Samudera untuk Derra

38 18 81
                                    

"Hati hendak pergi bernostalgia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Hati hendak pergi bernostalgia. Namun, harus rela kembali karena takdir tak sudi memutar kisah yang sama."

☔︎☔︎☔︎

Bau petrikor tercium begitu pekat, membuat suasana terasa damai dan udara pun menjadi sejuk setelahnya. Sejenak, dia bisa melupakan segala hal yang terjadi. Segala hal yang membuatnya harus rela terbangun di tengah malam. Tatapannya terfokus pada ranting pohon tepat di luar jendela kamarnya.

"Apa pelangi setelah hujan itu ada?" ucapnya.

Mengingat segala hal yang selalu terjadi di luar apa yang diinginkan cukup satu, yaitu hidup bahagia. Namun, rasanya kebahagiaan tidak pernah berpihak padanya.

"Derra!" teriak seseorang di luar kamar hingga membuatnya terkejut.

"Derra! Buka!" Dengan tidak sabar seseorang terus berteriak sambil menggedor pintu kamarnya.

Derra langsung menyibak selimutnya dan bergegas membuka pintu. Dapat ia lihat tatapan sengit sang ayah dengan mulut yang masih mengatup tanpa berkata sepatah kata pun.

"Ke-kenapa, Yah?" Dengan gugup Derra memberanikan diri untuk membuka suara.

Bukannya jawaban yang Derra dapatkan, melainkan rasa panas langsung menjalar memenuhi pipi kanannya. Satu tamparan yang keras ia dapatkan dari tangan sang ayah.

Derra sudah tidak lagi heran akan apa yang sering dirinya rasakan. Satu tamparan bukan lagi hal yang baru dalam hidupnya, bahkan lebih dari ini pun Derra pernah mengalaminya.

"Ada ap-" Belum sempat Derra melanjutkan pertanyaannya. Namun, bentakan dari sang ayah berhasil membuatnya paham akan masalahnya kali ini.

"NILAI 95 MASIH BELUM SEMPURNA, DERRA!"

Lagi-lagi masalahnya hanya karena nilai ujian yang kurang dari 100 itu membuat ayahnya tega membentak bahkan menamparnya. Padahal Derra sudah belajar dengan keras selama ini, tetapi bagi sang ayah semua belum cukup jika Derra tak bisa mencapai nilai yang sempurna.

"Jika di ujian selanjutnya nilaimu tidak naik, jangan harap kau bisa bertemu dengan ibu bodohmu itu!"

Satu hentakan keras pada pintu terdengar bersamaan dengan hilangnya sang ayah dari pandangan Derra.

"Ayo, Derra! Mendapatkan nilai 100 tidak sesusah itu, kok!" monolog Derra sembari kembali bermanja dengan kasurnya.

Kalau sakitnya bisa berbicara, mungkin hidup Derra hanya akan diselimuti dengan rintihan setiap hari. Kasih sang ayah yang hilang entah sejak kapan, lalu terpisah dari sang ibu akibat rusaknya rumah tangga, bagaimana bisa ia dikatakan anak yang bahagia?

Kumpulan Cerita BersambungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang