Sorry for typo(s)
Sabtu sore, si kakek memberi tiket dadakan bertamsya ke Jurug. Untung saja ibu-ibu di rumah belum belanja untuk memasak esok hari, sehingga tidak kena omelan. Piknik berkeluarga ini sudah lama sekali tidak dirasakan oleh Jeffriyan semenjak merantau. Bisa pulang setahun satu kali saja sudah bersyukur.
Si kecil Jeananda tertarik mengunjungi, apalagi ketika ia diajak oleh Tante dan Om untuk membeli snack sebagai teman perjalanan di sana nanti.
"Tapi, yang... Kan cuman lima menit aja dari rumah. Kenapa jajannya banyak banget gini?" tanya Januari pada istrinya. Dua keranjang, makanan dan minuman secara terpisah.
Bukan sang istri melainkan putranya menyahut, "Makanan di sana mahal-mahal, Pa."
Aduh, tempat nongkrongnya Jeffriyan zaman SMP dulu dan sering kali rela turun di sana untuk menemani mbak crush jalan ke gang rumah sekitar. Iya, hanya lima menit perjalanan menggunakan motor atau mobil dari rumah ke Taman Wisata Kebun Binatang Jurug. Belum lagi hanya membeli minuman air putih bisa dua kali lipat dari harga pasaran.
Tak hanya snack, Niya dan Januari membawa Sean serta Jeananda ke toko sepatu sebagai hadiah selamat datang dan tinggal bersama.
"Ini toko udah ada pas Mami kecil loh!" cerita beliau sembari menggandeng anak dan keponakannya di sisi masing-masing. Dari belakang Januari baru mengunci mobil kemudian berlari menyusul mereka.
"Belalti sangat tua yah, Te?" sahut Jeananda dengan polos.
Niya mendelik ke samping kiri dengan bibir mencebik. "Dek, jangan nyebelin kayak Papi kamu lah."
Si kecil terkekeh pelan sembari menggelengkan kepala. "Coalnya, Dek Nana itu anaknya Papi. Kacian Papi kalau nyebelin cendili."
Toko langganan tersebut terbagi menjadi dua lantai, di bawah bagian pakaian sementara di atas adalah sepatu, tas, serta alat tulis. Sean yang sudah hapal memilih naik sendiri dengan gayanya, Niya tertawa kecil kala melihat Jeananda yang mengikuti putra kecilnya.
Sesampainya di atas, si kecil Jamal itu berdecak kagum. Pasalnya ia baru ini berkunjung ke toko besar untuk berbelanja. Jeffriyan selama di kota besar hanya mengandalkan memesan lewat aplikasi kemudian seminggu dua kali, Jeananda mendengar seseorang berteriak, "Pakeeet!" di depan rumah kontrakannya.
"Nunu pingin sepatu hadiah mainan, Pa!" ujar Sean sembari memeluk kaki sang ayah.
Manik bulat Jeananda, ia mendekat pada sang sepupu dengan tatapan penasaran. "Ada mainan?"
Sean mengangguk antusias juga. "Mobil bolak-balik!"
Jawaban tersebut membuat yang paling muda mengerucutkan bibir. Ia mendengkus sembari melipat kedua tangan di dada. "Kok ndak ada gitcu ngeng ngeng telbang? Yang keyen gitcu lhoo!" omelnya dramatis.
Di belakang, Niya memutar bola mata sementara Januari hanya tertawa menanggapi. Ponsel yang dipegang oleh sang istri dimasukkan kembali dalam sling bag-nya. "Papimu mau nyusul, Dek," ucap mereka bersama.
Raut wajah bahagia tergambar di sana, Jeananda langsung bergerak menuju ke tangga kembali. Di mana langsung dicegah oleh Januari sembari digendong. "Jangan lari begitu, nunggu di sofa sana sama Om dan Tante ya?"
"Kalian sama Om dulu, Mami mau lihat-lihat," ucap Niya sembari berlalu menuju ke rak sandal wanita.
"Apalane ngunu... Mami ndelok-ndelok tapi ra tumbas," cibir putranya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Keluarga Numpang [Lokal]
Fanfictionadalah menceritakan kehidupan Papi dan putra kesayangannya. "Salamnya mana, Dek?" "Jangan lupa like, komen, dan subscribe!" "Pinter, i love you." "Lobe you too, Papi!" ©piyelur, Juni 2022.