Extra Part 1: The First Spring

306 58 51
                                    

Seekor burung pingai terbang melintasi langit biru keabuan. Pagi memang belum tiba. Matahari saja belum terbit. Namun, gumpalan awan yang menutupi sebagian besar langit membuat hari itu semakin terasa kelabu.

Kepak sayap berwarna kecokelatan itu terlihat mulai melambat sebelum dia mendaratkan dua kakinya ke ranting pohon tak berdaun yang masih tertutup salju tipis. Manik kecil berwarna hitam menatap lurus ke seorang gadis muda bertubuh tinggi yang sedang berjalan di bawahnya. Di balik jubah bertudung berwarna cokelat muda, tubuh gadis itu terlihat agak gemetaran.

"Sudah kuduga hawa di sini lebih dingin daripada Syrize," kata Cho seraya menggosok-gosokkan kedua tangannya. "Seharusnya aku memakai baju yang lebih tebal. Musim dingin di Noines memang tidak bisa diremehkan. Bagaimana bisa orang-orang bertahan hidup di hawa seperti ini?"

Cho melanjutkan perjalanannya sembari memeluk tubuhnya sendiri. Garis kerutan terlihat di dahi gadis itu ketika melihat seorang gadis bertudung cokelat yang terlihat kebingungan. Dia seperti sedang mencari seseorang.

Kelopak mata Cho melebar ketika tatapan mereka bertemu. Gadis bertudung cokelat itu langsung berlari menghampiri Cho.

"Sepertinya aku harus pergi dari sini," gumam Cho menyadari gadis itu menuju ke arahnya.

Namun, terlambat. Gadis itu lebih cepat daripada Cho. Tangannya yang agak kering menggenggam pergelangan tangan Cho erat.

"Tolong bantu saya," pintanya.

"Maaf, aku sedang buru-buru." Cho berusaha melepaskan genggaman tangan gadis bertudung itu.

Gadis itu menguatkan genggamannya. "Tolong saya, Nona. Saya sudah tidak tahu lagi harus meminta tolong pada siapa lagi." Ia menengadahkan wajah. Matanya berkaca-kaca. "Adik saya membutuhkan pertolongan. Dia terjebak di kerumunan serigala."

Cho menatap gadis bertudung itu. Tangan dan pakaiannya penuh dengan cipratan darah. Dia menduga kalau gadis itu pasti juga baru saja mengalami hal yang sama dengan adiknya. Ketakutan masih terlihat jelas dari sorot mata biru langitnya.

"Tolong selamatkan adik saya." Gadis bertudung itu memohon.

"Baiklah," kata Cho setelah menghela napas. "Tunjukkan jalannya padaku."

Gadis bertudung itu mengangguk dan langsung berlari seraya masih menggenggam pergelangan tangan Cho. Mereka terus berlari menyusuri kedalaman hutan.

"Mira!" pekik gadis bertudung itu begitu melihat tubuh anak perempuan yang tergeletak di tanah dengan kondisi mengenaskan. Sebagian besar daging tubuhnya menghilang. Cho bahkan bisa melihat jelas tulang anak itu.

"Grrr."

Empat ekor serigala yang nampaknya masih belum puas memakan daging adik gadis bertudung itu menggeram ke arah mereka.

"Mereka sepertinya belum kenyang," kata Cho seraya memasang posisi kuda-kuda. "Bersembunyilah di belakangku."

Gadis bertudung itu mengangguk lalu mundur beberapa langkah.

Dua ekor serigala langsung melompat ke arah Cho ketika gadis itu berlari ke arah mereka. Seekor serigala berwarna putih terlihat mengikuti temannya dari belakang. Dia seperti ingin memberikan serangan kejutan pada Cho.

Dengan sigap, Cho menghalau dan melempar dua serigala yang melompat ke arahnya duluan ke samping. Ia lalu melempar kunai yang ia sembunyikan dari balik punggungnya ke dua serigala itu. Dua serigala itu pun diam tak berkutik dengan dua kunai di tubuh mereka. Pada saat yang hampir bersamaan, seekor serigala yang menyerang belakangan juga terbelah menjadi dua potongan.

Serigala terakhir yang berwarna putih-abu langsung terlihat ragu menyerang Cho setelah melihat kawannya mati dalam sekejap. Ia mencoba melarikan diri. Namun, bilah tombak Cho lebih cepat mengenai jantungnya.

Jilid II. Celena and The Cursed Sisters [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang