Part 4

228 52 52
                                    

Sidang perceraian sudah selesai, Rosé dan Lisa sudah tidak lagi berstatus sebagai suami istri. Rosé kini tinggal di apartemen miliknya tak jauh dari studio lukisnya. Lisa? Dia sudah tidak peduli dimana dan dengan siapa mantan suaminya itu sekarang. Selentingan kabar yang dia dengar, Lisa sekarang menjalin kasih dengan Jennie. Wanita yang dia dapati berduaan dengan suaminya di kamar hotel, tapi semua sudah bukan urusannya lagi sekarang.

Saat ini yang paling penting baginya adalah hidupnya. Dia dan hanya dia. Setelah perceraian, dia seperti lepas dari belenggu yang selama ini merantainya. Mungkin jauh di lubuk hati dia ingin berpisah dengan Lisa. Atau mungkin sebenarnya dia mengharapkan semua ini memang terjadi.

Rosé menyibukkan hari-harinya dengan melukis di studio miliknya. Pameran lukisannya akan diadakan dalam beberapa minggu ke depan. Dan, hari ini dia akan melakukan pertemuan dengan pemilik galeri lukisan tempatnya malangsungkan pameran.

Masih lima belas menit lebih awal dari waktu yang ditentukan, pikirnya. Rosé dan managernya menunggu sambil memeriksa kembali setiap detil persiapan yang mereka buat. Hingga satu suara familiar menyapa mereka, "selamat siang, nona Park."

Jisoo tersenyum ramah. Senyum lebar membentuk hati dihias lesung pipi, manis sekali. Sang manager seketika terpesona dengan sikap hangat Kim Jisoo. Selama ini, setiap kali mereka berinteraksi, Jisoo selalu menunjukkan sikap dingin dengan senyum sebatas sopan santun saja. Tapi kini, dia melihat sosok Jisoo yang berbeda. Senyum hangat dengan binar mata yang menunjukkan keceriaan. Mungkin dia bangun dengan posisi yang benar kali ini, pikir si manager.

"Selamat siang, tuan Kim," balas sang manager dengan senyum semanis mungkin.

Rosé yang selama ini tidak mengetahui bahwa pemilik galeri yang dia gunakan adalah Jisoo, sedikit terkejut. "Selamat siang, tuan Kim. Maaf saya tidak tau kalau anda pemilik galeri ini."

"Hei... hei, ada yang gw ga tau nih kayaknya." goda si manager kepada Rosé setelah pertemuan mereka selesai.

"What?" yang digoda gagal paham.

"Kim Jisoo, lu ga liat dia ramah benget sama lu. Dia tuh terkenal dingin dan arogan. Sementara tadi senyumnya ga pernah lepas dari bibirnya, matanya pas natap lu tuh beda. Lu ga nyadar?" Hyeri, sang manager sekaligus sahabatnya semakin menggodanya.

"Jangan ngaco, unnie. Dia emang begitu sejak awal ketemu."

"Tapi gw dukung sih kalau lu akhirnya sama dia."

"No, gw mau menikmati kebebasan gw dulu, unnie."

Jisoo, lelaki baik di mata Rosé. Dia ingat bahwa dia bahkan sempat merayu Jisoo saat dirinya mabuk tetapi lelaki itu tidak mengambil keuntungan dari kondisinya saat itu. Jisoo juga yang memberinya sapu tangan saat dia menangis setelah memergoki Lisa dengan Jennie di kamar hotel. Namun, memiliki hubungan romatis saat ini bukanlah prioritasnya saat ini, pikirnya.

===

Pameren lukisannya pun berjalan lancar, hubungannya dengan Jisoo pun semakin dekat. Seperti pepatah, tak kenal maka tak sayang. Setelah saling mengenal, keduanya semakin mengagumi satu sama lain.

Jisoo yang sejak awal bertemu di bangku taman malam itu memang sudah memiliki perasaan kepada Rosé. Namun dia tahu bahwa wanita itu tidak memiliki rasa yang sama, dia menyadari itu. Karena setiap kali dirinya hendak mengakui perasaannya, Rosé selalu mengalihkan arah pembicaraannya.

"Kenapa?" tanya Jisoo disela makan malam perayaan keberhasilan pameran lukisannya.

"tentang?" tanya Rosé tidak mengerti

"Kenapa selalu mengalihkan pembicaraan setiap kali aku ingin mengucapkan perasaanku?" tanyanya santai

"Demi tuhan, tuan Kim. Jangan bahas hal ini sekarang," Jisoo tertunduk mendengar jawaban yang meluncur dari mulut wanita di hadapannya. Tuan Kim? Kini dia memanggilnya dengan sapaan formal.

Rosé melihat perubahan di wajah Jisoo, hatinya teriris melihatnya seperti itu. Namun dia selalu menyangkal rasa yang sebenarnya tanpa dia sadari sudah tumbuh di hatinya. Dia masih trauma dengan kehidupan pernikahan pertamanya.

"Aku masih terlalu takut menjalani hubungan," ucapnya pelan tapi masih terdengar oleh Jisoo. Jisoo sama sekali tidak terpikir hal ini, sungguh tidak peka, pikirnya. Tentu saja, ini bahkan belum ada satu bulan sejak putusan sidang perceraian wanita itu.

"Maafkan aku," ucap Jisoo kemudian kambali dengan senyuman hangatnya.

Dalam hatinya dia berjanji untuk selalu ada jika Rosé membutuhkannya. Sehingga pelan-pelan wanita itu akan terbiasa dengan kehadirannya di hidupnya. Jisoo juga sudah mulai bergaul dengan keluarga dan sahabat-sahabat Rosé.


KETIKA CINTA HILANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang