Bab 25

879 147 6
                                    

Bryan terbiasa dengan rumah sakit. Ia sudah berkali-kali menunggu keluarganya di operasi atau ditangani oleh dokter. Tapi kali ini berbeda. Hatinya berdebar-debar dan menunggu dengan perasaan yang luar biasa cemas. Audi pingsan dan banyak mengeluarkan darah. Dokter berkata operasi untuk mengeluarkan janinnya harus dilakukan. Bryan tak berkata dua kali untuk membubuhkan tanda tangan sembari bilang bahwa nyawa Audi yang lebih didahulukan. Persetan mamanya akan murka dan mukanya ditekuk masam sepanjang operasi dilakukan.

Satu jam sudah Bryan menunggu dan lampu merah di ruang operasi sudah berubah jadi hijau. Dokter bedah telah ke luar. Semoga pria paruh baya itu membawa kabar gembira.

"Janinnya sudah berhasil kami keluarkan tapi janin itu tak dapat bertahan. Janinnya meninggal."

Yang paling terkejut adalah Inggrita. ibu Bryan itu tak dapat Berkata apa-apa kecuali air matanya yang menggenang siap diluncurkan. "Kenapa bayinya meninggal, bukannya dalam pemeriksaan terakhir bayinya sehat, detak jantungnya normal. Ini cuma pendarahan kecil, harusnya bayinya dapat bertahan!"

"Bayi hasil dari inseminasi ketahanan fisiknya berbeda dengan bayi normal. Apalagi ibu Audi jatuh dengan perut mendarat duluan. Bayinya mengalami benturan keras di kepala sehingga meninggal seketika."

Inggrita menangis histeris mendengar penjelasan dokter. Harapan untuk keturunannya berlanjut pupus sudah. "Audi bodoh dan ceroboh gak bisa jaga bayinya!"

Monika yang mencoba menenangkan ibu mertuanya dalan hati tersenyum senang. Ia tak akan pernah menjadi ibu dan kini Audi juga gagal jadi ibu. Selain itu Audi juga disalahkan. Monika yakin setelah ini sang ibu mertua akan berpihak padanya. Sedang si ayah jabang bayi cuma duduk sembari menggigit jari. Yang terlihat lega dan normal cuma Bryan seorang.

"Bayi itu yang paling penting buat mamah sampai nyawa Audi gak berarti? Mamah emang ibu mertua terbaik!"

Inggrita tambah murka, ia tak terima dinasehati. "Fungsi Audi emang itu. Buat melahirkan anak Kenant. Mamah udah biayain dia, bayar dia, ajak dia gabung perusahaan. Semua itu dilakukan gak cuma-cuma."

"Dia mengorbankan masa depannya buat jadi istri anak mamah yang tolol itu!" Tunjuk Bryan pada Kenant yang duduk di bangku.

"Pengorbanannya sesuai dengan nilai dari yang mamah beri ke Audi!"

"Tapi bukan berarti mamah berhak atas hidupnya. Dia hamil delapan bulan lebih. Bayi itu melekat dalam diri Audi. Bayi itu sekarang udah gak ada. Mamah pikir Audi bakal seneng sama lega. Dia yang paling menderita. Dia yang paling kehilangan! Mamah bayangin gimana perasaan Audi ketika bangun nanti! Dia bakal hancur Karena dia ibunya!"
Berulah Inggrita terdiam seketika.

Ini yang Audi pernah rasakan ketika bayi mereka dulu keguguran. Sayang Bryan malah tak pernah berada di sisi wanita itu untuk memberi semangat. Bryan malah menolaknya, menekannya, menganggapnya wanita murahan. Bryan memberinya derita, masa kuliah yang pahit, cacian seenaknya. Ia menyesal pernah menyakiti Audi tanpa belas kasihan. Pernah menganggap Audi wanita gila harta.

🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝

Ketika menyadari kemalangan apa yang telah menimpanya. Audi jelas menangis histeris. Mana ada ibu yang sanggup kehilangan anaknya sampai dua kali. Audi emang tak becus jadi seorang ibu, hingga Tuhan mengambil kedua calon anaknya. Hatinya hancur mengetahui bayi yang dinantinya meninggal dunia sebelum sempat ia peluk. Audi seperti dikutuk Tuhan. Semua keluarganya musnah tak tersisa.

"Audi, jangan nangis!"

Ia menatap suaminya dengan mata sayu. Andai pikirannya dibuat sama dengan pikiran Kenant maka derita tidak akan pernah ia rasa.

"Sini, Ken peluk!"

Audi menurut, membenamkan kepalanya pada bahu Kenant. Sang suami memperlakukannya seolah dirinya balita yang senang ditimang. "Jangan nangis. Nanti Ken bagi permen yang enak. Eh tapi Audi gak pernah mau Ken kasih permen. Tenang aja Audi. Ken punya mainan banyak, Audi boleh ambil satu."

Tangis Audi semakin kencang. Kenant tak merasakan kehilangan karena otak lelaki itu memang tak sampai berpikiran ke sana. "Dedek bayinya di perut Audi udah gak ada Ken. Udah meninggal."

"Cup... cup... cup... bayi itu pasti seneng karena udah ada di surga."

Audi sekarang menangis sembari mengumbar tawa kering. Percuma berbicara pada Kenant atau berbagi deritanya dengan pria ini tapi perkataan Kenant ada benarnya. Bayinya sudah ada di surga.

Sedang Bryan yang ada di depan ruang rawat inap Audi tak berani masuk. Mendengar ucapan kakaknya yang bodoh, membuatnya kesal. Harusnya ia yang menyediakan bahu untuk Audi. Memberi penghiburan untuk kesedihannya bukannya malah kakaknya yang tak berguna itu. Kenant sudah

☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️

Kalau mau lebih cepat ke KBM ya. Di sini slow update

my idiot boysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang