💛 Happy Reading 💛
Matahari berada di atas kepala, menyinari Seul-gi yang sedang memandangi pedang sabel yang berlumuran darah dan seseorang yang tergeletak di tanah halaman belakang rumahnya. Ia mencoba menyentuh tumbuhan yang ada di sekitarnya, dan seperti biasa ... tumbuhan itu menjadi abu.
Aneh, padahal Seul-gi sudah menghilangkan nyawa Yu-hyeon—orang yang menyebabkan dirinya dikutuk—tapi kenapa kutukannya belum hilang juga?
Seul-gi sedikit kesal, ia pun segera menyeret tubuh Yu-hyeon ke halaman depan. Sudah ada karung untuk menutupi kepala dan tali yang panjang di sana, Seul-gi berniat menggantungkan tubuh Yu-hyeon di pohon. Kenapa tidak dikubur? Karena ada dua alasan yang Seul-gi buat. Pertama, ia ingin dendamnya benar-benar terbalaskan. Kedua, tubuh Yu-hyeon digunakan untuk peringatan kepada orang lain agar tidak mendekati rumah Seul-gi.
Setelah lama berkutat dengan karung dan tali, akhirnya Seul-gi berhasil menggantungkan tubuh Yu-hyeon di pohon yang cukup besar. Entah kenapa saat Seul-gi menyentuh pohon tersebut, pohon itu tidak berubah menjadi abu. Seul-gi sedikit terheran karena itu.
Seul-gi pun duduk bersandar pada pohon tersebut sambil memandangi tiga patung yang berada tak jauh dari pohon.
Tiga patung manusia yang pernah hidup sama seperti manusia pada umumnya, tapi mereka berakhir menjadi patung setelah bertemu Seul-gi.
"Terimalah akibatnya. Padahal aku sudah memberikan palang peringatan, tapi kalian mengacuhkannya."
Tiba-tiba Luna terbang menghampirinya, dan seketika berubah menjadi manusia berjubah hitam. Seul-gi sangat terkejut dengan perubahan itu.
"K-Kau ... manusia?!"
Orang itu berbalik dan menatap Seul-gi dengan senyuman. Sudah lama sekali Seul-gi tidak melihat wajah itu.
"Akhirnya aku bisa menunjukkan diriku yang sebenarnya," ucap orang itu.
Seul-gi langsung berdiri, kemudian menatap heran orang itu. "Jessica Kim? Bagaimana bisa kau—"
"Akan kujelaskan nanti, ayo masuk ke dalam."
🦉🦉🦉
"Ya! Berhenti dulu, aku lelah!" seru Tae-hyung meletakkan tasnya di tanah.
Ji-min dan Jung-kook pun mengiyakannya. Mereka beristirahat di tempat yang naung setelah dua jam berkeliling.
"Kau yakin di daerah sini ada rumah, hyung?" tanya Jung-kook pada Ji-min, "dari tadi kita keliling, tapi yang kita temui hanya pepohonan saja."
"Entahlah, aku sebenarnya tidak yakin juga. Namun, istri Pak Han memberikan arahan yang rasanya bisa dipercaya," jawab Ji-min menyantap kudapan yang disiapkan ibunya sebelumnya.
"Kalau begitu aku akan melihat ke arah sana, siapa tahu tujuan kita sudah dekat."
Jung-kook berdiri dan mulai berjalan menuju tenggara tanpa makan atau minum dahulu.
"Hei, bocah tengik! Kau tidak makan dulu?" seru Tae-hyung.
Dengan wajah sombong, Jung-kook menjawab, "Bocah tengik ini kuat! Tidak seperti kau yang sudah tua dan mudah kelelahan!"
Tae-hyung hampir tersedak roti. Ia melototi Jung-kook tidak terima diejek seperti itu.
"Sialan," desisnya, "lihatlah, Ji-min! Dia mengejekku."
"Baguslah, didikanku diterapkan oleh Jung-kook," kekeh Ji-min.
Tae-hyung tidak bisa berkata apa-apa. Duo J itu benar-benar menguji kesabarannya. Dengan kesal, ia menyantap sisa rotinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HEART BLOOMS ✓
Fiksi Penggemar"Kau ... tidak takut kepadaku?" tanya gadis itu bersembunyi di balik gorden. "Tidak," jawab si pemuda dengan mantap. . . Cover credit. - Picture ctto, I took it from Pinterest. - Edit by me used Ibis Paint X, Phonto, and Polarr. © baeadoraa, 2022