Lima

3 1 0
                                    

⚠️AWAS, TYPO BERTEBARAN ⚠️

***

Wildan Alameda adalah anak tunggal dari pasangan Uyasa Alameda dan Valerie Alameda. Sejak bertahun-tahun lalu, keluarga mereka bergerak di bidang pertambangan minyak bumi dan gas bumi. Sebagai penerus keluarga Alameda, Wildan sangat dididik dan dibenahi agar siap menjadi orang yang mampu bekerja keras, jujur, dan selalu menghargai orang lain.

Dan sejak berumur lima tahun dia selalu diajarkan untuk mandiri. Uyasa dan Valerie sering meninggalkannya dengan Triani-nenek Wildan karena urusan di luar kota. Dan sejak menginjak jenjang sekolah, dia selalu ditempatkan di sekolah terbaik. Karena hal yang mempengaruhi kesuksesan adalah dengan mengenyam pendidikan yang layak.

“Ingat, apa pesan, Papa?” tanya Uyasa kepada Wildan yang masih berumur tiga belas tahun itu.

“Wildan boleh main game, tapi setelah selesai belajar,” jawab Wildan.

“Lalu?” Uyasa masih dalam posisi memegang pundak anaknya itu mencoba memberi pengertian. Karena dia dan Valerie dalam waktu yang lama tidak akan pulang. Bukan ingin melalaikan peran mereka sebagai orang tua namun, hal yang mereka usahakan juga untuk aset Wildan di masa yang akan datang.

“Main game tidak boleh lama-lama dan setelah itu istirahat.”

“Iya, pintar banget anak Papa yang ganteng ini.” Uyasa mencolek lembut ujung hidung Wildan lalu mengecup keningnya singkat.

Hal paling sulit yang Uyasa alami selama hidup adalah saat-saat di mana dia harus berpisah kepada anaknya. Begitu pula dengan Wildan, adalah hal berat jika orang tuanya harus pergi ke luar kota. Karena itu artinya, dia harus menabung rindu yang entah kapan akan kembali pecah. Uyasa dan Valerie paling cepat akan pulang setelah 5 minggu berlalu, dan bahkan pernah sampai setahun lebih mereka baru kembali.

Sementara itu, Valerie keluar dari kamar dengan membawa satu koper dan ransel. Dia juga turut berdiri di depan Wildan dan melakukan ritual-ritual seperti biasa sebelum mereka pergi.

Valerie mencubit pelan ujung hidung Wildan lalu mengecup keningnya. “Apa pesan dari Mama?”

“Setelah bangun tidur, kasurnya dirapiin sendiri. Selesai makan, piring kotor cuci sendiri, dan nggak boleh sering merepotkan bu Noer, karena bu Noer nanti kecapaian,” tutur Wildan lengkap. Hal itu menerbitkan senyum Valerie dan Uyasa. Sedangkan bu Noer adalah asisten rumah tangga mereka.

“Tunggu sebentar lagi, ya, nanti nenek akan ke sini,” ucap Uyasa.

“Baik, Pa.”

Wildan mengantar kedua orang tuanya sampai di halaman, dia menahan kesedihannya dengan susah payah. Kali ini entah sampai kapan dia harus menunggu orang tuanya untuk pulang kembali. Mobil Uyasa sudah melaju di jalanan dan menyisihkan Wildan dengan beberapa asisten rumah tangganya yang memintanya untuk masuk.

Sebelum benar-benar meninggalkan halaman, dia membuang napas kasar. Setidaknya, dia tidak terlalu kesepian karena akan ada neneknya yang menemaninya selama orang tuanya tidak ada.

Empat bulan berlalu ....

“Tuan Muda, ada Tuan Prince di luar menunggu Tuan,” ujar salah satu asisten rumah tangga kepada Wildan.

Kening Wildan mengerenyit, sampai akhirnya dia sadar lalu bergegas ke ruang tamu. Dan di depannya sudah ada anak seusianya menggenggam sebuah mobil remote ukuran besar. Senyum Wildan merekah begitu pula dengan Prince yang mengayunkan remotnya sebagai tanda ‘hello’.

“Kakak kapan sampai di Indonesia?” tanya Wildan. Karena faktanya Prince selama ini sering pulang-pergi dari negaranya ke negara-negara lain. Terakhir kali, yang Wildan tahu, Prince berkunjung dan menetap selama dua tahun lamanya di California.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 28, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LOVE HURTS (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang