02. HIASAN KECIL

172 54 24
                                    

"Hal yang sederhana, namun mampu membuat ku mengingatnya. "

Frisillia duduk di kursi taman sembari memakan sepotong roti yang ia beli di toko tadi. Ia memandangi anak-anak kecil yang sedang asik bermain di taman itu yang membuatnya mengingat masa kecilnya tak seindah itu. Setetes air mata jatuh membasahi pipinya mengingat masa kecilnya tidak ada yang menemani bermain seperti anak-anak di taman ini.

"Andai dulu gua bisa ngerasain main bareng orang tua gua, mungkin sekarang bakalan baik-baik aja." Batinya sembari meneteskan air matanya.

"Hei!" Seorang laki-laki mendekatkan wajahnya ke wajah Frisillia.

"Ngapain sih, Bar? Bikin kaget aja," Frisillia buru-buru menghapus air matanya.

"Lu nangis?"

"Nggak."

"Bener?"

"Iya enggak!"

"Beneran? Gua lihat lho tadi," Baruna menarik sedikit senyumannya.

"Ngapain ke sini?" Frisillia mengganti topiknya.

"Olaraga. Lu sendiri?" Baruna berbalik tanya.

"Cuman jalan-jalan. Kalau gitu gua pergi dulu, ya, " Frisillia menyelonong pergi begitu saja.

"Fris, lu kenapa sih suka pergian? Duduk dulu sini!" Baruna mencegah Frisillia pergi dengan memegang tangannya.

"Gua sibuk,"Frisillia menepis tangan Baruna.

"Sibuk hari minggu?" Tanya Baruna.

Frisillia membalikkan badannya,"Ya, catatan soal kejurusan belum gua tulis," Ujar Frisillia.

"Jangan terlalu fokus sama tugas," Ujar Baruna mampu menghentikan langkah Frisillia.

"Nanti numpuk tugasnya," Frisillia maju selangkah ke arah Baruna.

"Istirahat aja dulu, ini kan hari minggu," Baruna maju selangkah ke arah Frisillia.

"Gak bisa ini tugas," Frisillia menundukkan kepalanya.

"Jalan-jalan dulu aja," Tangan Baruna menyambar tangan Frisillia.

Frisillia menatap tajam mata laki-laki blasteran Belanda itu saat tangannya tiba-tiba di gandeng seperti itu,"Gak usah gandengan! Kayak mau nyebrang jalan aja," Frisillia menepis tangan laki-laki itu lalu berjalan mendahuluinya.

"Mau kemana?" Tanya Baruna.

"Pulang," Jawab Frisillia singkat.

"Kenapa wajah lu takut gitu?" Tanya Baruna menatap ke arah gadis itu yang wajahnya berusaha di tutupi dengan rambut panjangnya.

"Gua gak takut," Ujar Frisillia berbohong.

Traumanya kepada sosok laki-laki memang membuatnya terlihat kikuk bahkan untuk menatap matanya saja susah.

"Temenin gua yok!"

"Kemana? Gak mau!" Ujar Frisillia sembari memalingkan wajahnya.

"Belum tau tempatnya udah ngomong gak mau," Baruna menghela nafas.

"Jangan ganggu gua, Bar! Gua mau pulang," Frisillia mulai mengerutkan alisnya.

"Nanti gua anterin lu pulang, tapi ikut gua dulu," Ujar Baruna.

"Kemana? Jangan jauh-jauh gua gak mau," Ujar Frisillia tak ingin menatap mata Baruna.

"Ya,ya," Jawab Baruna singkat.

Frisillia menaiki motor Baruna dan memberi sedikit jarak di bagian tengah-tengah. Baruna mulai menyalakan mesin motornya dan melajukan motornya di jalanan kota yang samgat ramai kala itu. Frisillia menutup matanya rapat-rapat dan tak berani membukanya sedikit pun yang seolang sedang menatap takdir kematiannya di depan matanya.

BARUNA (END) REVISI!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang