۪۫❁ཻུ۪۪┊Hari pertama

264 19 5
                                    

╔═════════════════╗

"Tak ada yang salah dalam dirimu, hanya saja aku yang terlalu bodoh untuk menyadari perasaan ini."

╚═════════════════╝
.
.

.
🪷

Tetap terpuruk dan tak ada niat tuk bangkit kembali, bukanlah sifat dari Bintang, ia merupakan sosok kuat yang dibesarkan oleh tekanan kehidupan sehingga mau tak mau, ia juga diajarkan untuk tetap bertahan walau rintang selalu menghadang.

"Yaa, Cia cendili lagi,"

"Cia enggak sendiri, kok, kan kakak nanti main kesini,"

"Iya, tapi tetap aja, Cia kesepian,"

Mengusak kedua pipi gembul. "Ya sudah, nanti Cia kalau gak punya temen, boleh telpon kakak, kok," ucapnya lembut.

"Benelan?"

"Iya sayang,"

"Ihh, makasih kakak cantik, muachh!" Mengecup singkat pipi kanan Bintang yang tengah menyamakan dirinya dengan bocah kecil itu.

***

Obsidiannya menatap sendu pada gerbang hitam yang membentang luas dari ujung timur hingga barat, yang menjadi batas area sekolah dan jalan raya.

Mata indahnya seakan menteskan air mata, namun tak ada yang keluar dari sana, bibirnya kelu, hanya untuk mengucap sepatah kata.

"Bintang?" Tubuh yang kini semakin sexy bagi cowok seukuran Bintang, membalikkan badan, menengok kearah si pemanggil nama.

Dari sisi lain, cowok dengan kedua teman gadisnya berlarian. "Ini beneran Bintang?" Tanyanya saat berada tepat di depan Bintang.

"Iya," jawab Bintang singkat, bukan tak suka atau malas berbicara, hanya saja, dia terlalu keras memikirkan nasibnya saat menapakkan kaki ditempat harga dirinya sirna.

Temannya hampir sama menangis. "Hiks... g-gue gak bisa, huwaaaaa!! Bintang balik, lagi," pekiknya keras, serta air mata yang terus berjatuhan dari kedua mata indah miliknya.

"Hey? Why are you crying?" Bintang segera merengkuh tubuh sahabatnya ini.

"Ya gue, nangis karena lo balik, lah, bego!" Ia mempererat pelukannya.  "Gue tuh kangen sama lo, tapi gue gak tau lo dimana," bahagia rasanya, saat ia bisa melihat Bintang saat ini.

Keduanya mengabaikan pria dewasa yang berada tak jauh dari sekitar posisi. "Lupakan saja aku," menggerutu diam dalam hatinya.

Sahabatnya -Gibran- terus mencercanya dengan berbagai jenis kalimat. Sedangkan dua gadis yang merupakan sahabatnya, cukup bergeming, dan tak lepas dari rasa syukur.

"Tau gak sih, selama lo nggak ada di kampus, selama itu juga, kita bertiga gak pernah keluar kelas sama sekali, kalau mau beli jajan, pastinya nitip, atau nggak, kita bawa sendiri dari rumah,"

Bintang tersenyum culas, jangan tanyakan bagaimana kepribadian mereka semua; sama saja! Sama-sama suka dengan sebuah hal yang berbau 'makanan' tak akan pernah dilewatkan.

"Jangan lewatkan jam pertama kalian, jika tidak ingin mengulang 1 semester lagi," tegas pria dewasa, yang sedari tadi bergeming, memperhatikan manik indah miliknya.

Maka, ketiga temannya terkejut, membelalakan mata tak percaya, pada sang pembicara, bukan lain adalah dosen utama di tempat mereka menimba kata.

Gugup.

Berkelu,

Dan tergugu.

Tak bisa berucap dengan benar, layaknya anak 1 tahun. Terkecuali Bintang, lelaki sempurna itu hanya menatap sengit, pada si pria dewasa yang dengan seenak hatinya merusak suasana hangat diantara dia dan temannya.

Batinnya bergumam. "Lihat saja pak tua, aku akan merusak harimu, sebagai gantinya,"

***

Riuh angin berselang dengan suara burung camar dari hutan sisi barat perkotaan, hiruk pikuk kota yang menjadi pusat perhatian seluruh insan.

"Kerjakan semuanya dengan baik, aku tidak ingin satu kesalahan pun, yang terjadi,"

"Baik, tuan," tunduk beberapa orang yang berjalan di belakangnya.

Sosok tinggi, berparas tampan, rahang tegas, manik mata tajam bak elang, tubuh kekar, serta otot-otot yang terbentuk elok pada tubuh atletisnya.

Sukses membuat dirinya diambang kesempurnaan, ditambah dengan kekayaan yang tiada habisnya. Alangkah sempurna, hidup pria atletis itu.

Mendudukkan dirinya di kursi kebanggaan, selama ia menjabat sebagai pemilik perusahaan. "Masuk," perintahnya, kala mendengar suara pintu terketuk 3 kali berturut-turut.

"Apa yang ingin kau bicarakan, Biantara?" sambutnya dengan sebuah kalimat tanpa basa-basi.

Maka, pria dengan porsi tubuh lebih kecil daripada pria atletis itu, dengan rambut ash-blonde yang menambah kadar ketampanannya, segera berbicara. "Aku hanya ingin agar kita segera mencari keberadaan barang berharga milik keluarga Rajendra." Ungkapnya terus terang.

Pria atletis di depannya menyeringai puas, ternyata, masih ada yang ingat dengan 'manik berharga' milik keluarganya itu.

"Ku kira, kau lupa dengannya, adik kecil!"

Nada suara yang terkesan meremehkan, cukup besar pengaruhnya dalam memicu amarah pria ash-blonde itu.

"Jangan memanggilku dengan sebutan menjijikkan itu, bodoh!" Benggal! Memang, itu ciri khas keluarga Rajendra.

"Hei, bocah! Ingatlah, aku ini lebih tua darimu, jadi, hormati aku, dan jangan menggunakan kata kasarmu saat berbicara denganku," kekehan kecil terdengar.

"Aku tidak peduli!" Menarik napas untuk melanjutkan ucapannya. "Puaskan tawa mu itu, sebelum aku membawanya kembali,"


(OC)

■■■■■

⚠️: Semua cerita, murni karya saya! Tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan cerita lain, Saya harap siapapun yang membaca cerita ini, tidak saling menyangkutkan dengan cerita lain, atau bahkan mengaet tentang beberapa cast/visual di RL !!!

⚠️: Jika ingin dihargai, cobalah untuk menghargai orang lain terlebih dahulu.

⚠️: Saya tau, pembaca cerita ini sudah pandai dalam menghargai setiap author yang ada, cukup dengan vote, komen, dan follow.

⚠️: Bijaklah dalam menggunakan sosial media, gunakan etika bersosialmedia dengan baik.

⚠️: Kalian bebas memberikan "Krisar" dalam bentuk yang baik, sopan, dan beretika, TIDAK dengan kata-kata umpatan atau buruk.

⚠️: Jangan berharap lebih, sesungguhnya ini hanya cerita, dan tidak akan ada di belahan dunia manapun.

ℜENJANA
└─────────────────┘

[3 : ✔️] 𝐑𝐄𝐍𝐉𝐀𝐍𝐀 •〚𝐁𝐎𝐘𝐒𝐋𝐎𝐕𝐄〛 • 〚𝐎𝐍-𝐆𝐎𝐈𝐍𝐆〛Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang