.
.
.
.
.
Mata itu terbuka dengan perlahan, menampilkan sepasang manik hitam yang indah. Manik yang dulu nya akan berbinar indah setiap menatap hal-hal yang menarik untuk nya.Dulu banyak hal akan menarik perhatian pemuda itu itu, pemuda manis bernama Wooyoung yang selalu menghadapi segala hal dengan positif. Menciptakan tawa dengan segala sikap polos dan lugunya, membawa orang di sekitarnya ikut tersenyum bahagia.
Namun saat ini, binar indah itu tak lagi nampak, manik hitam itu terlihat hampa dan dingin.
Tidak ada lagi Wooyoung yang akan tertawa tanpa beban, tidak akan ada lagi Wooyoung yang membuat orang di sekitarnya tertawa dengan celotehan polosnya.
Kini pemuda manis itu hanya akan menatap datar tanpa minat pada apapun yang dia lihat. Semua bermula karena sosok itu, sosok yang berhasil mencuri perhatian Wooyoung dan membawa pergi hati juga keceriaan pemuda manis itu.
Jung Wooyoung
Pemuda manis yang setia menatap senja di tempat yang sama hanya untuk menunggu sang pujaan hati nya kembali pulang.
.
.
.
.
.
"Wuyo!" Wooyoung menoleh. Pemuda yang mengenakan apron cafe tempat nya bekerja itu tersenyum saat mendapati sahabat nya tersenyum di depan kasir."Sanie mau pesan apa hari ini?" Wooyoung menghampiri sang sahabat yang sudah menatap menu cafe.
"Seperti biasa, americano dan lemon cheesecake." Wooyoung mengangguk dan mencatat pesanan sang sahabat.
"Ah Woo, apa kamu sibuk?" Wooyoung menatap sang sahabat lalu menggeleng.
"Tidak, cafe sedang sepi. Mungkin karena sudah hampir tutup, ditambah hari sedang hujan."
"Kalau begitu, temani aku sebentar. Ada yang ingin aku katakan." Wooyoung mengangguk kecil dan tersenyum manis.
"Baiklah, kalau begitu tunggu sana di meja mu, aku akan kesana sekaligus mengantar pesanan mu."
Wooyoung menatap sahabatnya yang sudah berjalan ke arah meja paling ujung, tempat yang menjadi favorite sahabat nya itu jika datang ke cafe.
Hanya butuh waktu lima menit, Wooyoung sudah duduk berhadapan dengan sang sahabat.
"Kamu mau bicara apa San? Serius sekali kelihatannya." sosok di hadapan Wooyoung itu mengulas senyum tipis.
"Wuyo, ayo menikah."
Wooyoung membulatkan matanya saat mendengar ajakan sosok di hadapannya itu, bukan karena Wooyoung tidak menyukai sahabatnya, Wooyoung suka sekali bahkan. Pemuda itu sebenarnya bahagia saat mendengar kalimat itu keluar dari mulut sahabatnya, tapi kenapa tidak ada kesan serius sama sekali. Seperti tengah mengajak bermain saja.
"Choi San! Kamu sedang mabuk? Atau kamu ketempelan sesuatu?" Wooyoung menatap lekat pada sosok pria di hadapannya itu.
"Aku serius Woo, memang seharusnya aku melamar mu dengan manis, tapi aku tidak punya banyak waktu." ucapan San membuat Wooyoung tidak bisa berkata-kata. Sekarang Wooyoung yakin jika memang tidak akan ada yang namanya persahabatan diantara mereka, karena salah satu nya pasti memiliki perasaan lain. Atau bisa aja keduanya, seperti San dan Wooyoung.
"Aku sudah datang ke rumah mu dan melamar mu pada kedua orang tua mu Woo, sekarang hanya tinggal menunggu jawaban mu."
Wooyoung benar-benar di buat bingung oleh tindakan San saat ini, memang selama ini sudah beberapa kali San mengatakan ingin menikahinya, tapi tidak sampai melamarnya seperti ini.
"Kamu serius San? Kamu tidak sedang bercanda seperti biasanya kan?" San menggeleng, bahkan pemuda itu sudah mengeluarkan cincin dan menyodorkannya pada Wooyoung.