Pias Kedelapan ; Badegap Elka Yang Tak Disangka.

12 1 0
                                    

Untukku - Chrisye

2:56───|─────4:18

❏ Badegap Elka Yang Tak Disangka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Badegap Elka Yang Tak Disangka.
.
.
.
.

Jakarta, 1993

Tak ada angin kuat yang beradu, cuaca pun mencicip pilu. Di langit kelabu, ada seorang gadis yang tengah menatap tumpukan tanah dan batu sendu. Senyumnya merekah walau dasar hatinya meringis meronta-ronta. Hey, senandung rindu, katakanlah jika dirimu ingin runtuh.

Nyatanya, tepi mulut ia selalu dipaksakan untuk membuat ukiran indah itu, agar manis kata sang ibu. Gadis itu bernama Senandung, bukan senandung hujan ataupun senandung sedu.

Ini Senandung Raya Adiwarna. Tempat segala suara indah yang menyapa.

o0o

Langkah kakinya membawa Raya ke sebuah tempat, ini bukan makam. Melainkan sebuah taman yang memiliki segudang rasa. Konon katanya, tempat ini akan menyembuhkan luka nestapa.

Raya menghela nafas pelan. Ia duduk di bangku dan menjulurkan kakinya pegal. Memang tak ada peluh, tapi udara merayu kulitnya hingga terasa beku.

Cantik matanya menelisik langitan lepas. Walau namanya bukan Jagat Raya, tetapi sabit ciptaannya mampu menyapu seluruh nestapa manusia.

"Eh? Hai, manis. Menghampiriku, ya?" Tanya Raya tatkala seekor hewan bertelinga panjang mendekatinya. Corak hitam coklat milik hewan itu membuat Raya ingin mengelusnya.

"Kata Badegap Elka, 'kita harus belajar memprioritaskan diri seperti kelinci' ya walaupun susah, apa salahnya jika kita mencoba?" Monolog dia.

Senang hati bermain dengan hewan itu. Sampai pada akhirnya, ia mendengar ayal-ayal bahana anak kecil dari arah selatan. Suara cempreng nan menggemaskan itu mengalihkan pandangan Raya dari kelinci yang ada di gendongannya.

"Kak Djani, mas kenapa lama sekali?"

"Mas baru saja jalan."

"Kita keliling, yuk!"

"Jangan, Annon, nanti mas mencari kita,"

"Ituuuu, Annora mau itu, kakak,"

"Kamu mau apa?"

"Gula-gula yang seperti awan!"

"Kakak tidak punya uang..."

Mendengar itu, Raya lantas menghampirinya. Merogoh saku kemeja salmon guna mencari uang untuk diberikan ke anak menggemaskan itu.

"Kalian mau beli gula-gula?" Tanya Raya. Kedua anak kembar tersebut menoleh ke arah Raya secara bersamaan. Ah, serupa, batinnya.

Sebagai kakak lelaki, Anaking membawa sang adik ke belakang punggungnya. Menandakan jika mereka harus waspada ke manusia yang tidak mereka kenal.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 22 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

1• Pujangga AsmaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang