3. Spy

1.2K 217 13
                                    

Tentu saja semua yang dikatan John hanya kebohongan belaka. Bukannya ingin bersama Sam karena ingin lebih mengenal-nya. Dia benci kalah, maka dari itu dia memilih Sam sebagai teman sekamar agar bisa tahu kelemahannya.

Setalah disetujui olah Sam, mereka berdua langsung diantar ke kamar yang akan mereka tempati. Selama perjalanan ke kamar Sam tidak bisa menyembunyikan rasa kagum-nya. Tidak bisa dibohongi, ini sangat mewah dan tidak realistis bagi Sam.

Saat sampai di kamar, Sam lagi-lagi menganga, tidak percaya bahwa ruangan seluas ini hanya ditempati dua orang. Tujuan utama-nya memang untuk kenyamanan siswa, agar saat belajar mereka tidak stres.

Guru yang mengantar mereka-pun berpamitan, mereka berdua membungkuk untuk memberi hormat lalu menutup pintu. John langsung melempar badannya ke atas kasur.

"Ini kasurku, kau tempati yang sana saja, aku tidak suka dekat jendela."  Ucap John pada Sam.

Sam hanya mengangguk lalu mengucapkan kata baiklah. Tidak ada perlawanan atau perdebatan sama sekali, padahal tujuan John adalah agar mereka bisa berdebat, karena menurutnya siapa orang gila yang suka tidur dekat jendela?

Sam berjalan menuju kasurnya, tapi tidak langsung berbaring, ia terlebih dahulu menata buku dan foto yang ia bawa di atas meja belajar di dekat kasurnya, lalu dilanjutkan dengan menata baju pada lemari yang juga dekat kasur-nya.

John lalu pergi ke arah Sam lalu mengambil foto yang ada di atas meja belajar milik Sam.

"Oh, jadi supir taksi tadi ayah-mu?" Tanya John ingin memastikan.

"Ya, ada apa? Kau mengenalnya?" Jawab Sam yang disertai pertanyaan.

"Tidak, aku hanya melihat-mu dan dirinya tadi. Lalu kenapa ibu-mu tampak berbeda?" Tanya John lagi.

"Hmm, yang tadi datang bersamaku adalah ibu sambung-ku, sedangkan ibu kandung-ku sudah meninggal lima tahun lalu." Jawab Sam masih fokus pada pakaiannya.

"Hmm, ok, aku tidak akan bertanya lebih jauh!"

Tujuan John saat ini ada mencari tahu tentang Sam. Ia ingin cari cara agar bisa manjatuhkan Sam.

John kembali ke kasurnya, tapi karena melihat Sam merapikan barang, ia berinisiatif juga, karena di sini tidak ada bibi-nya, jadi mau tidak mau ia harus membereskan-nya sendiri.

Tidak! Ini tidak berhasil. Setelah sekian lama bergelut dengan barang-barangnya, John menyerah. Ia tipe yang cepat belajar, namun saat melihat Sam melipat pakaian hal itu sama sekali tidak masuk ke otaknya. Ia tidak ahli dalam hal ini, sedetik kemudian ia menaruh asal pakaiannya, satu-satunya hal yang ia bisa saat ini adalah menata buku-nya.

Sam sambil tertawa kecil datang ke samping John.

"Perlu bantuan?" Tawar-nya

"Anak orang kaya seperti pasti tidak pernah melipat pakaian, pasti semua pakaian-mu selalu digantung karena lemari mu besar." Lanjut Sam.

Setelah mendapat anggukan dari John, Sam langsung mengambil alih pakaian John. Dengan telaten ia mengeluarkan kembali semua pakaian John lalu dilipat ulang. John duduk dikasur-nya lalu memperhatikan pekerjaan Sam.

"Kau sangat pintar, les di mana?" Tanya John memecah keheningan.

"Hei, kau juga pintar, pikir saja sendiri, orang miskin seperti-ku mana mungkin bisa les." Jawab Sam masih fokus pada pakaian John.

"Lalu, kenapa aku tidak mengenal-mu? Apa kau pernah ikut lomba?" Tanya John lagi.

"Saat sekolah dasar, pernah. Setelahnya, tidak." Jawab Sam santai.

"Kenapa? Apa kau bodoh saat SMP?"

Sam langsung tertawa. "Tidak, bukan begitu. Setiap perlombaan akan ada seleksi di sekolah bukan? Aku selalu lolos sampai tahap akhir, tapi kau tahu, ini Korea, orang pintar tidak sedikit, dan jika sudah begitu apa yang jadi tolak ujur selanjut-nya?" Ucap Sam kini menatap John.

John merasa bingung, ia menaikkan satu alisnya pertanda meminta jawaban.

"Uang dan kedudukan orang tua! Saat memilih peserta lomba yang mewakili sekolah, guru akan mempertimbangkan kedudukan orang tua, tidak jarang juga mereka menerima suap agar anak tertentu ikut lomba. Tidak heran sebenarnya, korea adalah korea, ego adalah yang utama, bukan begitu?"

"Lalu kenapa tidak pindah sekolah? Bukankah tidak semua sekolah begitu?"

"Kembali lagi, masalah utama-nya adalah uang. Jika pindah sekolah akan ada biaya tambahan lagi, buku baru, seragam dan banyak lagi. Membanyangkan-nya saja aku sesak napas, daripada pindah sekolah yang bisa kulakukan hanya-lah belajar dengan giat, dengan harapan bisa masuk kesini, dan..." ucap Sam gantung sambil memasukkan pakaian terakhir John ke lemari. Ia kemudian berdiri dan mengusap tangannya pada baju lalu menjulurkannya pada John yang sedang ter-duduk di kasur-nya.

"Terima kasih, berkat-mu aku bisa masuk kesini."

John meraih tangan Sam lalu mendongak dan menaikkan alisnya isyarat bertanya.

"Terima kasih, karena jawaban-mu salah satu sehingga membuatku bisa mendapat beasiswa dan diterima di sini." Ucap Sam sambil tersenyum.

Ada perasaan hangat di hati John, sudah sangat lama sejak ia mendengar kata terima kasih untuk-nya. Awal-nya memang dia marah karena berada di posisi kedua, tapi sekarang rasa-nya itu sudah tidak penting lagi. Memang benar kata orang, kata terima kasih adalah kata ajaib. Itu hanya dua kata tapi bisa membuat John merasa sangat bahagia.

.
.
.

Setelah merapikan barang, John dan Sam memutuskan untuk tidur siang, Sam lebih tepatnya. John masih bergelut dengan pikirannya yang berkalut, kenapa pergi-nya rasa marah tadi? Niat awal-nya tadi mencari tahu kelemahan Sam, tapi hasil-nya nihil dan dendam-nya ikut hilang bersama dengan rasa penasaran itu.

Tidak aneh sebenarnya, John adalah anak yang baik, tapi kembali lagi, dari kecil dia selalu mendapatkan apa yang dia mau, dan dia selalu berada di nomor satu, ini pertama kali-nya, jadi dia merasa aneh tentang itu, tapi setalah dipikirkan itu bukan-lah hal yang buruk, jika saja dia yang di nomor satu pasti Sam tidak akan ada di sini.

Tok tok tok

Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan John. Ia bergegar membuka pintu, takut orang yang ada di luar mengetuk lagi dan membangunkan Sam.

"Hal—!" Teriak Kyle yang langsung dibungkam John.

"Sutsshh!" John memberi isyarat agar tidak berisik lalu menunjuk ke arah Sam yang sedang tertidur. Kyle yang mengerti langsung mengangguk.

"Ada apa?" Tanya John.

"Ayo ke kantin, atau main basket, apa kau tidak bosan? Justin dan yang lain-nya juga sudah pergi." Ajak Kyle.

"Baiklah, ke kantin saja, aku lapar, tapi deluan saja, aku akan membangunkan Sam terlebih dahulu."

"Hmm, baiklah."

Setelah Kyle berlalu, John kembali menutup pintu kamar-nya. Lalu berjalan menuju tempat tidur Sam. Niat hati ingin membangunkan Sam, ia malah terpaku pada wajah Sam. Begitu tenang, John suka melihat ketenangan itu, bulu mata Sam juga lentik, kulit-nya mulus, dan yang paling menarik perhatian adalah bibir, itu sangat merah, mungil dan John rasanya ingin menciu—

John langsung menggelengkan kepala, tidak percaya dengan apa yang baru saja ia bayangkan. Tanpa pikir panjang ia langsung membangunkan Sam, tapi masih dengan sangat lembut. Ia memanggil nama Sam lalu memberi sedikit tepukan pada pundak-nya.

Sam langsung bereaksi, ia terlihat meregangkan badan, lalu membuka matanya perlahan.

"Ada apa?" Tanya-nya masih dengan suara serak, nyawa-nya belum benar-benar terkumpul.

"Apa kau tidak lapar? Ayo ke kantin, semua anak yang lain juga sudah ke sana."

Sam langsung duduk dan mengusap wajahnya, mencoba mengumpulkan nyawa-nya terlebih dahulu, setelahnya ia ke kamar mandi untuk membasuh wajah dan pergi ke kanti bersama John.

.
.
.

Bersambung.

John and Sam || HwanBby/HwanYoung ✔️✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang