Setelah kejadian kotoran burung itu, aku sudah tidak bisa mengalihkan pikiranku lagi darinya. Si cowok yang benar-benar seperti muncul dari buku novel.
Setelah mengacaukan konsentrasiku sepanjang pelajaran disekolah, malam ini aku bertekad mencari tahu tentang dirinya.
Keuntungan lahir di zaman semaju ini, thanks to internet, tidak sulit untuk mencari tahu tentang dirinya.
Berjam-jam telah terlewat namun aku masih larut memandangi foto-foto unggahannya di sosial media.
Beruntungnya aku, karena dia tidak membuat akun pribadinya dalam mode privasi.
Cowok itu bernama Nikolas White. Ia berdarah campuran, Ibunya adalah warga lokal dan ayahnya berasal dari sebuah negara di benua Eropa sana.
Dia memiliki kulit putih pucat dan postur badan yang bagus. Matanya cokelat terang, senada dengan warna rambutnya yang berkilau ketika diterpa cahaya matahari.
Garis wajahnya sempurna, hidungnya bangir dan alis matanya tebal. Bintik-bintik frekel diwajahnya yang menambah kesan seksi itu tak luput dari perhatianku.
Dia tidak terlalu aktif di sosmed, namun jelas bahwa cowok ini sangat populer. Jumlah pengikutnya di dunia maya itu membuatku menganga terkejut.
Aku mengambil topi miliknya dari atas meja belajarku dan sekonyong-konyong rasa semangat untuk menemuinya lagi merayapi hatiku.
Terkesan terlalu memaksa memang, tapi aku sudah tidak peduli. Aku telah bertekad untuk menemuinya besok pagi.
.
.
.Untuk yang pertama kalinya aku datang ke sekolah sepagi ini. aku menguncir rambutku dengan gaya ponytail dengan rapi serta mengenakan parfum terbaik yang kupunya.
Sekolah masih lenggang, aku berjalan melewati kolam kecil dimana ikan-ikan hias berwarna terang sedang berenang-renang didalamnya.
Aku berhenti sebentar untuk menaburkan segenggam pelet ikan yang aku tau selalu disembunyikan oleh penjaga sekolah dibalik pot bunga besar disamping kolam.
Kemudian aku berjalan lagi, melewati pohon-pohon rindang yang berjejer rapi disepanjang jalan menuju lobby sekolah.
Hawa pagi ini sejuk, membuat suasana hatiku menjadi baik. Hatiku terasa ringan, dan aku merasa ini adalah momen yang baik untuk menjumpainya.
Karena aku tidak tau persis dimana kelasnya berada, aku memutuskan untuk menunggunya di lobby sekolah, sebab itu adalah satu-satunya akses setiap siswa dari semua jurusan untuk masuk.
Aku berdiri di depan pintu lobby sembari mendekap topi miliknya. Aroma segar yang tidak dapat kudeskripsikan menempel disana, itu membuatku memutuskan untuk tidak mencucinya.
Aku menunggu sekitar 20 menit sambil mengamati orang-orang yang melewati lobby hingga akhirnya sesosok pria tinggi yang mengenakan ransel hitam nampak berjalan santai tanpa memedulikan sekitarnya.
Dia datang! Aku bergirang dalam hati.
Aku mengamatinya dari kejauhan. Postur tinggi tegapnya itu membuatnya menonjol ditengah keramaian. Dia melangkah seperti seorang model yang sedang berjalan diatas catwalk, dengan menunduk memandangi layar ponselnya.
Rambutnya jatuh diatas jidat yang sesekali disisirnya kebelakang dengan tangan hingga dahi indahnya terekspos.
Debaran dalam dadaku semakin meningkat seiring dengan langkah yang diambilnya untuk mendekat kearahku.
"Ni-Nikolas!" Aku memberanikan diri menyebut namanya dengan lantang ketika ia telah sangat dekat.
Ia menoleh kearah kirinya, tempatku berada. Ada ekspresi terkejut yang terlintas diwajahnya sekilas, namun ia berhasil mengontrolnya dan kembali menampilkan wajah datar.
KAMU SEDANG MEMBACA
10 Reasons Not To Fall In Love With A Non-Fiction Guy
Novela Juvenil(cie yg nungguin project ini :p)