Mampus!Salvia terdiam dan tidak bisa berkata apa-apa, apalagi untuk menjawab pertanyaannya. Wajahnya sudah pucat dan berkeringat, dia menduga bahwa bedaknya mungkin luntur karena keringatnya sehingga dia harus menggunakannya lagi tapi jelas setelah menghadapi pria di depannya itu.
Bahkan sejak keberadaan pria itu di dalam kantin sudah membuat para karyawan yang berada di sini ketakutan, ada yang juga berlari untuk menghindarinya terlihat oleh mata pria itu. Sama halnya yang di lakukan ketiga teman sialannya. Sehingga suasana kantin yang tadinya berisik menjadi hening, dia bahkan menyadari beberapa pasang mata yang melihat ke arahnya. Dia sudah menebak mereka sedang mengasihaninya! Tidak ada yang berani menolongnya, mereka hanya bisa melihatnya karena penasaran apa yang akan dialaminya saat berhadapan dengan Boss mereka.
Seharusnya mereka sudah tahu bahwa dirinya akan mendapat kemarahan, cacian maki atau bahkan hinaan dari pria itu.
Salvia dengan berani menatap mata coklat pria itu yang jelas-jelas tertuju padanya menunggu jawaban darinya, dia menggigit bibirnya sebelum akhirnya menjawabnya dengan ragu."Maksud saya, tidak ada yang berani untuk tidur dengan anda Pak! Karena jika mereka melakukannya, mungkin wanita itu gila. Bagaimanapun anda sangat tampan, tubuh anda juga berharga jangan sia-siakan untuk para wanita gila itu."
Dia mengambil nafas panjang setelah mengucapkan semua perkataan omong kosongnya, untungnya dia bisa berpikir dengan cepat dan menemukan alasan yang cocok untuk menjawabnya. Meski dia harus memujinya, tetapi di dalam hatinya dia merasa jijik karena telah memujinya.
Calvin menatapnya dengan salah satu alisnya yang terangkat, dia jelas tidak percaya dengan semua perkataan omong kosongnya. Tetapi dia menyetujui ucapan yang memujinya, dia akui dirinya memang sangat tampan dan akan sia-sia jika dia tidur dengan wanita gila yang hanya menginginkan hartanya.
Menurutnya semua wanita yang berusaha dekat dengannya hanya menginginkan hartanya dan karena ketampanannya, dan memang tidak ada yang berani menolak pesonanya. Bahkan semua karyawan wanitanya tidak terkecuali. Tapi setelah di pikir-pikir tidak ada karyawan wanita yang terang-terangan memujinya? Mungkin mereka tidak berani, meskipun begitu dia jelas tahu tatapan-tatapan memuja dari mereka sehingga dia sudah menebaknya.
Dan juga wanita di depannya ini, dia tahu bahwa ia juga memuja ketampanannya tetapi ia tidak pernah mengatakan padanya secara langsung. Dia pikir sang sekertarisnya itu memiliki sifat malu-malu untuk mengutarakannya dan juga setelah di pikir-pikir dia selalu memarahinya dan bahkan menghinanya. Apakah karena itu ia tidak berani mengatakannya? Apakah dia terlalu keras pada sang sekertarisnya? Kalau begitu dia tidak akan terlalu keras mulai sekarang, karena dia ingin mendengar dari sang sekertarisnya itu untuk mengatakan bahwa dirinya sangat tampan.
Memikirkannya membuatnya melupakan rasa kesalnya, dia juga tidak ingin terus mengejarnya itu akan membuat sang sekertarisnya ketakutan dan ia mungkin tidak akan pernah mendengar pujiannya. Awalnya dia kesal saat mendengar perkataan sang sekertarisnya itu, tetapi dia akui wanita gila mana yang berani tidur dengannya? Jikapun ada mungkin dia akan membunuhnya!
"Apa yang dikatakan olehmu benar, saya memang tampan dan semua wanita mengagumi ketampanan saya. Dan wanita gila mana yang berani tidur dengan saya? Mungkin tidak ada."
Salvia hanya cengengesan dengan canggung dan menganggukkan kepalanya, menyetujui yang di katakan pria di depannya. Tetapi di dalam hatinya dia terus memaki pria narsis di depannya itu, bahkan narsismenya mengalahkan dirinya. Tidak hanya gila tetapi bossnya seorang narsisme, ini adalah berita baru yang perlu dia sebarkan pada seluruh karyawan di sini. Sehingga karyawan di sini tidak akan ketinggalan gosip tentang bossnya itu.
"Lalu apakah menurutmu saya tampan? Misalnya jika kamu tidur denganku, mungkinkah kamu juga wanita gila?" Sontak membuat wajah Salvia menjadi kaku setelah mendengar pertanyaan dari pria di depannya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Sweetest Boss
Romance... Salvia sungguh menderita menjadi sekertaris Calvin Halbert, bagaimana tidak? Dia harus mendengarkan kemarahannya setiap saat bahkan di saat kesalahan terkecil pun, selalu semena-mena pada karyawannya dan yang paling parah dia juga akan mendengar...