× Chapter 9

2K 303 14
                                    

Detik demi detik berlalu begitu saja. Waktu terus berjalan sesuai dengan cara kerjanya. Seolah tidak peduli dengan Zoe yang terus memohon agar Tuhan memperlambat waktu. Tapi semua itu sangat amat mustahil.

9 Desember... 10 Desember... Zoe menghitung. Kurang lebih tiga hari lagi. Tiga hari lagi pernikahan mereka akan dilaksanakan. Tiga hari lagi waktu Zoe untuk mencoba meyakinkan Zayn tentang janji itu. Tiga hari lagi, atau harapan Zoe hancur.

Undangan pernikahan mereka sudah terkirim ke rumah Zoe. Kelly sempat bingung tentang undangan itu, tapi sempat dia melihat siapa yang akan menikah.

Zayn Javvadd Malik and Perrie Louise Edwards?

Laki - laki itu akan menikah? Dengan perempuan selain Zoe? Kelly kira Zayn mencintai dan akan menikahi anaknya itu, tapi? Terbesit dipikiran Kelly betapa sakitnya hati Zoe saat ini. Dia bisa merasakan apa yang Zoe rasakan. Yah, setidaknya sedikit.

•••

Cinta harus diperjuangkan.

Benarkah? Benarkah kalimat itu membuahkan hasil? Jika sebagian orang berkata itu benar, berbeda dengan gadis berambut hitam kecoklatan ini. Dia sudah mulai berpikir kalimat penyemangat itu salah. Salah besar. Dia sudah mencoba apa yang harus di lakukan dari kalimat itu, berjuang, mempertahankan apa yang harus di pertahankan. Tapi, buat apa Zoe mempertahankan jika yang dipertahankan tidak mempertahankan juga?

Zoe hanya bisa menertawakan dirinya yang begitu bodoh dan keras kepala hingga mau mempertahankan rasa cintanya pada Zayn walau dia sudah tahu semua resiko yang akan dia terima.

Dalam hati Zoe sungguh teramat membenci laki - laki itu. Dia membenci segalanya. Zayn, cinta, janji konyol itu, bahkan dirinya sendiri. Tinggal tiga hari lagi atau Zoe akan merasakan rasa sakitnya melihat Zayn yang berciuman didepan altar bersama Perrie nanti. Dilema yang Zoe rasakan semakin membuat kepalanya pusing memikirkan dia akan datang ke pernikahan itu atau tidak.

"Harry kemana, Zoe? Tumben dia tidak kesini..." Tanya Kelly yang sedang duduk membaca majalah.

Zoe diam sejenak. Sial, itu memang benar. Harry sudah tidak berkunjung ke rumah Zoe atau sekedar bertemu dengannya lagi sejak kejadian itu. Zoe semakin khawatir, apa Harry sangat kecewa sekali padanya? Tapi bukankah Harry tahu kalau Zoe masih tetap mencintai Zayn?

"Tidak tahu. Dia juga punya urusan, Mum. Tidak mungkin dia kemari setiap hari." Dusta Zoe.

"Yah, maksudku, biasanya dia selalu menyempatkan diri untuk kesini. Sekedar bertemu denganmu saja." Lanjut wanita paruh baya itu sedikit melirik Zoe.

Zoe tidak menjawab. Dia pura - pura sibuk dengan desain gambarnya yang belum juga selesai dari tadi.

"Terjadi sesuatu?" Tanya Kelly lagi. Kali ini dia menatap Zoe dengan penuh selidik.

Zoe menggeleng. Sesungguhnya dia tidak mau menatap ibunya atau ibunya akan tahu segalanya. Dia bingung mengapa ibunya itu bisa mengetahui semuanya hanya dari tatapan mata. Apa yang dipelajari si nyonya Stewart ini sampai bisa mendapat ilmu seperti itu? Lucu.

"Apa? Tidak. Tentu saja tidak. Semuanya normal." Dusta Zoe lagi - lagi mensibukkan dirinya pada skecthbook untuk sekedar menghindari tatapan Mumnya.

"Zoe, serius. Mum tahu Harry mencintaimu." Mulut Zoe menganga, jantungnya serasa copot. Dia mendongak, memandang ibunya yang sedang menatapnya lamat - lamat. "Harry mencintaimu. Tapi kau tidak membalas perasaan itu dan malah tetap menunggu Zayn. Dan kini Zayn sudah ingin menikah dengan orang lain. Mum tahu perasaanmu, Zoe. Mum paham."

Sudah kubilang Mum tahu segalanya. Batin Zoe.

"Aku tidak tahu apa yang harus ku lakukan, Mum." Ucap Zoe menunduk dalam.

"Lupakan Zayn."

Deg.

Zoe seperti terkena timpukan besar pada dadanya. Tenggorokannya terasa tercekat dan air mata dengan mudah lolos keluar dari matanya. Kalimat itu bagai angin yang meluncur masuk ke telinga Zoe, mendarat dihatinya dan menusuk hati itu dengan tajam.

Zoe tidak peduli lagi dengan sketchbook yang sudah basah oleh air matanya. Dia menatap ibunya tidak percaya. Bagaimana bisa ibunya mengatakan hal seperti itu?

"Lupakan dia, Zoe. Itu yang terbaik. Lupakan dia dan cobalah terima Harry di hatimu. Relakan saja laki - laki yang kau cintai itu, dia sudah akan menikah. Kau tidak boleh seperti ini terus. You must move on."

Zoe menangis terisak. Kelly cepat - cepat membawanya dalam pelukan.

Sesungguhnya Zoe menangis karena ia merasa malu pada dirinya sendiri. Ia tidak mau munafik. Ia mengakui jika perkataan ibunya itu sepenuhnya benar. Peduli setan dengan janji itu. Tidakkah Zayn juga mengingatnya?

"Beristirahatlah."

Zoe memberi senyuman kecil pada ibunya sebelum dia melangkah menuju kamar.

•••

Zoe mengusap - usap telapak tangannya yang terasa membeku dikarenakan salju yang sudah mulai turun. Ia menoleh ke sekeliling. Jalan menuju rumahnya masih lumayan jauh. Mobil sialan. Kenapa sih benda itu pakai acara mogok segala di tengah - tengah badai salju seperti ini. Juga, kenapa daerah disini sepi sekali?

Dengan wajah kesal Zoe tetap berjalan melewati salju - salju yang menumpuk membuat langkah - langkahnya semakin susah, sampai dia melihat siluet seseorang, keningnya langsung mengerut. Sepertinya dia kenal orang itu.

"Excuse me. But, need a help?" Tanya Zoe mencoba melihat wajah seseorang yang membelakanginya.

Tapi saat orang itu menengok ke belakang, Zoe hampir mati karena jantungan. Ternyata dia adalah....

Everything Has ChangedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang