Bab 2. Sembilan Tahun

21 7 17
                                    


[Biar saja semampuku menjelaskan dan semampumu mengerti, mengenai rasa yang selama ini tersembunyi]

“Karena itu, izinkan aku buat nemenin kamu mencapai versi cantik yang lebih baik"

Hiza Lanara, gadis kelas dua SMK ini berdiri ditengah lapangan sambil mengamati orang-orang yang berlalu-lalang dengan seragam putih abu-abu, seperti dirinya.

Masih segar rasanya ingatan dua tahun lalu, ketika ia datang kesekolah ini untuk verifikasi berkas pendaftaran pengurus OSIS, saat itu ia salah masuk ruangan, saking tidak tahunya denah sekolah sendiri.

Hari ini setelah beberapa penantian yang tertunda, akhirnya sekolah mendapat izin untuk mengadakan perayaan untuk kelas 12 yang sudah melaksanakan Uji Kompetensi Keahlian sekaligus pemilihan putra putri favorit.

“Hizaa!”

Ah, suara ini. Hiza membalikkan badannya, menatap malas seorang gadis pendek yang berlari-lari kecil menuju kearahnya.

“Halo ayaang”

“Rena stres”

Jika disandingkan, Rena dan Hiza ini sama-sama memiliki tubuh yang tambun. Hanya saja, Rena jauh lebih pendek dari Hiza.

“Lo tuh stres” Rena mendelikkan matanya, “Gue chatt ga dibales, gue telpon ga diagkat. Kalut lo? Ngapain aja kemaren di UKS sama Zidan?”

“Suttt!” Hiza menyomot bibir Rena, “Cuma gue yang boleh manggil Zidan, lo panggil aja Arka”

“Jangan sok posesif, inget lo bukan siapa-siapanya”. Memang begini, fungsi lain dari seorang teman adalah menyadarkan pada kenyataan.

“Serah, karepmu”

Hiza mulai melangkahan kakinya, sementara Rena mengekor dibelakang.

“Za”

Satu dua senyuman terpampang dibibir Hiza ketika ia disapa beberapa orang yang mengenalinya. Meski anggota OSIS juga ketua eskul bahasa, Hiza ini memang tidak famous. Karena lebih suka beraksi dibelakang panggung.

“Zaa”

“Hiza!”

“Hiza! jahe janda herang buahenol!”

“Rena sialan! Shut up!”

Rena memamerkan senyuman paksanya. “Abisnya lo dipanggil juga”

“Mau apa sih?”

“Jelasin kemaren lo sama Arka ngapain aja”

“Kepo” jawab Hiza, melanjutkan langkahnya. Lagi-lagi Rena menyusul.

“Curiga gue, lo ehem-ehem?”

TLAKK

Rena meringis ketika mendapat sentilan pada keningnya. Untung saja ia sudah biasa dengan kekerasan ini.

“Cepet ceritaa”

“Zidan bilang, dia pengen punya pacar kayak gue—“

“MWHOHOHO HUAAA AKHIRNYAA!” seketika mereka berdua menjadi sorotan siswa siswi disekitarnya.

“Sutttss Rena!”

Hiza berusaha mengontrol Rena dengan menutup mulut gadis itu. Memang Hiza yang salah, sudah tahu punya teman mulut lemes juga bertenggorokan super, tapi malah bercerita disembarang tempat.

“Sini-sini” Hiza menarik Rena menuju kelasnya.

Setelah didalam kelas dan memastikan Rena sudah dalam keadaan tenang, barulah Hiza memulai cerita dengan suara berbisik.

LITOST Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang