KN.0

4.9K 616 99
                                    

Sorry for typo(s)

Berkisah tentang duda tampan berbuntut satu yang tinggal di daerah Bogor, lebih tepatnya Kabupaten Gunung Putri itu memiliki kehidupan berwarna bersama putra semata wayangnya. Meski berada di rumah kontrakan yang hanya memiliki tiga petak ruangan, alhamdulillah kamar mandi di dalam meski sempit hanya cukup satu orang. Jeffriyan Jamal, nama pria berusia 32 tahun tersebut bukan merupakan seorang pekerja kantoran yang memakai kemeja rapi dan sepatu fantofel mengkilap. Namun, jam terbang kerjanya sudah sampai ke luar kota dan menyimpan segudang cerita dari orang-orang sebagai bentuk pelajaran hidup.


Selama kurang lebih 10 tahun merantau di kota Hujan ini, Jeffriyan yang pertama kali hanya menjadi seorang sales kaos kaki dari suatu merk sudah naik pangkat menjadi supervisor di kantor sehingga berkuranglah ia pergi keluar kota apalagi ketika sudah memiliki anak. Usia si kecil baru lima tahun, menyewa babysitter sudah dilakukan di mana merupakan tetangga sendiri yang bersedia menemani sang buah hati.

Sejarah lelaki itu menjadi seorang duda, bagi orang-orang yang mendengar cukup memprihatinkan. Wajahnya sungguh tampan, penampilan bersih, bertanggung jawab, sopan santun, dan memiliki hati yang baik. Namun, ternyata satu-satunya wanita yang sudah diniatkan menjadi jodoh dan diikat dalam hubungan sakral tersebut merasa belum puas akan kelebihan Jeffriyan.

Banyak orang tua mengatakan, untuk wanita diuji ketika laki-laki tidak memiliki apa-apa sementara laki-laki sedang diuji jika memiliki harta berlimpah.


"Istrinya ke mana, Bang?"

"Nggak tahu, pulang reuni SMA sama mantan nggak balik-balik."

Dark jokes yang terlontar dari mulutnya sendiri itu sebagai bentuk kalau galau tidak membuat tagihan listrik, air, dan uang kontrakan menjadi lunas. Alias, Jeffriyan harus bangkit untuk membesarkan putra semata wayangnya.


Namanya Jeananda Putra Jamal, dibacanya Ji-Nanda. Awas salah, bisa mendapat omelan menggemaskan dari si kecil yang memiliki nama panggilan Nana.


"Dek Nana, mie gelasnya berapa?"

"Tiga!"

"Rasanya?"

"Ayam buang, Papi!"

"Bawang!"

"Iyah itu."




Papi dan Dek Nana, mereka memanggilnya masing-masing seperti itu.


"Rumah ngontrak juga panggilannya mewah amat."

"Om belisik, nggak pelnah ngasih uang ke Nana enggak usah ajak omong sama Nana."


Jeffriyan hanya bertepuk tangan mendengarkan sahutan dari sang anak. Tidak ada yang jahat kok, buktinya bapak-bapak yang nongkrong di warung kopi di sana tertawa mendengarnya. Jeananda itu dikenal anak yang ramah, tetapi jangan sok akrab juga. Hati-hati mulutnya setara dengan ocehan Ibu-Ibu Asia.


Akibat seringnya ditinggal oleh Jeffriyan, si kecil lebih banyak menghabiskan waktu bersama para tetangga, tetapi Jeananda tetap tidak hapal mereka juga.


Sore menjelang maghrib, lelaki itu sampai di rumah dan menemukan putranya tengah bermain mobil remot di depan televisi yang mati sementara Kak Ria tengah membaca sebuah novel bersandar pada dinding dan beralaskan guling.

"Papi!"

"Assalamualaikum, Dedek."

"Walaikumsalam! Janan lupa like, komen, dan subsblek!"



Keluarga Numpang [Lokal]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang