Tiga Belas : Ungkapan Cinta

2.5K 164 6
                                    

Rizal POV

Aku menguraikan pelukanku pada Intan, menatapnya erat, dapat ku lihat kesedihan di matanya. "Apa yang kamu katakan?"

"Aku sudah cape, selama ini aku diam karena demi Ravin. Tapi sekarang kamu benar-benar sudah tidak mau mengakui anak itu sebagai anakmu. Aku akan ikut dengannya. Hanya dia yang membuat aku bertahan selama ini. Jadi lebih baik kita pisah." Intan masih keukeuh dengan keputusannya.

"Tidak. Tidak akan ada perpisahan antara kita." Aku kembali membawa tubuhnya ke dalam dekapanku. Seandainya saja Intan tidak merahasiakan semua ini dariku, mungkin sekarang aku adalah laki-laki paling bahagia.

"Kamu tidak pernah mencintaiku, Mas. Kamu hanya mencintai kakakku."

Deg

Aku tidak menyangka Intan akan berbicara seperti itu. Aku memang sangat mencintai kakaknya, tapi aku juga mencintai istri keduaku ini. Aku menyayangi keduanya dalam porsi yang sama, mereka mempunyai tempat masing-masing di hatiku.

"Siapa bilang? Aku mencintaimu, Intan. Sangat. Hanya aku tidak bisa mengatakannya pada kamu. Kamu pikir aja, kalau aku tidak mencintaimu, mana mungkin aku mempertahankan rumah tangga kita selama puluhan tahun."

"Maaf untuk semua pesakitan yang telah aku torehkan untukmu. Aku mencintaimu, Intan. Sangat." Ku kecup pucuk kepalanya, dia mendongakkan kepalanya, menatapku lekat, tidak percaya dengan apa yang ku katakan.

"Tapi kenapa kamu selalu menyalahkan anakmu sebagai penyebab kematian istrimu itu? Dan terang-terangan mengatakan kamu membenci darah dagingmu sendiri. Memang ini salahku tidak menceritakan yang sebenarnya padamu. Tapi tidak seharusnya juga kamu menyalahkan orang lain atas kematian seseorang. Kecuali kalau orang itu yang membunuhnya."

"Maaf. Aku hanya menyesal karena tidak ada di samping Irma di saat-saat terakhir dia. Dan Ravin, aku jadikan sasaran penyesalanku."

Ya, aku tidak pernah membenci putra ketigaku, aku hanya merasa bersalah pada Irma karena tidak ada disaat-saat terakhirnya. Setiap kali aku melihat Ravin, aku selalu teringat  wajah pucat istri pertamaku. Jadi, aku menjadikan anakku itu sasaran penyesalanku.
Jangan kalian pikir aku mengusir Ravin begitu saja, selama dia tidak ada di rumah, aku selalu menyuruh seseorang mengamatinya dari jauh. Dan sungguh aku menyesal telah berbuat tidak adil padanya.

"Tapi Mas tidak pernah mengatakan mencintaiku selama kita menikah," ujarnya.

Oh woman! Apakah kata cinta itu penting untuk di ucapkan?

"Apa semua perhatian dan kasih sayangku selama ini tidak cukup membuktikan kalau aku mencintaimu, wahai Istriku?"

Dia mengerucutkan bibirnya, "Tapi aku ingin mendengar Mas bilang cinta sama aku."

Ya Tuhan, dia merajuk seperti bocah SMA yang masih ABG. Aku menghela nafas, lalu menangkup wajahnya, "Aku mencintaimu, Intan Suci Utami, Istriku yang paling cantik, wanita terhebatku. I love you so much, My Darling."

Karena tubuh Intan hanya setinggi bahuku, dia berjinjit lalu mencium bibirku.

"I love you too, My Husband." Kemudian menyandarkan kepalanya pada dadaku.

"Apa Mamah sudah memaafkan, Papah?"

Dia mengangguk pelan. "Mamah  sudah memaafkan kesalahanmu, Pah, tapi Mamah tidak tau, Ravin akan memaafkan kita atau tidak. Karena Mamah juga penyebab Papah membencinya. Seandainya saja Mamah jujur dari dulu ...."

Intan terlihat lebih tenang setelah aku mengutaran perasaanku.

"Kita akan meminta maaf pada Ravin. Semua kesakitan, Papah-lah yang memulainya, jadi kalau Ravin mau benci, biar Papa saja yang di bencinya, ini semua bukan salah kamu, Mah. Dan Papah mohon, jangan tinggalkan Papah. Tetaplah bersama laki-laki brengsek ini, izinkan Papah  menebus semua kesalahan Papah pada kamu."

"Papah mohon, beri Papa  kesempatan. Jangan pergi." Aku menggenggam kedua tangannya lalu mengecupnya berkali-kali.

"Aku takut Ravin membenciku, setelah dia tau kebenarannya bahwa akulah yang telah memberi pesakitan selama ini. Aku merasa gagal menjadi ibu."

"Tidak, Mah. Kamu ibu yang hebat, Ravin pasti bangga sama kamu." Intan memang wanita yang hebat, wanita berhati lembut, aku sangat beruntung memperistri dirinya.

"Seandainya Ravin anak kamu dan mbak Irma, apa Mas akan tetap membencinya?"

Aku menghela nafasku, tadi aku tidak bisa mengontrol emosiku saat Ravin bilang kalau dia telah menghamili anak orang. (Cerita Ravin judulnya My Brondong Driver).

"Ga tau, tapi Mas tidak pernah membenci Ravin. Siapa pun ibunya, dia darah daging Mas." Aku menyesali semua perlakuanku pada Ravin selama ini, tidak seharusnya aku membenci darah dagingku sendiri jika seandainya Ravin  anak Irma.

"Maaf sudah mengatakan kalimat yang menyakiti kalian. Tapi Ravin tidak pergi dari rumah 'kan?"

"Enggak. Aku menyuruhnya tetap tinggal disini."

"Alhamdulillah, biarkan malam ini dia istirahat. Besok kita bicara dengannya."

Kami berdua kembali berpelukan, hatiku terasa lebih tenang setelah mengetahui semua rahasia yang selama ini disimpan oleh istriku, juga setelah aku mengungkapkan perasaan hatiku pada Intan, ucapan yang aku pikir tidak penting untuk diutarakan.
Apa selama ini Intan menungguku mengucapkan cinta padanya? Sungguh aku merasa menjadi laki-laki yang paling bodoh, seharusnya aku peka. Bagi wanita kata cinta itu penting di ungkapkan untuk meyakinkan hati mereka. 

"Terimakasih sudah memberiku kesempatan. Terimakasih tetap bertahan disisiku, bertahan dengan sikap kerasku, bertahan dengan keegoisanku."

Dua puluh tahun bukan waktu yang singkat, aku sangat salut pada wanita ada di dalam dekapanku saat ini.

"Terimakasih juga Mas mau menjadikan aku sebagai istrimu." Intan mendongakkan kepala mengusap rahangku. Meski usianya tidak muda lagi, tapi dia terlihat masih sangat cantik.

Cup

Satu kecupan kembali ku daratkan dibibirnya. "Mamah cape?" tanyaku memastikan, dia baru keluar dari rumah sakit. Aku tidak ingin dia kelelahan.

"Enggak, malam ini Mamah sangat bahagia."

"Ayo kita tidur, dokter bilang Mamah harus banyak istirahat." Aku lalu menuntunnya ke tempat tidur kami.

"Mamah kangen sama Papa," bisik Intan. Tanpa kuduga dia menarik tubuhku saat aku sedang membaringkan tubuhnya, kini dia berada di bawah kungkunganku. Jangan salah, meski kami bukan pasangan muda lagi, namun kami masih aktif di atas ranjang. Namun sejak kepergian Ravin, aku dan istriku, tepatnya Intan yang selalu mengacuhkanku. Dia akan tidur terlebih dahulu sebelum aku masuk ke kamar.

Bersambung,

Selasa, 31 Mei 2022
THB

INTAN (Cerita Pendek - End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang