and blue.

68 43 5
                                    

———

Pagi itu udara dingin, suhu sedang rendah dan cuaca yang kemungkinan akan turun hujan. Mendung dan matahari tidak menampakkan dirinya. Berawan namun yang terlihat hanya awan pekat yang sedang menahan beban air di dalamnya. Mungkin sebentar lagi akan turun juga hujan yang sudah menyeruak untuk keluar dari awan-awan tersebut.

Seorang gadis dengan seragam sekolah yang sedang menunggu bus di halte sudah siap sedia meneteng payung berwarna biru muda miliknya.

Bus datang dengan cepat, tidak selama seperti biasanya. Mungkin penumpang dan supirnya tidak ingin terjebak macet karena hujan pagi ini. Mala masuk bus dengan hati-hati, duduk di salah satu bangku kosong. Dia mulai mengambil ponselnya dan kembali memutar musik yang sempat terhenti tadi.

Kepalanya ia sandarkan pada kaca bus, menatap rintik hujan yang mulai menempel pada benda tembus pandang tersebut.

Sesampainya di sekolah, dia segera membuka payung yang sedari tadi sudah berada di tangannya, berjalan santai di antara para siswa yang tengah berlarian menghindari hujan.

"Hai, aku nebeng." Seorang laki-laki tiba-tiba saja menabrak pelan tubuhnya, berusaha melindungi diri dari rintik hujan yang semakin deras.

Mala sedikit memberi ruang untuk Bumi mendapatkan jatah payungnya. Menatap lelaki yang masih sibuk mengacak rambutnya yang sedikit basah.

"Payung kamu ketinggalan di rumah, maaf ya belum bisa balikin." katanya.

Mala mengangguk paham, menandakan dia tidak keberatan jika payungnya masih di tempat Bumi, toh dirinya masih mempunyai payung lain yang bisa digunakan.

"Iya, santai aja." balas Mala.

Keduanya berjalan hingga gedung utama, setelah itu Mala menutup kembali payungnya untuk disimpan di tempat penyimpanan payung yang tersedia di depan.

Mereka berdua berjalan berdampingan dengan keadaan hening, hanya terdengar suara gaduh dari siswa lain dan tatapan yang mulai curiga dari beberapa siswa yang melihat kedekatan mereka.

Pundak besar Bumi dirangkul tiba-tiba oleh seseorang yang baru datang.

"Halo bro!" sapanya dengan sedikit berteriak.

Bumi yang terkejut lantas menoleh, melihat siapa makhluk yang datang dengan menyampirkan tangannya ke pundak dengan tidak sopan.

"Bi, lo sadar diri dikit lah. Pendek gini dateng-dateng langsung rangkul, miring pundak gue nih."

Abiel mendecih, "Lo jangan body shaming, sakit hati gue."

Bumi melepaskan rangkulan tangan tersebut dengan tertawa kecil, dia tidak berniat mengatakan badan Abiel pendek. Hanya saja karena tinggi keduanya cukup berselisih membuat langkah Bumi sedikit susah karena tubuhnya harus miring mengikuti beban tubuh Abiel.

"Maaf deh, tapi gak gitu maksudnya." kata Bumi mencoba untuk membujuk Abiel yang pura-pura merajuk.

"Eh ada mbak Mala," Abiel melongoskan kepalanya, melihat ada seseorang lain yang berjalan berdampingan dengan Bumi.

Mala mengangkat salah satu alisnya bingung, "Kenapa selama ini kamu panggil aku mbak?"

Abiel tampak diam tak bisa membalas, dirinya berpikir dan mencari alasan yang tepat untuk menjawabnya.

"Ya gak apa sih, cuma iseng aja manggil pake mbak," kata Abiel santai. Tanpa disadari ada tangan yang siap menoyor kepalanya pe;an, Abiel menoleh dan menatap tajam Bumi.

SempiternalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang