TW // Blood
Malam Minggu itu, seperti biasa aku dan Farel datang ke salah satu restoran ayam ternama di kota kami. Kami sering melakukan ini semenjak awal berpacaran. Yah, setidaknya sebagai suatu cara supaya kami tetap bisa saling bicara satu sama lain sebelum kembali dihujani berbagai kesibukan.
Malam ini, laki-laki itu terlihat lebih rapi dari sebelumnya. Jika minggu-minggu lalu dia akan datang hanya dengan kaos klub sepak bola luar negeri dan celana pendek kesukaannya, tapi kali ini ia datang dengan jas berikut kemeja di dalamnya.
Aku tidak terlalu memikirkan itu. Sebab jika ditelisik lebih jauh, wajahnya kelihatan sedikit pucat dengan kantung hitam di bawah matanya. Mungkin sebelum kemari ia menghadiri suatu meeting, sehingga tidak punya cukup waktu untuk bersitirahat.
Setelah memesan, aku mulai bercerita banyak hal. Dia hanya diam memandangku, sesekali tersenyum. Kadang menimpali, ya atau tidak.
"Gimana lukamu bekas kecelakaan mobil kemarin?"
Pesanan kami datang dan tidak ada jawaban darinya. Kami mulai makan. Hening. Kami fokus pada makanan masing-masing. Tidak- dia yang fokus pada makanannya, sedangkan aku lebih fokus melihatnya daripada makananku.
"Kamu mau kulit?" Adalah kalimat terpanjangnya hari ini.
Aku mengangguk senang. Namun, yang ia lakukan setelahnya membuatku benar-benar membeku di tempat.
Dia menyingsingkan lengan jas, memperlihatkan luka besar pada lengannya. Yang membuatku seakan kehilangan jantungku, adalah saat dia menarik kulit di sekitar lukanya. Dari siku sampai bahu. Darah berebut keluar dari sana.
Dia tersenyum ketika melakukan hal itu.
Dan sebelum dia meletakkan kulitnya di piringku, sebelum pandanganku berkunang kunang, tepat saat aku menyadari jika di hadapanku hanyalah kursi kosong tanpa tuan, aku pingsan. Aku hilang kesadaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia Sebesar Biji Gandum
Cerita PendekKadang kisah memang hadir secara singkat. Namun, sesingkat-singkatnya cerita, ia adalah cerita, kan?