Delapan : Menikah Dengan Kakak Ipar

2.4K 167 4
                                    

"Aku belum kepikiran nikah lagi, Mah. Jadi, jangan paksa aku nikah sama Intan," ucap Mas Rizal, aku masih diam mendengarkan anak dan ibu itu beradu mulut.

"Apa kamu udah punya calon?" seru Bu Rania.

Mas Rizal menggelengkankepalanya. "Enggak juga, aku tuh belum kepikiran nyari pengganti Irma, Mah, dan mungkin tidak akan pernah. Aku sangat mencintai istriku, tidak ada yang bisa menggantikan posisinya dalam hidupku."

Ya, aku dapat melihat itu, Mas Rizal maupun mbak Irma saling mencintai satu sama lain. Kadang aku iri sama kakakku karena mendapatkan laki-laki yang begitu mencintainya.

"Tapi anak-anakmu butuh seorang ibu, Mamah liat Intan cocok menjadi ibu mereka. Bukan menggantikan posisi Irma dalam hidup mereka, karena itu tidak mungkin. Mamah hanya takut, kalau kamu nikah sama orang lain, belum tentu wanita itu mencintai anak-anak, kalau Intan 'kan, sudah pasti menyayangi keponakannya." Bu Rania tersenyum padaku. Ya, sekarang aku tidak bisa meninggalkan kedua keponakanku, aku bisa saja pergi membawa putraku, tapi bagaimana dengan Andra dan Ana? Makanya aku masih tinggal di rumah ini.

"Kamu mau 'kan, menikah dengan kakak iparmu?" kini bu Rania memberiku pertanyaan yang sulit.

Aku gelagapan, aku sendiri masih memikir tawaran bu Rania. "Aku memang akan selalu merawat anak-anak, Mah, tanpa harus menjadi istri Mas Rizal," jawabku. Benar 'kan? Selamanya aku akan tetap menyayanginya kedua keponakanku, meski aku tidak menikah dengan ayah mereka.

"Mamah tau, tapi kalau kamu dan Rizal tidak menikah, Mamah takut timbul fitnah dari orang-orang. Pokoknya Mamah ga mau tau, kalian berdua harus menikah. Soal cinta, Mamah yakin dengan seiringnya waktu rasa cinta itu akan tumbuh di hati kalian."

Bu Rania menggenggam tanganku erat, lalu berkata, "Demi anak-anak kakakmu, mereka membutuhkanmu, Intan."

Ya Tuhan beri hamba petunjuk, apa hamba harus menuruti keinginan bu Rania?

Wanita paruh baya itu kemudian menatap putra tunggalnya. "Mau, ya, nikah sama Intan. Demi anak-anakmu, Rizal."

Ku lihat Mas Rizal menghela nafasnya, lalu bangun dari duduknya, "terserah, Mamah."
Laki-laki itu lalu pergi meninggalkan kami berdua."

"Itu tandanya kakak iparmu itu setuju dengan saran Mamah."
Bu Rania langsung memelukku. "Kamu akan segera menjadi istri Rizal."

Apa? Itu artinya Mas Rizal setuju dengan perintah bu Rania?

Nenek tiga anak itu tersenyum bahagia. Dan mulai membicarakan rencana pernikahan. Yang ku tahu dari mbak Irma, suaminya itu memang tidak pernah membantah perintah ibunya, selama permintaanya bu Rania masih wajar, termasuk menyuruh putranya menikahiku, adik dari mendiang istrinya.

Mungkin kalian bertanya, mengapa aku menerima tawaran bu Rania, padahal laki-laki itu adalah pria yang telah menghancurkan hidupku. Sekarang yang ku pikirkan adalah para keponakanku yang masih kecil yang masih membutuhkan kasih sayang seorang ibu. Aku melakukan itu semua demi mereka. Tidak ada pilihan lain selain menuruti perintah bu Rania.

***

Tidak ada resepsi mewah, hanya akad nikah sederhana di rumah Mas Rizal. Ya, tadi pagi aku dan Mas Rizal sudah resmi menikah, SAH secara hukum dan agama. 
Aku memang meminta bu Rania untuk tidak mengadakak pesta pernikahan yang mewah, mengingat kakakku yang baru meninggal dunia empat puluh hari lalu. Awalnya bu Rania ingin mengadakan resepsi, tapi aku tidak mau, jika dia terus memaksa aku akan membatalkan  pernikahan ini. Semua orang tahu kalau aku menikahi kakak iparku demi anak-anak, jadi mereka tidak berpikiran macam-macam.

Kini statusku adalah istri seorang Rizal Hamzah. Meski begitu tidak ada yang spesial. Seperti malam ini dan malam selanjutnya, aku dan Mas Rizal akan tidur di kamar yang berbeda. Dia tidur di kamarnya, dan aku tidur di kamarku yang ada di rumah ini. Aku bersyukur dia tidak menyuruhku tidur bersamanya, tapi mungkin itu tidak akan pernah terjadi, mengingat kita menikah hanya demi anak-anak, bukan menikah karena cinta.

Putra kecilku mulai sekarang akan tidur bersamaku lagi, dan itu membuatku bahagia, aku akan dengan leluasa memberinya ASI tanpa ada orang yang tahu.
Mas Rizal dan yang lainnya beranggapan kalau putraku adalah anak mas Rizal dan mbak Irma. Aku sendiri masih mencari waktu yang tepat untuk mengatakan yang sebenarnya pada suamiku, kalau putra ketiganya itu anakku, untuk sekarang biarkan seperti ini dulu, lagipula aku yang merawat dan mengurus bayi itu.

"Kamu tidak apa-apa bayiku itu tidur bersamamu?" ujar Mas Rizal. Oh, ya, ada yang membuatku sedih, sampai sekarang Mas Rizal belum pernah menyentuh bayi kecil itu, entahlah, dia pikir kalau mbak Irma meninggal karena berjuang melahirkan bayi merah yang kini berusia 6 pekan.

"Enggak apa-apa, Mas. Mulai sekarang dia tidur denganku."
Sebenarnya aku masih takut berada didekat laki-laki itu, selalu terbayang kejadian tempo hari yang membuatku melahirkan anaknya. Tapi sebisa mungkin aku harus membuang rasa takut itu. Aku juga belum berani mengatakan kalau Mas Rizal pernah memperkosaku.

"Terserah kamu. Tapi ingat, kita menikah demi anak-anak, tidak akan pernah ada cinta di antara kita, jadi kamu jangan berharap lebih. Cintaku hanya untuk kakakmu."

Aku hanya mengangguk, karena aku tahu kalau dia hanya mencintai mbak Irma. Setelah mengatakan itu, dia pergi ke kamarnya, tanpa melihat atau mencium bayi yang ada di gendonganku.

"Semoga suatu hari nanti ayahmu akan mencintaimu seperti dia mencintai kakak-kakakmu." Ku kecup pipi gembul putraku yang kini tumbuh dengan sehat. Berat badannya naik, dan dokter mengatakan kalau dia sangat sehat.

Bersambung,

Jadi, udah tau kan siapa anak Intan?

Tinggal beberapa part lagi tamat. Sesuai judulnya, ini hanya cerita pendek.

Jumat, 27 Mei 2022
THB

INTAN (Cerita Pendek - End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang