Paper Plane (Yunho X Mingi)

422 24 0
                                    

.
.
.
.
.
Seorang pemuda berusia dua puluh tiga tahun tampak menatap lurus kedepan, kearah dimana sepasang pengantin tengah mengumbar senyum. Pemuda itu menggeleng saat melihat tatapan bersalah dari kedua pengantin itu, memberikan senyuman terbaiknya meskipun sebenarnya hatinya tengah menangis.

Salah satu dari mempelai didepan sana adalah kekasihnya, ah atau bisa dikatakan mantan kekasihnya saat ini. Seseorang yang selama ini dia perjuangkan kebahagiannya, seseorang yang membuatnya rela meninggalkan tanah kelahirannya dengan berbekal janji bahwa dia akan menunggu. Menunggu sang dominan untuk pulang dan melamarnya, namun sepertinya takdir berkata lain. Seseorang itu nyatanya kini tengah berdiri didepan sana dengan dominan lain yang telah menjadi pasangan sehidup sematinya.

"Rian!" pemuda yang baru saja berbalik dan berencana meninggalkan tempat acara itu menoleh saat namanya dipanggil.

"Seharusnya kamu tidak ada disini saat ini, masuklah, Niko pasti menunggumu didalam." pemuda manis berpakaian putih itu menggeleng, membuat Rian menghela nafas panjang.

"Remi, masuklah, jika ada yang melihatmu disini bersama ku akan ada salah paham yang terjadi." Rian mencoba memberi pemuda manis dihadapannya itu pengertian.

"Rian, maafkan aku..." Ria tersenyum pedih, bukan ini kalimat yang ingin dia dengar saat dia kembali kenegaranya.

"Ya, aku memaafkan mu, jadi tolong kembali lah dan biarkan aku pulang." Rian tidak memiliki niat untuk mendekati pemuda manis yang tengah menunduk itu.

"Kamk melakukan pernikahan ini karena orang tua kami, tolong mengertilah Ri." Rian mengangguk samar.

"Aku mengerti, sangat mengerti Remi, itulah kenapa aku tidak ingin berada di sini lebih lama. Karena itu semua hanya akan membuatku mengingat bahwa perjuanganku selama ini berakhir sia-sia dengan penghianatan mu."

Deg

Pemuda manis itu langsung mendongak saat mendengar ucapan Rian. Pemuda tinggi dihadapannya itu bahkan hanya menatap lurus kedepan, tanpa senyuman yang sejak tadi dia tunjukan.

"R-rian, a-apa maksud mu?" Rian menampilkan senyum sinisnya, senyum yang selama lima tahun ini tidak pernah dia tunjukan pada Remi.

"Aku mengetahui segala Remi, segala tingkah dan kelakuan mu selama aku tidak disini, aku tau. Bahkan tentang Niko. Aku mungkin diam, tapi aku tidak bodoh. Jadi selamat tinggal!" setelah mengatakan itu Rian berbalik dan meninggalkan Remi yang terpaku. Mungkin dia tengah berpikir bagaimana bisa Rian mengetahui segalanya tentang dia dan Niko.

"Dasar bodoh."
.
.
.
.
.
"Ya tuhan Radion, bisa tidak kamu berhenti membuat pesawat kertas seperti itu?" seorang pemuda berkulit tan menggeleng sambil menatap pemuda lain yang tengah duduk disalah satu meja disebuah cafe.

"Bisa tidak berhenti mengomentari apapun yang aku lakukan?" pemuda yang sedang asik melipat kertas agar membentuk sebuah pesawat kertas itu tampak kesal dengan tingkah pemilik cafe yang juga temannya itu.

"Radi, bukan aku tidak suka kamu membuat pesawat kertas seperti itu, tapi kamu membuang-buang kertas dan mengotori cafe ku!" Radion cemberut, dia menatap sendu pada Gilang, si pemilik cafe.

"Tapi hanya ini yang bisa aku lakukan untuk mengingatnya." Gilang berdecih, dia mengenal Radion cukup lama dan dia tidak suka jika melihat Radion sedih karena sosok cinta pertama dari pemuda itu, sosok yang membuat Radion sangat suka membuat pesawat keras dimana pun.

"Baiklah-baiklah, lakukan sesukamu asal jangan menangis dicafe ku, aku tidak ingin dituduh membuat anak perawan orang menangis." Radion menatap kesal pada punggung Gilang yang sudah berjalan menjauh darinya.

Ateez storyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang