Sebenarnya apa tujuan dan maksud dari menyatukan dua insan dalam sebuah ikatan pernikahan? Ingin menunjukkan bahwa cinta antar keduanya begitu kuat hingga sampai ke jenjang yang lebih serius? Atau hanya ingin membuktikan bahwa mereka juga mampu menikah di usia yang telah matang seperti yang diharapkan orang-orang?
Huang Renjun belum menemukan alasan untuk apa sebenarnya hingga insan yang hidup di dunia haruslah memiliki pasangan hidup saat usia sudah matang. Jika telah memiliki harta dan juga kebahagiaan diri sendiri tanpa seorang pasangan, bukankah itu sudah cukup untuk hidup di dunia? Lalu untuk apa menikah? Menghabiskan sisa hidup dengan pasangan dan juga mengabdi padanya seumur hidup?
Dua tahun sudah usia pernikahannya dengan seseorang yang amat ia kenal, selama itu pula waktunya terbuang sia-sia hanya demi mendapat pengakuan bahwa dirinya juga mampu menikah.
Cinta? Persoalan yang seperti apa itu? Renjun sama sekali tidak mengenal apa itu kata cinta dengan seseorang yang kini menjadi suaminya. Yang ada di pikirannya hanyalah bekerja dan bermain.
"Aku berangkat sekarang. Kau mau titip sesuatu nanti?" tanya seseorang yang baru turun dari lantai dua dan tengah membenarkan letak dasinya.
"Tidak" jawab Renjun.
Netranya memandang punggug tegap pria yang semakin menjauh dari pandangannya. Sudut bibirnya terangkat sebelah dan berdecih singkat meratapi jalan hidupnya sendiri. Terkadang di pagi hari dirinya terus berpikir bahwa apakah benar ia telah sampai di titik hidupnya yang jauh? Hidup dengan seseorang dengan ikatan pasti dalam satu rumah yang sama.
Rumah, rumah hanyalah sebuah bangunan untuk berteduh dan juga melepas penat. Tidak ada kata kehangatan di dalamnya. Tidak ada pula keceriaan yang tercipta dari kata sebuah keluarga yang telah terbangun di belakang kata pernikahan.
"Lebih baik aku pergi bekerja daripada gila terus-terusan termenung disini" desahnya sendiri dan mengambil tas selempangnya yang tergeletak di sofa.
Katakan jika keduanya gila dan maniak bekerja, nyatanya memang begitu. Di pelosok negri mana seorang petinggi perusahaan telah berada di perusahaan tepat pukul tujuh pagi? Bahkan para karyawan saja mungkin baru bangkit dari tidur nyenyaknya. Nyatanya bekerja mungkin telah menjadi candu bagi keduanya, bahkan hingga di usia yang telah matang.
Mungkin saja jika tidak mendapatkan sindiran soal pernikahan terus-menerus, baik Renjun maupun suaminya yang terpaut jarak lima tahun itu masihlah tetap pada pendiriannya akan melajang selama hidupnya.
"Pagi sekali kau datang ke kantor"
"Setiap hari aku seperti ini, tuan Lee" saut Renjun pada seseorang yang berpapasan dengannya di depan lift. "Kau terlihat kacau sekali. Tidak mandi saat hendak bekerja?"
"Aku bahkan belum pulang"
"Lembur? Untuk apa kau lembur hingga matahari kembali naik ke permukaan?" tanya Renjun tak percaya dengan temannya yang satu ini.
"Ini akhir tahun jika kau lupa? Pekerjaanku begitu banyak"
"Bekerjalah dengan baik tuan Lee. Nanti akan ku traktir jika pekerjaanmu selesai" setelahnya Renjun keluar dari lift saat pintu terbuka tepat di lantai dimana ruangannya bekerja.
"Naikkan gajiku, jangan lupa"
"Ya, jika aku menjadi pemilik perusahaan ini"
Sesampainya di ruangan kebesarannya, Renjun langsung di hadapkan dengan tumpukan berkas yang menjulang tinggi. Setidaknya ia dapat menyelesaikan pekerjaannya jauh lebih cepat jika selalu datang pagi hari. Anehnya, mau sebanyak apapun pekerjaannya, Renjun tidak pernah mengeluh. Menurutnya jika ia menyukai itu akan tetap ia lakukan dengan semangat.
Dua jam sudah ia duduk di kursi dan berkutat dengan dokumen perusahaan, ponselnya tiba-tiba berdering. Renjun hanya menempelkan ponsel tersebut di telinganya tanpa berniat menyapa sang penelpon.
"Aku tidak pulang. Hati-hati di rumah"
"Hmm"
Setelahnya ia matikan sepihak panggilan dari suaminya dan beralih menelpon salah satu kontak yang ada di ponselnya.
"Tempat biasa pukul lima sore"
"Suamimu tidak pulang lagi?"
"Kau tau jawabannya"
Silahkan suka yang mana?
KAMU SEDANG MEMBACA
MARRIAGE | JAEREN
FanfictionSebenarnya apa yang dicari dalam sebuah ikatan pernikahan?