who are you

335 304 33
                                    

———

Bumi Madava, serangkaian huruf itu kembali diucapkan oleh pembina upacara untuk menyambut murid kesayangannya, menyuruh perintah agar seseorang dengan nama tersebut berkenan maju ke depan dan menerima penghargaan atas prestasinya.

Laki-laki yang dipanggil tak kunjung menampakkan batang hidungnya, ia masih tetap berdiri di tempatnya dengan pandangan malas ke arah pembina upacara yang terus memanggil namanya. Beberapa temannya sudah menyikut tubuh Bumi untuk segera maju ke depan dan segera menyelesaikan upacara.

Setelah lima menit tak kunjung datang, pembina upacara melanjutkan upacara tersebut tanpa memberikan penghargaan untuk murid kesayangannya yang tak mau maju untuk menerimanya.

Berbeda dengan semua murid, Bumi selalu malas untuk maju ke depan dengan banyak pasang mata yang menatapnya iri, kagum, atau malas ke arahnya. Dia lebih suka mengulur waktu dan tidak pernah maju ke depan. Biasanya penghargaan akan diberikan setelah upacara dengan pengumuman suara yang begitu lantang. Hasilnya sama saja, Bumi justru sangat malas untuk menyisakan sedikit waktunya untuk menuju ruang guru dan menerima beberapa uang serta piagam yang memang miliknya.

Suasana kantin hari ini begitu ramai, banyak siswa yang mengantre untuk membeli minuman karena cuaca yang cukup panas. Akhirnya kantin begitu sesak dengan siswa-siswa yang berebut minuman dingin.

Lain dengan Bumi yang sudah duduk santai dengan sebuah minuman mineral di tangannya, walaupun tidak dingin setidaknya bisa membasahi tenggorokannya yang kering.

"Lo kenapa setiap kali disuruh maju malah nggak mau?" Seseorang sudah menyenggol lengan Bumi dengan sengaja serta nada bicara yang selalu menjadi suara paling ia benci.

Bumi hanya mengedikkan bahunya, enggan menjawab dengan benar pertanyaan yang baru saja dilayangkan kepadanya. Bukan suatu hal yang biasa memang ketika lelaki itu menghasilkan prestasi dan tidak mau maju ke depan dan tersenyum ke semua orang seperti kebanyakan siswa lain. Bumi sudah menjelaskan alasan mengapa dia enggan menerima penghargaan atau semacamnya.

Salah satu alasannya adalah kepala sekolah ini merupakan kakeknya, yang selalu berbicara sembarangan tentang cucu emasnya yang selalu memenangkan perlombaan renang, mau antar kabupaten atau provinsi, laki-laki paruh baya itu terlalu mengenalkan dirinya sebagai cucu paling membanggakan.

Padahal Bumi tidak suka menjadi perhatian orang-orang, Bumi tidak suka dengan pujian-pujian munafik yang sebenarnya kata-kata iri dengki terhadap apa yang sudah ia peroleh. Bumi hanya memuaskan diri sendiri saat sudah berlatih keras setiap hari dengan membawa pulang piagam ataupun medali. Dia tidak butuh kata semangat saat kalah ataupun pujian saat menang.

"Dia kan pernah bilang nggak suka jadi pusat perhatian," salah satunya menyambung percakapan.

"Jangan sampai segitunya juga, dia kakek lo, harus hormat kepada orang yang lebih tua." Lean mencoba menasehati temannya.

Bumi hanya menghela napasnya, ucapan Lean selalu bisa membuat dirinya menyerah membela diri. Lean Magenta, sahabatnya sejak sekolah menengah pertama, bertemu ketika kelas dua saat sekelas. Hari itu Bumi tampak lebih diam dan memiliki sifat yang sukar untuk berbaur. Memang sudah pendiriannya untuk menjauh dari semua orang dan enggan memulai hubungan pertemanan. Namun, Lean yang mungkin saat itu terpaksa satu kelompok dengannya, membuat Bumi mengubah pola pikirnya tentang teman.

Kejadian tidak sengaja yang membuat Lean yang tadinya tidak suka kepada Bumi karena sifatnya terlalu pendiam dan sedikit arogan akhirnya memutuskan untuk bersahabat dengan laki-laki itu. Hari itu Lean tengah piket kelas, yang mengakibatkan dirinya harus pulang lebih lama dari beberapa murid lain. Saat berjalan menuju gerbang, dia melihat Bumi sedang diseret dengan paksaan menuju mobil hitam dihadapannya, Bumi terlihat berontak dengan menghantamkan lengannya ke arah dua lelaki yang menyeretnya, namun dia kalah jumlah.

SempiternalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang