Pias Kelima ; Beradu Sendu

8 4 0
                                    

Yang Terlupakan - Iwan Fals
2:12 ───|─────4:56

Yang Terlupakan - Iwan Fals2:12 ───|─────4:56

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

❏ Beradu Sendu.

.
.
.
.

Jakarta, 1993

Istilah keluarga cemara itu memang ada, selalu ada kebahagiaan yang melingkupi. Keceriaan adik-kakak yang selalu diidamkan semua insan di bentala, ramahnya seorang ibu saat memasak di pagi hari, serta seorang ayah yang selalu duduk seraya menyapa, "Hey, bung!"

Khailid mengakui, keluarga ibunya yang sekarang sangat-sangat rahayu, tak ada lagi yang mengganggu. Dirinya pun merasa sedikit asing, padahal tidak, ayah dan ibunya selalu memerintahkan Khailid untuk menceritakan keluh kesahnya. Orang tua yang baik.

Fajar tiba seperti yang kemarin Khailid cakap. Kebahagiaannya tak pernah sekalipun mampu dilukis di atas senja sore hari ataupun pagi nanti. Tatkala bangun dari bunga tidur, ia merasa jika sebuah rasa sentosa menghinggapi jantung serta hatinya.

Lelaki itu sudah selesai mandi, ia keluar guna membantu ibu dan bibinya memasak. Walaupun Khailid seorang penulis dan pelukis, ia mampu memasak sebab wawasan yang diajarkan oleh sang nenek selama di Jogja.

"Pagi, ibu!" Khailid mengecup pipi Brina yang tengah menyeduh kopi. Mungkin untuk sang suami.

"Pagi, sayang, tolong lihat adikmu, mereka sedang menyiram tanaman di belakang." Cakap Brina. Khailid pun menurut, ia berjalan cepat menuju taman belakang.

Sampai di sana, ia melihat kedua adiknya yang sudah basah kuyup sebab bermain perang air. Ah, suasana pagi yang sangat indah. Suara ayam yang berkokok, suara daun kering yang tergesek di atas aspal, serta teriakan ibu-ibu pada zaman sembilanpuluh-tiga.

"MAS, LIHAT AKU BASAH!!" Pekik Annora. Ia menunjukkan dress nya yang hampir semua ternodai air bersih.

Khailid menoleh ke arah Anaking yang menunduk, selang yang tadi dipegang olehnya dilepas dan jatuh di tanah. Anak lelaki itu langsung berlari ke arah Khailid lalu memeluk kakinya.

"Bukan Anaking yang menyiram Annon..."

Yang dipeluk hanya terkekeh gemas, lantas Khailid menggendong anak kecil itu. "Lalu, jika bukan kau, siapa yang menyiramnya?" Tanya Khailid diiringi tawa.

"Tentu Anaking yang menyiramku!"

"Hey, ada apa ini?"

Andra datang dengan koran yang sudah berada di tangannya, bukan guna untuk memukul kedua anak kecilnya.

"Ayah, baju adik basah!" Adu Annora.

"Aih? Kenapa bisa?"

Terjadilah Annora dan ayahnya yang beradu argumen, sangat menggemaskan bagi orang yang melihatnya. Khailid pun meminta izin untuk sekedar jalan-jalan di luar rumah.

1• Pujangga AsmaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang