when we meet

318 282 25
                                    

———

Embun pagi yang menempel pada permukaan motor membuat Bumi menghela napas kesal. Dia mengeluarkan sebuah lap yang memang sengaja disimpan dalam jok motor, mulai mengelap bagian yang basah. Bumi memang sengaja tidak memasukkan motornya ke dalam garasi, karena ayahnya pulang dan pasti kendaraan roda dua miliknya akan sulit keluar karena tertutup kendaraan milik ayahnya. Namun, inilah resiko yang harus diterima. Cuaca yang memang sedang dingin membuat embun tercipta.

Saat dirasa sudah kering dan bisa untuk dijadikan tempat duduk, Bumi segera menaiki besi berjalan itu, namun saat berusaha untuk menghidupkannya, tidak bisa dihidupkan hingga beberapa menit kemudian. Emosi Bumi benar-benar diuji pagi ini. Kakinya sedikit menendang besi di hadapannya, melampiaskan amarah yang sudah tidak bisa ditahan.

"Sial..." umpatnya kesal.

Bumi mengangkat tangan kirinya, melihat jam tangan yang masih menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Menyadari waktu masih bisa digunakan untuk berjalan ke arah halte di depan komplek, langkah pertama langsung Bumi lakukan detik itu juga. Berjalan sekitar lima menit dan berhasil duduk di kursi halte guna menunggu bus yang akan datang.

Nampaknya keberuntungan tengah berpihak kepadanya, belum ada sepuluh menit menunggu, bus yang melewati sekolahnya datang. Dengan begitu dia bisa sampai pada sekolah tepat waktu jika bus tidak mengalami macet.

Dan untungnya lagi, Bumi bisa sampai ke sekolah tepat waktu. Sebelum bel benar-benar berbunyi dia langsung berlari menghampiri Abiel yang juga sedang berlari kecil untuk menuju kelasnya.

"Telat juga?" Abiel merangkul Bumi.

Bumi mengangguk, "Motornya mogok."

Abiel hanya menanggapi jawaban Bumi dengan ber oh kecil, kemudian kembali melanjutkan jalan mereka menuju kelas karena dengan tiba-tiba bel berbunyi begitu keras saat mereka sedikit mengobrol.

Pelajaran hari ini rasanya seperti biasa untuk Bumi, tidak ada yang spesial atau menantang. Waktu istirahat ini Bumi ingin pergi ke perpustakaan, karena pelajaran selanjutnya sudah dipastikan akan kosong karena guru rapat agenda acara tahunan yang dilaksanakan seminggu lagi.

Bumi melangkah keluar kantin, meninggalkan teman-temannya yang asik dengan game online di gadgetnya. Lagipula suasana kantin tentu sangat ramai, banyak siswa yang menghabiskan waktu untuk berada di kantin saat tidak ada pelajaran seperti ini. Lain dengan Bumi yang tidak terlalu menyukai ramai, dia pergi ke perpustakaan yang sepi, membaca buku fiksi atau kumpulan puisi.

Punggungnya ia gunakan sebagai sandaran, Bumi membaca dengan berdiri dengan satu tangan yang ia lipat menyangga tangan lainnya. Buku yang ia pilih tidak terlalu berat, hanya bacaan fiksi romantis ringan yang bisa dia selesaikan dalam waktu sehari.

"Maaf..." Suara lirih dari samping kanannya membuat Bumi menoleh, melihat sosok pendek yang tengah menundukkan kepalanya.

Tangannya menunjuk ke arah buku yang ada di belakang Bumi, memberi tanda untuk menyingkir. Lelaki yang mengerti kondisi langsung bergerak kecil, memberikan ruang untuk wanita kecil di hadapannya yang ingin mengambil buku.

Setelah mendapatkan apa yang dibutuhkan, gadis itu melesat dengan kepala yang terus menunduk. Kacamatanya bahkan hampir lepas karena terus menunduk.

Bumi memperhatikan setiap wajahnya, seperti mengenali tetapi tidak pernah melihatnya, bahkan otak pintarnya tidak bisa mencerna wajah asing yang familiar baginya. Memilih acuh, Bumi kembali membuka halaman buku yang dipegangnya, kembali membaca buku tersebut dan melupakan soal sosok gadis pendek yang mengganggu pikirannya sejenak.

SempiternalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang