Oath

704 88 6
                                    

"Dokja-ssi—" Panggilan itu sudah terjadi berulang kali, namun baru detik ini Dokja tersentak. Ia melirik gadis di sebelahnya yang melanjutkan, "Ponselmu berdering."

Ada sebuah dengung panjang yang menahan pikiran Dokja untuk mencerna. Ia mengerjap beberapa kali, berharap cahaya membuat sarafnya kembali bekerja dan hal pertama yang ia lakukan adalah menolehkan manik mata pada layar ponsel di genggaman.

Sebuah pesan masuk dari TLS123.

"Huh?"

"Ada yang salah?" Yoo Sangah, dengan rambut tembaganya yang terurai panjang, bertanya prihatin. Tatapan matanya lembut. Lugu.  Berbeda dengan yang terakhir Dokja ingat.

Mulut Dokja seakan terkunci. Ia tidak bisa mengatakan apapun, tidak tahu bisa berkata apapun. Kemudian Ponselnya kembali bergetar.

[Itu bukan kontes yang besar. Kamu tidak harus mendengarnya.]

Pesan itu dikirim beruntun, Dokja membaca satu persatu. Berasal dari satu akun yang sangat ia kenal dan hormati.

[Dan seri ini akan menjadi seri berbayar.]

[Mulai dari epilog ini, TWSA akan menjadi konten berbayar.]

—[Untuk menunjukkan terimakasihku, aku ingin mengirim hadiah. Bisa kamu memberitahuku alamat email?]

Dokja menutup mata sejenak. Hari ketika Three Ways of Survival The Apocalypse berakhir, adalah hari dimana semua cerita itu dimulai. Dimana hidupnya berubah, menjadi lebih pantas dan penuh bencana serta bahagia. Skenario dan segalanya yang masih ia membekas, sejauh ingatannya mampu.

[Hadiah?]—

Dokja bertanya.

—[Ya, aku berhasil mempublikasi cerita ini karena kamu.]

Ragu. Dokja menarik perhatiannya dari baris-baris teks pesan. Melirik ke segala arah yang bisa ia pandang. Yoo Sangah berkutat dengan kamus Spanyol di gawainya, seperti hari dimana mereka bercerita tentang apa yang akan terjadi jika masa honor di kantor habis.

Di depan Dokja, ada seorang anak. Yang begitu ia sayangi dan sangat menyayanginya. Yang melakukan apapun dan akan Dokja beri apapun. Lee Gilyoung memegang kotak berisi berbagai serangga. Seperti hari mereka berjuang di skenario pertama.

Lee Gilyoung membalas tatapan Dokja. Membuatnya terkejut sebab tidak ada apa-apa di dasar netra anak itu. Ia tak mengenal dan mengingat apapun.

Sama seperti awal itu, tidak berbeda.

Semua sangat membingungkan. Dokja hanya mengingat ia duduk di kursi kereta, sendiri, menatap kaca pintu yang merefeksikan ribuan bintang. Lalu tiba-tiba dia di sini.

Di tengah tawa miris yang ditahan dengan gigitan bibir, Dokja sadar akan sesuatu. Matanya melirik nomor di atas pintu gerbong.

3807

Ketika Dokja tiba-tiba berdiri, Sangah terhentak. Gadis itu bertanya," Dokja-ssi, ada apa?" namun Dokja tidak punya fokus kepadanya.

Jika segala hal yang Dokja percaya benar-benar terjadi, hanya ada waktu lima menit sebelum skenario pertama dimulai dan dia harus menuju orang itu.

Belum sempat Dokja meraih pintu gerbong, ponselnya kembali bergetar. Sebuah email masuk dari TLS123. Hadiah yang tadi mereka bicarakan terlampir tepat pada 18.55.

Dokja mengira, dan ia sangat yakin, bahwa hadiah itu akan berupa bentuk teks dari novel TWSA. Seperti saat itu. Namun alih-alih demikian, Dokja menerima kartu hadiah lima puluh dolar.

One Step AwayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang