Bab. 3 Pasangan Favorit

14 2 0
                                    

[ Meski suatu saat kamu merasa sakit karena sebuah kehilangan. Teruslah berpegangan pada waktu, bukankah tak ada obat yang sebaik dia? ]

Lapangan Sekolah Menengah Kejuruan terlihat ramai oleh para siswa-siswi yang akan merayakan pemilihan putra putri favorit sekolah malam ini. Semua orang memakai baju serba hitam, sesuai dengan trand yang akhir-akhir ini merajalela dimedia social.

Sementara itu, motor Arka baru saja memasuki tempat parkir. Dibelakangnya, duduk seorang gadis yang tak lain adalah Hiza Lanara.

Wajah Hiza tampak merah padam, menahan salah tingkah selama diperjalanan.

Ia kembali mengingat kejadian dirumah tadi, ketika Arka Zaidan meminta izin kepada orang tuanya.

*

Adzan maghrib sudah berkumandang sejak beberapa menit lalu. Setelah melaksanakan kewajibannya, Hiza menunggu gelisah didalam kamar.

Sudah telat, pikirnya. Tetapi Arka masih belum tiba. Gadis itu menggenggam handphonenya, telpon atau tidak? Begitu katanya dalam hati.

Tetapi jika dipikirkan lagi, kenapa Hiza sebegitu tak tenangnya. Ah, mungkin karena Arka yang ia tunggu, pemuda yang selama sembilan tahun ini juga ia tunggu. Lagipula kalaupun tidak datang, tadi siang Hiza sudah izin tidak ikut kepada Evan.

Jadi tak apa, Hiza tak akan menunggu.

Baru saja gadis itu merebahkan tubuhnya. Terdengar suara ketukan dipintu kamarnya.

“Kak, kakak! Hiza!” Sarah, mama Hiza menyembulkan sebagian kepalanya.

“Mas Arka udah nungguin tuh, jangan lama-lama dandannya”

WTF?!

“Bener mah?!”

Sarah hanya menggangguk sambil kembali menutup pintu.

Hiza segera berdiri, mengganti baju tidurnya dengan celana baggy panjang dan kaos hitam bertuliskan OSISSMK. Sedikit ia oleskan pelembab wajah dan liptint, membenarkan tali rambutnya. Setelah memastikan semua sudah oke, barulah ia meninggalkan kamar, tak lupa menyambet hoodie yang tergantung dibalik pintu kamarnya.

Hal pertama yang membuat Hiza salah tingkah malam ini adalah, ketika melihat Arka dan ayahnya duduk sambil berbincang-bincang, sungguh pemandangan yang sangat indah.

“Udah siap Za?” tanya Arka setelah menyadari kehadiran Hiza. Sementara gadis itu hanya mengangguk sebagai jawaban, bersuara saja ia tak mampu.

“Om, kita pergi dulu ya” pamit Arka sambil menyalami ayah Hiza.

Andre mengangguk “Hati-hati, pulang tepat waktu. Om titip Hiza”

Sudah tidak diragukan jika orang tua Hiza bisa mempercayai Arka, pertama karena mereka bertetangga. Kedua karena Arka adalah putra dari teman Andre, ayah Hiza.

“Iya om, aman. Kan Arka yang jagain”
Tak bisa dikendalikan, tangan Hiza memegang dadanya yang terasa sesak, terlalu bahagia. Sepertinya jantung Hiza sedang ikut trand jedag-jedug didalam sana.

LITOST Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang