۪۫❁ཻུ۪۪┊Filix Javier Napoleon

346 43 0
                                    

╔═════════════════╗

"Lihatlah! Mata ini sudah tau, dimana letak rindu yang tertanam bertahun silam, dan jiwa ini, sudah pasrah, akan segala takdir yang hendak Tuhan adilkan."

╚═════════════════╝

.
.
.

"Kakak cantik!" Suara seorang anak kecil, tak lain adalah Cia.

Sedangkan yang dia panggil dengan sebutan 'kakak cantik' adalah Jinora. Sosok remaja yang tengah meringkuk di sudut kamar mansion, dengan kepala yang berada di antara lipatan tangan.

Anak kecil itu mendekat. "Kakak, ini Cia. Cia tadi di cekolah dapat nilai A," ucap Cia menggebu, dirinya sudah tak sabar menunjukkan hasil ujian sekolahnya.

Namun, tak ada tanggapan dari Jinora, remaja berwajah tampak yang menjerumus, pada sisi cantiknya, hanya diam.

Ia tak dapat mendengar apapun, hanya dengungan yang selalu berputar bak piringan hitam. Ia tak berhasil menemukan benda yang seharusnya terselip pada daun telinganya.

"Kakak ... " Anak kecil itu merengek. Merasa dihiraukan.

Cia menarik paksa tangan Jinora, sehingga kepala yang sedari tadi menunduk, kini menatap sosok kecil di depannya; wajah memerah, mata pun sembab, hidung merah, dan jangan lupakan pipi chuby yang dihiasi lelehan air mata mengering.

"Kakak cantik kok nangis? Kakak cakit? Daddy mayahin kakak? Biyang cama Cia, nanti Cia pukul!"

Jinora menggeleng, walaupun ia tak bisa mendengar. Setikdaknya, mata indah itu pernah diajari untuk mengeri bahasa isyarat, dengan gerakan bibir, tangan, serta mata.

"Kok, kakak diam aja!" Cia tak terima, ia merasa dihiraukan oleh Jinora.

Jinora tetap bergeming. Sorot matanya menyirat akan rasa bersalah. "Maaf." Hanya satu kata itu yang keluar dari mulutnya.

"Buwat apa? Kakak can ndak ada calah cama Cia," ucap Cia dengan memberi sapuan lembut pada pucuk kepala Jinora.

"Maafin kakak, kakak nggak bisa dengar kamu bicara apa."

Gadis kecil nan manis itu terdiam, berusaha mencerna ucapan Jinora. "Kakak cakit? Calau kakak cakit, Cia bica biyangin ke daddy, biyar daddy bawa kakak ke lumah cakit." Si kecil menggumamkan protesannya, bibir mungil bergerak-gerak dengan lucu.

Cia berjalan menjauhi Jinora yang tetap diam bergeming. Anak manis yang baru saja mengusap pucuk kepalanya, tetiba mengambil ponsel yang berada di luar.

"Daddy."

"Cia, ada apa? Daddy sibuk sayang."

"Daddy, puyang sekalang, kakak cantik lagi cakit!"

"Kakak cantik?"

"Iya, dali tadi Cia panggil ndak nyahut, telus waktu Cia ajak ngoblol juga ndak jawab, malahan kakak cantik biyang maaf ke Cia."

"Kakak cantik sakit? Tunggu daddy, lima belas menit lagi, daddy sampai."

"Iya, hati-hati di jalan, daddy."

Panggilan terhenti, suara berat dari seorang di seberang sana sudah tak terdengar lagi.
Kini, ia kembali menapakkan kaki mungilnya di lantai, mengarah ke sudut ruangan, dimana ada Bintang disana.

"Kakak tungguin daddy, yah, sebental lagi daddy datang," ucap si kecil.

Tangan mungilnya mengusap surai lembut remaja di depannya, ia menangkup wajah Jinora dengan kedua tanganya.

[3 : ✔️] 𝐑𝐄𝐍𝐉𝐀𝐍𝐀 •〚𝐁𝐎𝐘𝐒𝐋𝐎𝐕𝐄〛 • 〚𝐎𝐍-𝐆𝐎𝐈𝐍𝐆〛Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang