01

3.8K 207 11
                                    



Langit malam terlihat indah dengan sinar bulan dan bintang-bintang yang bertebaran, semakin memperindah malam ini.

seorang remaja tengah duduk dikursi panjang diluar cafe, ia melipat bajunya hingga sebatas siku tangannya. mengambil benda kotak dari dalam saku celananya dan mengeluarkan isinya, mematik benda tabung itu dan menghisap nya lalu menengadahkan kepalanya dan menghembuskan asap dari mulutnya.

Pemuda itu menunduk selama beberapa saat lalu mendongak kembali dan mengusap wajahnya kasar, menarik nafas dalam bangkit lalu membuang rokoknya setelah mematikan api dari benda itu.

"Kenapa Wen? lusuh amat muka lu, oke kan?" tanya seorang pemuda lainnya yang tengah berdiri di balik meja kasir, menghitung penghasilan.

tidak mengangguk, tidak juga menggeleng. pemuda itu hanya berdehem untuk menjawab pertanyaan teman kerjanya.

ia masuk kedalam toilet, membasuh wajahnya, mendongak untuk melihat pantulan dirinya lewat cermin yang ada di hadapan nya. menarik nafas pelan, pemuda itu duduk di tepian wastafel, menjadikan tangannya sebagai penyangga tubuhnya.

"Capek..." lirihnya sembari menundukkan kepalanya, hingga tetesan air yang mengenai rambutnya ikut terjun kebawah, membasahi bajunya.

Lelah. satu kata yang bisa ia definisikan untuk hari ini, bekerja seharian membuat otot-otot tubuhnya terasa kaku, ia ingin segera pulang untuk mengistirahatkan tubuhnya.

setelah terdiam cukup lama, ia berjalan menuju pintu toilet, keluar dari sana menuju meja kasir.

"Wen, gua gak yakin lu baik-baik aja, muka lu pucet gitu. mending lu balik dah, biar gua yang tutup cafe" ucap pemuda yang sejak tadi masih berada disana, menghitung penghasilan cafe

"Gua gapapa. nanti aja" ucap pemuda yang dipanggil 'Wen' itu

"Louwen. muka lu pucet, pulang sekarang" ucap pemuda itu tegas

"Ck! yaudah. tutup cafe nya" akhirnya pemuda itu hanya mengangguk pasrah, jika temannya sudah memanggil namanya itu artinya perintahnya Mutlak tidak bisa di ganggu kembali. sejujurnya, ia juga merasa pusing dikepalanya, mungkin kecapean.

Dia, Louwen Aliandra Derillion. Seorang Remaja berusia 17 tahun, seorang pelajar.

Pemuda yang sedikit cerewet, dan tidak mengenal aturan, pemuda urakan. pemuda yang banyak disukai oleh orang lain karena wajahnya dan sifatnya yang bar-bar, tapi tidak sedikit juga orang yang tidak menyukainya.

Bekerja dicafe kecil milik Ibu dari Chandra, ia hanya bekerja jika ia mau, atau jika dibutuhkan saja.

"Pulang pake apaan lu?" tanya Chandra yang masih sibuk dengan urusan kasirnya

"gua pulang kayang Chan, gak usah nanya!" ujar Louwen, sedikit emosi. padahal sudah jelas dia membawa motor, dan Chandra tau itu. lalu mengapa dia bertanya ia akan pulang menggunakan apa?! Bodoh.

"Santai Bro, gua nanya doang" cengir Chandra tanpa menghiraukan wajah Louwen yang sudah memerah, menahan nafsu untuk tidak menonjok wajah temannya, yang sudah ia anggap sebagai kakaknya, hanya berbeda satu tahun lebih tua darinya.

"Nyenyenye. Bacot!" sarkas nya lalu pergi meninggalkan Chandra yang malah tertawa kencang.

Motor sport berwarna hitam metal itu melaju kencang membelah jalanan kota malam, dengan suara knalpot yang menderu memekakan telinga setiap orang yang mendengarnya.

Louwen memacu motornya dengan kecepatan tinggi, ia ingin segera pulang, membersihkan tubuhnya lalu berbaring dikasur miliknya. kepalanya sudah sangat berat, bahkan beberapa kali ia menggelengkan kepalanya untuk mengusir rasa pusing dikepalanya agar ia tetap tersadar.

Kepalanya semakin berat, pandangannya mulai mengabur. rasanya dunia seperti sedang diputar, itu membuatnya mual.

Louwen sudah tidak tahan, ia menghentikan motornya ditepi jalan sepi dengan terburu-buru, perutnya seperti dililit, ada sesuatu yang menyeruak dari dalam tubuhnya yang ingin keluar, Louwen melepaskan helm yang menempel dikepalanya.

ia berlari menuju selokan kecil yang ada disana, menundukkan kepalanya dan memuntahkan isi perutnya

"Arrkkh—𝘏𝘖𝘌𝘌𝘒𝘒!

𝘏𝘖𝘌𝘌𝘒𝘒!

Tidak mempedulikan sekitarnya, Tiba-tiba leher Louwen seperti ada yang memijat, Louwen berbalik untuk melihat siapa yang memijat lehernya.

ia menatap heran orang yang ada didepannya, namun Rasa mual yang masih ada membuatnya menepis pikiran itu, Louwen kembali memuntahkan isi perutnya

Wajahnya sudah memucat dengan hidung yang memerah karena dinginnya malam, matanya penuh dengan linangan air mata yang ikut terjun bersamaan dengan rasa mual dan pusing yang menyerangnya

setelah dirasa udah membaik, pemuda itu melepaskan lengannya yang memijat leher Louwen, memberikan sebotol air mineral yang diterima baik oleh sang empu

Louwen meminum air itu hingga tersisa setengah

" Kau baik-baik saja? masih merasa mual?" tanya pemuda itu memastikan kondisi orang yang ia tolong, tangannya bergerak untuk mengusap pipi mulus Louwen untuk menghapus jejak air mata, ia tidak sadar dengan apa yang ia lakukan.

Louwen diam, ia tidak menjawab pertanyaan itu, pusing dikepalanya belum hilang, bahkan rasanya semakin memberat saja

"gua ba—"

𝘉𝘳𝘶𝘬𝘬!  

Louwen, pemuda itu pingsan saat akan menjawab pertanyaan orang dihadapanya, kesadarannya menghilang.

dengan sigap pemuda itu menangkap tubuh Louwen yang terkulai lemas, ia mengangkat tubuh yang lebih pendek darinya dan menggendongnya ala koala, menaruh kepalanya diceruk lehernya lalu merogoh saku celananya, mengambil benda pipih berbentuk persegi itu dan mengotak atiknya sebentar untuk menghubungi seseorang

"Bawakan mobil untukku. 2 menit"

panggilan diputuskan secara sepihak oleh pemuda itu, ia melangkah mendekati motor Louwen yang masih terparkir di tepi jalan, menyimpan helm milik pemuda yang ia gendong.

ia duduk di tembok pembatas jalan yang tidak terlalu tinggi, hanya setinggi lututnya.

meneliti tiap inci wajah orang yang ia gendong, dari bulu mata yang lentik, mata yang bulat terpejam dengan tenang, bibir ranum yang kecil dengan sedikit warna pink, rona merah alami yang menjalar di pipinya. Manis. hanya itu yang sekarang bisa pemuda itu katakan, ia mengelus surai hitam legam milik pemuda yang kini ia gendong,  menyingkirkan anak rambut yang menghalangi mata anak itu, ada desiran aneh saat ia melakukan itu. munafik jika ia berkata ia tidak menyukai orang yang ia gendong sekarang, tapi belum bisa dipastikan rasa suka seperti apa yang ia rasakan sekarang.

'bayi besar' ucapnya dalam hati.

tak selang berapa lama akhirnya sebuah mobil datang dengan satu motor yang mengikuti dari belakang. berhenti didepan pemuda itu, membuat lamunannya buyar karena suara klakson mobil itu, ia mengelus punggung pemuda yang ia gendong untuk menenangkan nya karena ia menggeliat resah saat klakson mobil itu berbunyi

"Bawa motor itu, kuncinya ada disana" ucap pemuda itu menunjuk motor Louwen yang terparkir ditepi jalan lalu berlalu melewati orang yang membukakan pintu untuknya

"baik tuan" balas orang itu lalu pergi menuju motor yang dimaksudkan oleh Tuan nya

saat akan memindahkan pemuda yang ia gendong, pemuda itu tidak melepaskan cengkraman tanganya di bawah ketiaknya, pemuda itu malah semakin mengeratkan pegangannya.

terkekeh kecil, membiarkan orang yang memeluknya tetap seperti itu, ia beralih ke arah kemudi, menghidupkan mesin mobil itu lalu berlalu pergi, dengan Louwen dipangkuanya, tujuannya sekarang adalah Rumahnya.

'bisakah aku memilikimu? aku menginginkan mu'








TBC

30-5-22.

Thanks buat yang udah baca. semoga suka, gak suka juga gapapa, gua gak maksa buat suka.

Btw jangan lupa vote+komen kurang lebihnya cerita gua, biar gua bisa perbaikin apa yang salah

Vana.

BittersweetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang