John So berjalan menuju mobil-nya. Hari ini dia akan pergi ke asrama sekolahnya, Seoul Internation High School, salah satu sekolah elit terbesar khusus pria yang ada di Korea Selatan. Tentu saja tidak sembarangan orang bisa masuk ke sana. Meski bangunan-nya terlihat besar dan mewah, nyatanya sekolah ini hanya menerima kurang dari 50 murid setiap tahun-nya. Selain itu, koneksi sekolah terhadap perusahaan-perusahaan besar baik lokal maupun internasioan sudah tidak bisa diragukan lagi. Maka dari itu tidak jarang para petinggi-petinggi yang ada di Korea Selatan berlomba agar anak mereka masuk ke sana.
Tapi, walaupun elit, John sama sekali tidak teratrik dengan sekolah itu. Ya, seperti kebanyakan orang kaya pada umum-nya, John masuk ke sana hanya untuk memenuhi ego orang tua-nya. John memang pintar, sangat pintar bahkan, hanya saja dia benci keterbatasan. Maklum saja, sejak kecil dia terbiasa untuk mendapatkan apa yang dia inginkan dan juga dia selelu mendapat kebebesan. Untuk orang-orang seperti John sekolah asrama seperti ini hanyalah penjara meski terlihat mewah.
Setalah kurang lebih tiga puluh lima menit perjalanan, John akhirnya sampai di sekolah itu dan langsung masuk ke aula yang telah ditentukan. Sedangkan barang-barang-nya diurus oleh supir-nya. Namun ada satu orang yang menarik perhatian John. Orang itu terlihat mencolok, bukan karena barang yang ia kenakan terlihat sangat mewah, tetapi sebaliknya, orang itu terlihat sangat sederhana, dia bahkan mengurus barang bawaan-nya sendiri, tidak seperti kebanyakan orang yang ada di situ. Tapi itu tidak bertahan lama, John terlalu malas memikirkan orang lain, ia segera duduk di kursi yang ada di aula lalu kembali memikirkan nasib-nya saat di sini.
Tujuan pengumpulan siswa di aula tidak ada yang spesial, basa-basi pada umum-nya, hanya membahas tentang sejarah, predikat, dan prestasi dari sekolah. Sampai pada akhir-nya kepala sekolah hendak mengundang siswa yang mendapat nilai tertinggi pada saat tes seleksi untuk sekolah naik ke panggung.
John dan siswa lain-nya sudah tes pekan lalu, dan nilai-nya di kirim pada masing-masing email siswa, dan seperti yang diduga nilai John nyaris sempurna. Mustahil untuk mengalahkan-nya, karena dia hanya salah satu dari seratus soal, jadi jika ingin mengalahkan-nya orang itu harus benar semua-nya, dan itu mustahil pikirinya.
John sudah merapikan pakaian-nya, ia bahkan nyaris berdiri, tapi tertahan setelah mendengar nama yang disebut bukan-lah nama-nya.
"Selamat kepada Sam Kim!" Ucap kepala sekolah.
"Silahkan naik ke panggung," Lanjutnya.Pikiran John tiba-tiba kosong. Ia bahkan sudah tidak bisa mendengar tepukan tangan dari orang-orang yang ada di ruangan. Mata-nya menatap tajam ke arah siswa bernama Sam Kim itu. Sesaat setalah kepala sekolah menjelaskan bahwa Sam Kim menerima beasiswa penuh, otaknya kembali memikirkan kejadian di awal.
John mengubah posisi duduk-nya menatap tajam ke arah panggung sembari berpangku dagu. Pantas saja penampilan-nya sangat biasa saja, rupanya orang tidak mampu. Sekolah itu memang menyediakan beasiswa untuk siapa-pun, selain biaya sekolah ditanggung penuh, orang yang mendapatkan beasiswa juga akan di biayai sampai perguruan tinggi. Namun bukan hal mudah untuk mendapatkan-nya. Jika tidak mendapatkan medali nasional, mereka harus memiliki nilai sempurna pada saat tes. Tapi bukan itu fokus John, masa bodoh dengan beasiswa, ayah-nya bahkan bisa membeli sekolah ini jika mau. John hanya benci kalah, seperti anak orang kaya pada umum-nya, ego-nya tinggi!
Seketika John tersenyum jahat.
"Baiklah, ku rasa aku sudah menemukan kesenangan di sini." Ucapnya dalam hati sambil memikirkan 1001kejailan yang akan ia lakukan pada Sam.
.
.
."Hei, John!" Sapa orang yang berjarak tiga kursi dari-nya.
John hanya tersenyum lalu melambaikan tangan. Itu Kyle, teman SMP-nya. Sumpah demi Tuhan dia masih kesal dengan masalah tadi. Terlebih lagi kepala sekolah juga mengundangnya naik ke atas panggung karena berada di urutan kedua. Itu bukan penghargaan, tapi penghinaan bagi John. Untuk pertama kalinya dalam 17 tahun hidup-nya dia berada di nomor dua.
Acara-nya sudah selesai, tapi mereka masih berada dalam aula. Mereka dipersilahkan untuk pamit pada orang yang mengantar mereka, karena mulai detik ini sampai stau semester kedepan mereka akan berada disekolah ini. Mereka juga dipersilahkan untuk saling mengenal satu sama lain sebelum penentuan kamar nanti-nya. Karena siswa terbatas maka dalam satu ruangan hanya ditempati dua sampai tiga orang. John satu-satunya yang hanya duduk, bukan tanpa alasan, dari 47 orang yang diterima, Sam satu-satunya yang tidak ia kenal. John adalah orang yang ambisius, satu-satunya yang bisa menarik perhatian orang tuanya adalah peringkat dan medali. Jadi, sedari kecil John sudah banyak mengikuti les, mulai dari yang akademik hingga yang non-akademik. Tidak jarang John juga ikut perlomabaan nasional dan internasional. Dari tempat-tempat itu-lah Jonh mengenal orang-orang yang di aula saat ini.
"Baiklah, semuanya berkumpul dan kembali ke bangku masing-masing!" Interupsi dari seorang pria dewasa dari arah panggung.
Seluruh siswa yang mulanya bertebaran serempak bergegas menuju kursi masing-masing. Ruangan yang tadinya bising kini hening. Aura dari pria yang diyakini pembina asrama ini sangat dominan, tatapan mata-nya yang tajam membuat nyali para siswa ini ciut. Uang tidak berlaku disini, kepala sekolah tidak akan segan mengeluarkan siswa dari sekolah ini jika melanggar aturan. Kenapa? Tidak hanya satu atau dua anak petinggi yang ingin bersekolah di sini, jadi kehilangan satu orang saja tidak akan berpengaruh sama sekali kepada sekolah ini.
"Sekarang saat-nya menentukan kamar. Karena kami menghargai pendapat para siswa maka dari itu untuk sekarang kalian yang menentukan sendiri, jika cara ini tidak berhasil maka kita akan mengambil jalan tengah dengan mengacak." Ucap guru itu tegas.
Beberapa murid langsung mendapatkan teman kamar, sedangkan beberapa yang lain masih bingung. Ada juga beberapa yang ingin sekamar dengan John, tidak heran, John pintar, lebih kaya dari yang lain, dia juga mudah bergaul.
Travis, Justin dan Kyle adalah yang paling bersemangat. Mereka teman SMP John, tentu saja mereka ingin bersama John.
Semua murid yang telah mendapat teman kamar sudah meninggalkan aula diantar guru lain. Sedangkan yang belum masih tinggal di aula.
"Baiklah, kita acak saja nama kalian." Ucap guru itu.
John langsung mengangkat tangan.
"Ada apa?" Tanya guru itu.
"Saya sudah menentukan teman sekamar saya." Jawab John.
Travis, Justin dan Kyle dengan percaya diri mengangkan barang mereka, yakin bila salah satu dari mereka terpilih.
"Siapa?"
"Sam Kim!"
Travis, Justin, dan Kyle langsung menganga, tidak percaya dengan yang mereka dengar. Sama hal-nya dengan Sam yang kebingungan, lalu menatap John seakan meminta jawaban.
"Travis, Justin dan Kyle menginginkan saya jadi teman sekamar, tapi untuk satu kamar dibatasi dua sampai tiga orang. Jika saya memilih satu diantara mereka, yang lainnya akan merasa terkhianati. Sam juga satu-satunya orang yang belum saya kenal, karena kita akan tinggal disini, ada baiknya jika kami saling mengenal." Ucap John tanpa diminta.
"Oh ya, saya juga satu-satunya yang mengenal semua orang di angkatan ini. Jadi akan bagus jika saya mengenal Sam dan membantunya untuk mengenal yang lain." Lanjut John
Penjelasan yang masuk akal. Guru itu langsung bertanya pada Sam dan Sam juga tidak punya pilihan, John atau yang lainnya sama saja, karena tidak seorang-pun yang ia kenal.
.
.
.Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
John and Sam || HwanBby/HwanYoung ✔️✔️
FanficPicture by Pinterest Edit by myself Hidup memang penuh misteri. Apa yang kita rasakan sekarang bisa hilang dalam sekejab mata. Sama seperti John So yang awal-nya merasa marah pada Sam Kim karena merebut posisi-nya berubah begitu saja saat mengenal...