AFTER THAT

30 4 0
                                    

Seminggu sudah biel menangisi liam. Beruntungnya ia tak mengurung diri dikamar mengingat kedua orang tuanya yang telah berpulang dan kakaknya yang telah menikah dan ikut istri. Ia masih ingat makan dan melakukan kegiatan rumah, cuman ya, setiap ia melamun ia akan menangisi 'dia'.

Mood biel hari ini sedang baik, ia keluar rumah ke indoapril. Ia membeli ice cream dan yupi satu kotak. Saat ia akan membayar, terlihat liam yang masuk ke dalam indoapril. Mata keduanya bertemu, tarpaku dalam beberapa saat.

Biel memutuskan kontak mata terlebih dahulu, lalu cepat cepat membayar. Moodnya kembali hancur.   Perkiraannya liam akan segera masuk dan membeli sesuatu, ternyata, dia menunggu biel di luar.

"Biel, tunggu"

Tanpa memperdulikan liam, biel melangkah tanpa melihat dia. Langkahnya semakin cepat untuk meraih motornya. Tubuhnya menegang kala liam berhasil memegang pergelangan tangannya. Kakinya terasa berat untuk melangkah. Ia terdiam.

"Kakak, kangen kamu"

"......"

"Kakak ga bisa bi, kakak ga bisa memutuskan hubungan kita, kakak butuh kamu"

"Kakak, engga. Kakak ga butuh aku, jangan memaksakan kita lagi, aku cape kak"

"Bie, kakak perlu bicara bie, sangat perlu"

"Kakak engga, kita udah selesai. Aku mau pulang kak, lepasin"

"Sebentar, tolong"

Dasar hatinya biel masih menyayangi lelaki didepannya ini, ia mengiyakan untuk diajak bicara di samping indoapril. Ia mendudukan dirinya bersebelahan dengan liam. Tangannya digengam oleh lelaki itu. Hatinya bimbang sekarang.

"Kakak minta maaf, kakak khilaf bie. Kakak  bosen sama hubungan kita kakak salah kakak minta maaf. Maafin kakak"

Hatinya berdenyut nyeri kala mendengar kata 'bosan' dari mulut terkutuk liam. Garis bawahi, kata 'bosan' keluar dari mulut jahanam lelaki itu, biel sudah pasti berfikir apakah ia membosankan, dirasa biel tidak.

"Bosan ya? Iya aku paham, kakak bosan sama biel yang kekanak kanakan,Biel yang moodswing, biel yang manja, betul? Hahaha iya bie paham, gamungkin kakak nda bosan sama bie yang flat gini kan."

"Ga gitu bie, maksud kakak bukan gitu sayang"

"Terus gimana? Apalagi bosen? Ngeselin? Terus apa lagi kak apaa?? Sakit kak, hati aku cape, aku selalu ada buat kakak tapi kakak engga, seolah olah bie yang berjuang di hubungan ini sendiri, bie capee kak. Kakak udah ilang ilangan bukan cuma satu atau dua kali, sering kak. Bahkan bie spam pun kakak nda bales chat bie, oh iya mungkin kakak nonaktifkan notifikasinya supaya kakak bebes sana sini tanpa terganggu bie kan? Iya bie paham kak"

"Maaf bie, maaf. Mungkin kamu capek denger kakak minta maaf terus, tapi kakak cuma bisa bilang maaf"

"Iya, gapapa kak, bie maafin, bie juga salah. Harusnya waktu itu bie ga nerima kakak biat deketin bie. Iya, harusnya waktu itu bie ga ngizinin kakak deketin bie"

"Sayang..."

"Stop kak, kita udah selesai, jangan panggil itu lagi ya? Kita udah selesai."

Hening, percakapan mereka terhenti. Biel sudah meluapkan semuanya, ia lega.

"Maaf bie, maafin kakak"
Lantas liam memeluk bielnya, ah tidak liam, kalian sudah berakhir, sudah bukan bielmu.

Biel bodoh. Ia masih menerima liam. Ia memeluknya, erat. Ia mencoba melepas liam lewat pelukan itu. Ia melepaskan semuanya, tidak ada tangis di pelukan liam. Yang ada liam yang sesenggukan di pelukan biel. Liam memeluk erat pinggang rapih biel.

"Jelek, kakak jelek kalau nangis"ia mengusap punggung bergetar liam.

"Dee, i still love you. Gapapa kalau kamu ga bisa ngelanjutin hubungan kita. Kakak bisa jadi temen kamu, kamu bisa tetep cerita apa aja ke kakak. Makasih buat kamu ya, kakak sayang kamu"

"Bie harap kakak bisa berubah, menjadi lebih baik tentunya."

"Be happy de..."

Biel menanggapi dengan senyumnya. Senyum yang menurut liam senyum terindah setelah senyum bundanya. Biel memutuskan untuk pulang. Ia ingin menangis, namun tertahan, ia tak ingin memperlihatkan air matanya dihadapan liam lagi.

Di perjalanan pulang, air matanya mengalir deras. Ia cepat cepat memarkirkan motornya lalu berlari menaiki tangga menuju kamarnya.

Kembali ia tumpahkan air matanya itu sambil memeluk guling kesayangannya. Ia meraih boneka sapi pemberian liam, ia menonjok dan membanting  sapi tersebut lalu memeluknya. 

Ia memeluknya kencang lalu mengoyang goyangkan kekanan dan kekiri sambil bergumam tidak jelas. Pokoknya ia marah, kecewa, lega, seneng semua jadi satu. Hidungya sampai merah merata sampai pipi gembilnya yang agak sedikit tirus karena selama seminggu nafsu makannya agak turun.

FEBRUARI DAN LUKANYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang