KN.5

1.8K 318 39
                                    

Sorry for typo(s)



Jeffriyan baru sadar beberapa tahun setelah pernikahannya hancur, ternyata selama ini memang hanya dirinya yang memikirkan putra semata wayangnya tersebut. Entah dari mana perubahan sang istri itu berasal, tetapi yang bisa dipastikan memang ada rasa kurang puas terhadap keadaan ekonomi yang ada. Bekerja sampai larut malam pun, lelaki itu juga melakukan pekerjaan rumah yang tersisa. Beberapa piring kotor serta gelas di berbagai sudut dicuci olehnya, pakaian yang sudah dikeringkan lewat mesin ternyata lupa untuk dijemur juga telah ia selesaikan. Tidak ada kata mengeluh karena saat ia memejamkan mata, ada sebuah lengan mungil yang menepuk dadanya pelan.



"Pa...."


Terbiasa merawat Jeananda dari kecil, duda tampan yang memiliki dempil pada masing-masing pipinya itu merasa bahwa sang buah hati memang copy-paste-nya. Dari sifat, tingkah laku, bahkan wajah diwarisi oleh si kecil.


"Papi!"


"Oi!"


"Dek Nana mau mandi!"


"Ya udah, lepas bajunya atuh."


Bersandar pada kulkas satu pintu, Jeffriyan memperhatikan bagaimana putranya tengah berusaha melepas pakaian. Pada bagian baju, di mana kain itu sudah berada di atas kepala tetapi tersangkut di leher membuat Jeananda merintih sembari memutar-mutar tubuhnya. Sang ayah tertawa, puas melihat buah hatinya berjuang.



"Nyungsep kamu entar," ujar Jeffriyan sembari menarik baju anaknya. Surai tipis si kecil berantakan dengan ekspresi wajah nampak lega setelah dibantu ayahnya. "Keramas ya, Dek?"



Sembari berlari kecil menuju kamar mandi dengan tubuh telanjang bulat, Jeananda mengangkat kedua tangan. "Okioki!" sahutnya.



Kegiatan mandi ini harus dipantau oleh Jeffriyan. Si kecil ini bisa pandai berbohong saat ditanya sudah sikat gigi, sabunan, atau belum. Tangan mungilnya itu kapan saja bisa masuk ke dalam bak dan bermain air sepuasnya di sana. Pengalaman saat masih merantau dulu.


Sehingga sekarang, kedua tangan Jeffriyan yang sudah berbusa banyak memijat kepala buah hatinya sementara Jeananda bersenandung sembari menggosok gigi.



"Merem, Dek."


Si kecil menurut, meski mata terpejam tetapi bibirnya memekik heboh kala air mengguyur dari atas kepala.


"Sabunan sendiri ya?"


"Iyah."


Masih berdiri di ambang pintu kamar mandi, Jeffriyan mengintruksi bagian-bagian mana yang harus dibersihkan oleh sang buah hati. Kadang kala, sabun batang itu terjatuh beberapa kali sampai bentuknya tidak karuan. Masalahnya, kalau pakai jenis cair anak itu akan sibuk memencet begitu banyak sabun di sana.



"Papi!" panggil si kecil, masih dalam keadaan seluruh tubuhnya penuh busa. Jeffriyan berdeham menjawab si kecil. "Sabunnya jatuh."



"Alhamdulillah Papi masih bisa lihat, Nak," sarkas sang ayah. Sedikit gemas atas aduan anaknya.



"Nda gitu!" sentak si kecil. Sabunnya diangkat dengan kedua tangan. "Sabun kalo jatuh itu kotol apa masi belsih, Papi? Kan di bawah buat pipis banyak-banyak tadi!"



Raut wajah Jeffriyan berubah drastis menjadi datar. Ia menatap Jeananda yang melongo sedang menunggu jawaban.



"Y-ya ter-tergantung jatuhnya di mana, Dek. Kalau depan rumah kena eek-nya mpus ya kotor," jawabnya dengan sok cool.



Keluarga Numpang [Lokal]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang