× Chapter 8

1.8K 283 3
                                    

Zoe mulai bekerja kembali dua hari kemudian. Dia pikir dia terlalu meninggalkan pekerjaannya terlalu lama hanya karena hal ini. Memang tidak selepe, sih. Tapi dia tidak mungkin terlalu larut dalam kesedihan seperti kemarin. Jadi, dia rasa dia harus untuk bertahan dan mencoba melupakan itu.

Ia juga harus menyelesaikan pekerjaannya yang terlalu banyak. Serta perlu segera mengatur ulang desain gaun pengantin untuk mereka. Yah, setidaknya hari ini Zoe tidak terganggu oleh memori tentang pertengkaran itu lagi. Bagus juga.

Dari mulai Zoe melangkahkan kakinya pada butiknya, ia merasa kepalanya pening saat Nancy dengan buru - buru menghampirinya dan mencerocos soal Zayn yang inilah, Zayn yang itulah, bla bla bla tapi Zoe tidak peduli. Walau Zoe ingin sekali protes saat Nancy tiba - tiba berceletuk, "aku tidak mengerti kenapa tiba - tiba dia membiarkan sikap gugup anda yang mungkin akan menyita waktunya terlalu lama. Kenapa dia menjadi pendiam begitu ya?" Zoe mulai merasa Nancy sudah keterlaluan berbicara seperti itu padanya yang notabennya adalah majikan. Tapi peduli setan, semua omong kosong itu malah membuat Zoe semakin pening.

Dan Zoe tidak menyangka kepalanya semakin pusing siang itu. Dia sudah tidak kuat. Dengan langkah gontai akhirnya Zoe memutuskan untuk pulang dengan taksi sedangkan urusan mobil dia serahkan pada asisten laki - lakinya. Terlintas dipikiran Zoe untuk menelpon Harry dan meminta laki - laki itu untuk menjemputnya, tapi Zoe merasa tidak enak. Sudah banyak yang dilakukan Harry untuknya. Selama ini Zoe pasti sangat merepotkan pria itu.

"Zoe? Kau tak apa? Wajahmu pucat sekali." Ibu Zoe memperhatikan anaknya yang kini sedang mengambil air minum.

Zoe menenggak air putihnya sampai habis lalu mengerjapkan mata sebentar. "Aku pusing sekali. Mungkin karena kurang tidur semalam." Jawab Zoe. Tangannya tergerak untuk memijat pelan pelipisnya.

"Beristirahatlah." Saran Ibu Zoe sembari tersenyum miris.

Zoe menghela napas. Dia mengangguk lalu bergegas menuju kamarnya.

•••

Sampai saat ini Zoe masih beristirahat di kamar. Beberapa panggilan telepon ia tolak, termasuk dari Harry. Dia tidak ingin diganggu sekarang dan hanya ingin istirahat. Saraf - saraf pada organ tubuhnya seakan ikut lelah dengan penderitaannya. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana semua ini kedepan.

Tok, tok,

Dengan suara hampir habis, Zoe berusaha berteriak. "What's up, mum? Come in." Ucap gadis itu lalu mengusap pelan wajahnya.

Tapi perkiraan Zoe salah. Itu bukan mumnya. Melainkan adalah...

"Harry?"

Harry nyengir tak bersalah. Ia nyelonong masuk ke kamar Zoe lalu duduk di pinggir ranjang gadis itu. Zoe masih diam. Sampai Harry memecah keheningan. "Kau terlihat... Kacau." Komentarnya, memperhatikan Zoe dari ujung rambut sampai ujung kaki beberapa kali.

Oh. Aku tahu. Ada yang tidak beres tentang pertemuan kemarin. Itu pasti. Pikir Harry geram.

Zoe tersenyum tipis--tipis sekali, bahkan Harry pun tidak tahu kalau Zoe tersenyum. Zoe hendak membuka mulut ketika tangannya memegang tenggorokannya. "Su--suara--ku h--ha--habis" tunjuknya dengan suara pendek - pendek.

Harry terdiam sejenak memperhatikan Zoe. Ya Tuhan, Zoe, jika saja kau mau menerima ku dan melupakan orang itu kau pasti tidak akan merana seperti ini. Tapi aku mengerti jika kau tidak bisa menghapus rasa itu untuknya. Batin Harry, menghela napas.

"Kau mau minum?" Tawar Harry berjalan mendekati mini dispenser yang terdapar di pojok kamar. Zoe mengangguk dua kali dan langsung menerima segelas air putih yang baru saja Harry berikan.

Laki - laki itu berdeham. "Aku tahu kau pasti belum siap menjelaskan kejadian yang kau lalui kemarin padaku saat ini. Itu sih jika kau tidak keberatan bercerita padaku." Tawa Harry mewarnai suasana.

Zoe tertawa lebar kali ini, menampilkan sederet gigi putihnya yang bersih. "A--a--da ap--a kau kes--ini?" Tanya Zoe yang hampir tidak didengar oleh Harry.

Harry menatap Zoe keras. Ia menggeleng. "Jangan bicara. Kau harus menjaga suaramu." Tegasnya membuat Zoe terkekeh kecil. Tapi tetap saja Zoe penasaran dengan tujuan Harry datang kemari.

"You didn't answer my calls phone. I'm worried about you, Zoe." Gumam Harry tulus.

"Th--anks to wo--rrying m--me..."

Harry menggeleng - gelengkan kepala. "Shut your mouth, miss stonehead." Ejek Harry membuat Zoe mengerutkan bibir kesal yang dibalas tawa Harry.

Setelah itu hening.

Mereka saling tatap, seperti adegan - adegan film drama yang sering Zoe tonton, mereka tenggelam dalam hangatnya tatapan itu. Secara tidak sadar, Harry mendekatkan wajahnya lebih dekat hingga Zoe yakin tak ada celah diantara mereka.

Harry semakin mendekat. Tapi tidak seperti gadis lain, Zoe tidak memejamkan mata. Dia masih terlalu bingung untuk mencerna apa yang terjadi.

Bibir Harry hampir bertemu dengan bibir Zoe jika saja Zoe tidak cepat - cepat memalingkan wajah membuat Harry hanya mencium pipinya. Dia menunduk dalam - dalam. Tidak mau melihat wajah Harry yang lagi - lagi memendam kekecewaan.

"M--maaf." Gumam Harry lalu buru - buru berdiri. "Sebaiknya aku pergi." Katanya berjalan segera keluar dari kamar Zoe.

Zoe masih menunduk. Sampai dia mendengar pintu kamarnya tertutup agak kasar, dia mendongak menatap miris kepergian Harry.

"I'm sorry, Harry."

Everything Has ChangedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang