercium sangat tajam.

"Took me to your paradise," ucapnya dengan nada yang sangat menggoda. Kemudian wajahnya jatuh di bahu Jisoo,  tertidur. Jisoo merasakan detak jantungnya semakin cepat, seolah jantungnya itu hendak melompat dari posisinya. Ini tidak baik untuk kesehatan jantungku, batinnya.

===

Esok harinya, Rosé bangun dengan sakit di kepalanya, efek minuman semalam. Dia kaget karena terbangun di tempat yang asing. Ini bukan kamarku, pikirnya. Kemudian dia buru-buru melihat tubuhnya di balik selimut, dia takut dirinya melakukan hal bodoh yang tentunya akan disesalinya. Syukurlah, pakaiannya masih lengkap.

Terlihat dua buah tablet dan segelas air di atas nakas di samping tempat tidurnya. "Selamat, pagi" sapa seorang pelayan dari pintu kamar. Di tangannya membawa nampan berisi semangkuk sup panas. "Tuan meminta saya untuk membuatkan ini untuk nona. Kalau perlu sesuatu, silakan panggil saya. Saya permisi, nona."

"Terima kasih," Rosé menjawab pelan. Siapa orang yang membawanya ke sini? Rumah siapa ini? Pertanyaan-pertanyaan berkecamuk di kepalanya. Dia memakan supnya dengan lahap dan meminum pil tersebut. Kemudian merapikan dirinya dan keluar kamar.

"Selamat pagi, nona. Sudah baikan?" Ucap Jisoo dengan senyum andalannya.

"Anda?" Rosé sedikit kaget melihat Jisoo. Jadi ini rumahnya? Batinnya. "Terima kasih tapi saya harus pulang." ucapnya pamit.

"Biar saya antar," tawar Jisoo. Rosé menggeleng, tersenyum mengucapkan terima kasih. "Tadi saya sudah memesan taksi, terima kasih sudah memgijinkan saya bermalam di sini." Dengan itu Rosé pamit.

===

Setelah pertemuan kedua dengan Rosé, pikiran Jisoo terus tertuju pada wanita itu. Dia ingat tangis wanita itu saat pertemuan pertama di sebuah taman juga racauan kemarahan bercampur kesedihan yang keluar saat dia tertidur di mobil tadi malam. Wajahnya begitu menyimpan kesedihan, hatinya sakit melihat hal itu. Rosé, siapa kamu sebenarnya? Mengapa aku begitu ingin membasuh semua kesedihanmu? Ini gila, pikirnya.

Iseng-iseng dia mengetik kata Rosé pada kolom pencarian google. Senyummya terkembang saat dia melihat sosok yang dicarinya, ternyata cukup terkenal. Bagaimana bisa ak tak mengenalnya? Gumamnya dalam hati. Namun senyumnya memudar saat melihat sebuah artikel yang mengatakan kalau wanita itu sudah menikah dengan teman kuliahnya yang juga merupakan fotografer terkenal. Lisa, bodoh sekali kau telah membuatnya menangis.

Jisoo kembali teringat racauan Rosé malam itu, "am I not enough?" nada suaranya begitu menyayat hati. Ah, seandainya ada hal yang bisa aku lakukan untuk menghapus jejak air mata di wajahmu, ujarnya dalam hati.

"Masuk!" suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya. Seseorang dari balik pintu membuatnya terkejut. Ah, jadi aku ada kerjasama dengannya? Menarik, pikirnya.

"Selamat pagi, tuan Kim. Saya Lalisa Manoban" ucapnya ramah menyapa calon rekanannya. Yang disapa hanya menganggukkan kepalanya, menunjukkan sisi arogan seorang Kim Jisoo yang tentu saja orang-orang sudah mengetahuinya, termasuk Lisa.


KETIKA CINTA HILANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang