Bab. 4 Dear Z

5 2 0
                                    


[ Tolong jangan pergi, meski tanpamu aku takkan mati ]



Hari semakin larut, jarum pendek pada jam tangan milik Hiza menunjuk angka sebelas tepat. Hiza menyeka keringatnya, cukup melelahkan mendata konsumsi, daftar hadir, dan berbagai alat yang digunakan untuk kegiatan malam ini. Tapi bagaimana pun, ini sudah tugasnya karena menjadi sekretaris.

Suara tepuk tangan menarik perhatian Hiza, gadis itu yang lagi-lagi sedang duduk menjauh dari kerumunan dapat melihat dengan jelas siapa yang kali ini sedang berada diatas panggung sana.

Dari balik kacamatanya, Hiza melihat Arka Zaidan sedang memegang sebuah gitar. Tak sendiri, disana Arka ditemani seorang pemuda dan dua orang gadis yang sudah pasti Hiza kenali.

Yassar dan Ayana, satu sekolah rasanya sudah tidak asing dengan kedua nama ini. Dua orang paling terkenal, yang satu cantik, pintar, rajin, yang satu juga tampan, tapi sedikit pemberontak juga dikenal sadis.

Dan yang terakhir, seorang gadis dengan dress selutut berwarna putih, kontras dengan dresscode malam ini. Rambutnya diikat sebagian, tak kalah cantik dengan Ayana, gadis itu segera mengambil posisi didepan sebuah piano yang berada disamping Arka.

“Clarissa! Arka! Clarissa! Arka!”

“ANJIIRR THE NEXT COUPLES GOALS GUE”

“ARKA MUNDUR, GANTENGMU BERLEBIHAN”

“ARKA AKU PADAMU”

“NENG RISSA, AA DIDIEU”

Para penonton meneriakkan idolanya masing-masing, meski dominan suara perempuan yang menerikkan nama Arka, tetapi ada juga suara laki-laki yang menggoda Clarissa.

Ayana dan Clarissa begitu anggun, dua bersaudara ini mampu membuat iri gadis-gadis lain tak terkecuali Hiza.

Hiza mengambil handphone dari saku celananya, mengamati wajahnya yang berminyak karena terlalu banyak bergerak.

Menyebalkannya lagi, ia kini sedang duduk sendirian dibawah pohon mangga, terhalang sedikitnya lima belas meter dari kemumunan orang dibawah panggung. Sementara Rena, entahlah. Gadis itu mungkin masih asik berpacaran dengan sang kekasih.

Jemari Arka mulai memetik senar gitar, disampingnya Clarissa juga mulai memainkan piano. Sementara Ayana dan Yassar berdiri saling behadapan ditengah panggung.

Entah bagaimana konsepnya, tetapi para penonton juga sudah siap dengan pasangannya masing-masing.

Berdansa, sementara penonton yang tidak punya pasangan ataupun tidak ingin ikut berdansa segera menepi.

“Not sure if you know this. But when we first met, I got so nervous, I couldn’t speak”

Hiza tertegun, apa ini? Mengapa Arka memandang Clarissa dengan sorot mata yang seperti itu. Sorot mata yang Hiza nantikan akan mengarah pada dirinya, ternyata lebih dulu didapatkan gadis lain.

“In that very moment, I found the one and, my life had found its missing piece”

Bukan setahun dua tahun, Hiza mengenal Arka Zaidan lebih dari sembilan tahun. Tatapan Arka, gesture tubuh serta suara pemuda itu sudah sangat Hiza kenali.

Dan sekarang, Hiza sadar betul bahwa Arka menaruh hati pada Clarissa.

“So as long as I live, I love you will have and hold you. You look so beautiful in white”

Tapi kenapa harus Clarissa, mengapa harus gadis itu. Mengapa harus gadis yang sama, gadis yang selalu menjadi nomor satu karena kecantikannya, gadis yang selalu membuat iri Hiza karena kecerdasannya, juga gadis yang membuat Hiza tak masuk kelas selama satu minggu hanya karena sebuah buku tulis.

LITOST Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang