Aku terpaku beberapa detik saat kamu menggeret balok beroda keluar dari pintu besar belakang bandara. Dengan langkah jumawa -seperti bukan manusia, tapi putra mahkota- kamu mulai berjalan melewati manusia-manusia yang masih menyisakan rongga pada perkumpulannya. Berjalan seolah hanya ada satu tujuan tanpa kata namun bukan maya, sebagaimana yang kamu lakukan setiap tahun seperti biasa.
Aku selalu ada di sana. Di pojok ruang tunggu bandara sebagaimana kebiasaanku 10 tahun lamanya. Tapi aku lupa, setelahnya, tepat di 24 purnama, langkah kakimu bukan untukku lagi, ya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia Sebesar Biji Gandum
Historia CortaKadang kisah memang hadir secara singkat. Namun, sesingkat-singkatnya cerita, ia adalah cerita, kan?