Dua

8 3 4
                                    

⚠️Awas, typo bertebaran⚠️

***

   Rury Indraswari adalah anak tunggal dari Ruben Indraswari dan Ryana Indraswari. Mereka pindah di sebelah kediaman Nawang saat Rury akan naik ke kelas 3 SD. Tidak jauh dengan pekerjaan keluarga Nawang, pekerjaan kedua orang tua Rury adalah berkebun. Dengan tanah peninggalan kakeknya, pekerjaan orang tua Rury adalah menanam sayur mayur dan beberapa jenis bunga. Jadi, itu juga yang membuat keluarga Rury dan Nawang dekat, karena mereka saling berkontribusi. Keluarga Rury yang membudidayakan tanaman, kemudian orang tua Nawang yang bergerak pada pasarannya. Alasan pak Ruben dan bu Ryana jarang ada di rumah, dikarenakan kebun mereka yang di luar kota. Dan untuk sampai ke sana memerlukan setidaknya 16 jam perjalanan.

Pertemanannya dengan Nawang dimulai saat SD mereka sama-sama duduk di kelas yang sama. Sudah hampir setahun dia dan keluarganya menjadi tetangga Nawang namun, mereka sama sekali belum pernah saling bercakap. Palingan hanya sekadar saling menyapa jika kebetulan bertemu di depan rumah.

“Jadi, nama kamu Rury Indraswari?” tanya anak perempuan berkepang dua itu.

Rury kecil hanya bisa mengangguk.

“Oh, kenalin. Aku Nawang Indrasawri.” Nawang kecil itu mengulurkan tangannya.

“Iya! Aku Rury!” balas Rury sembari membalas uluran tangan Nawang dengan bersemangat. Dia sampai membuat Nawang menjadi salah tingkah.

Perkenalan singkat itu berakhir di depan penjual es krim yang tidak jauh dari tempat mereka berada. Sosok Nawang dari kecil adalah pribadi yang hangat, mudah beradaptasi, dan selalu punya topik. Itu yang membuat Rury kecil merasa nyaman, dan mereka bersahabat sampai sekarang.

Nawang mengunyah es krim dengan lahap. “Oooh, jadi, kamu yang yakinkan bapak waktu aku nangis di sekolah itu?”

“Iya, Kak,” jawab Rury yang masih menundukkan kepala.

Kening Nawang mengerenyit. “Kamu ... sakit?”

“Enggak ....”

“Trus? Kok kamu nunduk terus? Gigi kamu sakit?”

“Di rumahku ada obat sakit gigi, lho."

“Kalau kamu mau, aku bisa kasih ke kamu.”

Mendengar rentetan kalimat Nawang, Rury malah dibuat semakin senang.  Sebenarnya sedari tadi dia tidak bisa menahan senyum sumringahnya di depan Nawang, sehingga dia cenderung menundukkan kepala. Dan dia juga tidak benar-benar sakit, tetapi main ke rumah Nawang kedengarannya juga asik.

Sesampainya mereka sampai di kamar Nawang, bukannya memberi obat atau sejenisnya itu kepada Rury, mereka malah berakhir di kasur yang sekarang sedang mereka lonjat-lonjati.

Tawa lepas tidak bisa tertahan, bahkan kedengaran sampai keluar. Setelah memberantakin kasur, mereka berlari menuju meja belajar Nawang, dan mulai menggambar atau mewarnai apapun yang ada di sana.

Hari mulai gelap, dan mereka masih sibuk main dokter-dokteran.

“Kak Nawang sakit di mana?” tanya Rury yang berperan sebagai dokter icek-icek.

Nawang mengerucutkan bibirnya. “Jangan panggil aku‘kak’, Dokter Rury. Nanti aku ngambek, lhooo.”

Rury tertawa renyah dan disusul oleh Nawang. Mereka berbaring di lantai dan menatap langit-langit rumah Nawang.

LOVE HURTS (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang