12. SEORANG TEMAN

70 34 0
                                    

"Dia bukan siapa-siapa, dia hanya teman."

Pagi-pagi sekali Frisillia sudah bersiap untuk ke sekolah dan saat ia tiba di sekolahanya tentunya sunyi karena anak-anak pasti belum datang di jam setengah enam seperti ini. Saat ia sampai di kelasnya ia menemukan sebuah kertas bertulisan ' PERGI KE RUANG LAB ' Frisillia tak mengetahui siapa yang menulisnya, tapi ia yakin ini untuknya karena kertas ini ada di atas mejanya. Frisillia segera pergi ke lab sekolah, tapi keadaan ruangan itu sunyi tak ada satu orang pun di sana.

"Frisillia!" Gadis yang selalu meneror Frisillia muncul dari ambang pintu lab.

"Apa lagi?" Frisillia menghela nafas.

"Gua udah bilang berapa kali sama lu? JAUHI BARUNA! BARUNA ITU PACAR GUA!" Dia menghampiri Frisillia dan berteriak.

"Lu udah liat kan kalau gua udah jauhin dia, tapi dia aja yang cariin gua. Terus di mana salah gua?"
Frisillia menjawabnya dengan santai.

"Ya, gimana kek! Bikin dia bisa benci lu," Ujar gadis itu.

"Lu suka dia kan? Harusnya lu pikirin sendiri gimana harus buat gua sama dia menjauh. Kenapa harus gua?" Frisillia melipat tangannya di dada.

"Tapi jaga jarak sama dia juga!" Ujar gadis itu seperti gelagapan.

"Udah gua usahain buat jauh dari dia," Ujar Frisillia menatapnya tajam.

1...

2...

3...

Hening beberapa saat."Lu mau gua jauhin lu sama Baruna?" Senyum miring terukir di bibirnya berhasil membuat Frisillia resah.

"Iya, lakuin aja sesuka lu asalkan jangan nyakitin gua atau keluarga gua," Frisillia meninggalkannya usai mengatakan hal itu.

Frisillia kembali ke kelasnya setelah percakapan yang mencekam antara ia dan gadis itu entah siapa namanya, tapi kenapa dia selalu membuat Frisillia gelisah. Keadaan kelas sekarang sudah cukup ramai, namun kata-kata gadis itu tak bisa pergi dari pikiran Frisillia. Walaupun Frisillia sudah berusaha menepis kata-katanya dari otaknya, tapi entah mengapa ia takut sekali Baruna akan benar-benar menjauh darinya setelah gadis itu berbicara seperti itu. Kenapa ia takut dia pergi? Bukannya itu yang ia harapkan? Tapi kenapa ia merasa gelisah?

"Lupain, Fris lupain!" Frisillia memukuli kepalanya agar kata-kata itu segera pergi dari pikirannya.

"Jangan gitu entar sakit," Tangan Dio mencegah Frisillia memukuli kepalanya.

"Kenapa? Cerita ke gua," Dio duduk di depan Frisillia sembari membawa minumannya.

"Sorry, gua gak mood," Frisillia melanjutkan menyeruput es teh yang ia pesan.

"Oke, gak masalah lu gak mau cerita sekarang, tapi nanti harus cerita ke gua, ya! Gua gak mau lu sakit lagi," Ujar Dio mencemaskan Frisillia. Frisillia hanya mengangguk sebagai responnya lalu pergi meninggalkannya.

Frisillia pergi ke belakang sekolah yang terlihat sunyi dan tidak ada orang satupun di sana lalu ia buka sebuah buku hariannha dan menyiapkan satu halaman kosong untuk ia tuliskan sesuatu di sana.

Aku tak tau apa yang terjadi pada diriku sendiri, tapi aku benar-benar takut kehilangan sosok seperti dirimu dalam kehidupan ku.

Aku resah memikirkan suatu hal yang tak pasti, namun aku ingin dirimu selalu bersama ku, walaupun itu belum tentu akan terjadi.

Maafkan aku jika aku terlalu egois, tapi entah mengapa perasaan ku tak menentu padamu.

Maaf jika aku tidak menginginkanmu bahagia merajut rasa bersama orang lain, walaupun aku sadar aku hanya teman bagimu.

BARUNA (END) REVISI!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang