BAB 3

2.6K 236 8
                                    

[AU] STAY TONIGHT

๑۩۞۩๑

Anya sudah ada di depan gerbang, bersama Damian, tentu saja.

"Ibu!" anak itu berteriak ketika ibu dan ayahnya baru turun dari mobil. Mereka membawa pai kesukaannya, meskipun kali ini tidak ada sesuatu yang berbau kacang. "Senang bisa mencicipi pai buatan ayah."

"Halo, Damian." Yor menyapa Damian yang tersenyum hangat. "Kelas kalian seharusnya dimulai, mengapa ada di luar? Ibu bisa titipkan pai stroberi pada Guru Henderson. Beliau pasti akan mengantarkannya padamu."

"Kami dari Cendekiawan, tidak terlalu khawatir ketika tidak berada di kelas, atau ketika guru mencari. Kami akan sedikit berdusta karena ada yang harus diurus di klub, dan mereka akan percaya." Loid hampir menyemburkan kata-kata kurang pantas, saat mendengar anak kedua keluarga Desmond berbicara dengan nada mereka yang selalu terdengar arogan. "Maaf terlambat mengucapkannya. Selamat siang, Mr. Forger."

"Ya, selamat siang." Loid tidak terlalu baik untuk membalasnya menyapa. "Anya, jangan pernah keluar dari kelas. Itu sesuatu yang tidak pantas."

"Ayah, aku tidak pernah keluar dari kelas. Ini pertama kali aku melakukannya karena merindukan kalian."

"Kalau begitu pulanglah ke rumah," ujar Loid.

"Tidak mau!" Anya berseru tidak setuju. Dia masih ingin berada di asrama bersama-sama dengan Becky sebelum Becky pergi ke Berlin karena gadis itu memilih sekolah di luar negeri daripada tetap di Eden. Itu pun sepenuhnya karena keluarga Becky memutuskan untuk pindah ke luar negeri karena pekerjaan mereka. 

Selang beberapa menit, keduanya, Anya dan Damian berpamitan untuk kembali ke sekolah. Tapi Loid dan Yor masih di tempatnya, memerhatikan putrinya berjalan dengan tawa serta kue pai stroberi di pelukannya.

"Dia terlihat bahagia, aku merasa tidak perlu khawatir lagi." Loid menoleh saat mendengar kata-kata Yor. Jika memang Yor tidak perlu merasa mengkhawatirkan Anya lagi, berarti perempuan itu tidak akan merasa bersalah jika tiba-tiba harus pergi dan mengajukan surat cerai. Loid sibuk dengan isi pikirannya, dia kalut tiba-tiba oleh kenyataan bahwa Yor sama sekali tidak menaruh sedikit pun merasa cinta untuknya.

"Kalau begitu kita kembali ke rumah."

"Kembali?" Yor berseru dengan nada tidak percaya ketika mendengar bahwa mereka harus kembali, sedangkan Yor tahu bahwa Loid butuh sebuah tempat untuk menghilangkan penatnya. "Kau mau bekerja lagi di rumah? Apa yang kau kerjakan, Loid?"

"Tidak ada. Mungkin membaca buku."

"Sebaiknya kita pergi belanja. Atau, kita pergi makan siang bersama. Kita belum makan siang, Loid!" ujar Yor, dia merasa tidak senang mengetahui bahwa Loid melupakan makan siang mereka. "Aku akan mentraktir makan siang. Ayo, kita punya tujuan yang lebih baik daripada kembali ke rumah."

"Ke mana?"

"Apa biar aku saja yang menyetir?"

"Tidak," Loid meringis mengingat bahwa Yor pernah hampir menghancurkan mobil mereka. Yor tidak terlalu tangkas, soal memasak atau mengemudi. Dia tidak akan membiarkan perempuan itu melakukannya demi keselamatan Yor, tentu saja. "Biar aku saja."

"Aku pandai mengemudi sekarang. Jika aku merusaknya, aku mampu untuk memperbaikinya, atau membeli yang baru."

"Bukan itu masalahnya," Loid mendorong Yor masuk ke dalam mobil. Dan setelah Loid berhasil duduk di kursi kemudinya, dia melirik Yor untuk menambahi sesuatu seperti, "Uang bukan segalanya, ini soal keselamatanmu. Aku tidak mau kau terluka."

Yor membisu. Tersipu malu tiba-tiba. Tapi dia tidak boleh sampai sesenang itu. Loid adalah pria yang baik, perhatian, dan sikapnya lembut, bahkan kepada siapa pun itu—tentunya, tidak hanya padanya, Loid akan mengkhawatirkan semua orang yang dekat dengannya.

"Baiklah." 

๑۩۞۩๑

Mereka menuju ke Roppongi, Minato. Sebelum memasuki jalan-jalan sempit, mobil mereka berhenti di lahan parkir yang tidak jauh dari tempat tujuan mereka untuk makan siang.

Loid melirik papan yang menempel pada pagar berwarna hitam. Gluten Free T's Kitchen, ditulis menggunakan kapur warna-warni beserta catatan-catatan kecil menunjukkan potongan harga di hari ini. Kedua pagar terbuka, menunujukkan bahwa siapa pun bisa masuk ke sana untuk makan siang.

"Aku mendengar dari Camilla, kalau semua makanan di sini enak."

Loid masih memperhatikan tampilan restoran tersebut yang tidak terlalu besar. Ia pandai memasak, tapi tidak pernah pandai mengunjungi tempat di mana terdapat makanan enak, atau setidaknya menilai penampilan sebuah restoran. Dia hanya jago memasak, tidak lebih dari itu.

Yor mengajak Loid masuk ke dalam. Menarik tangan pria itu agar mau ikut mencicipi masakan yang dipuji oleh Camilla, si guru masaknya. Restoran itu memang tidak besar, bagi seukuran Loid yang jago membuat segala masakan dan kue-kue enak. Restoran ini mungkin saja diragukan oleh pria itu dari segi rasa atau mungkin penampilan.

Melewati pintu berwarna merah, restoran itu tidak jauh berbeda dengan bar yang sering kali dia kunjungi sehabis pulang kerja bersama Franky.

"Ada bir, apa kau mau minum bir?"

"Tidak, kurasa jangan!" Loid melirik heran kepada Yor yang menawari bir untuk siang hari mereka. Kalau mereka berdua minum bir, siapa yang akan menyetir nanti? Loid tentunya tidak ingin melanggar hukum. "Mungkin nanti malam. Aku akan menemanimu minum, jangan siang hari, apalagi sampai di luar rumah."

Yor terkekeh. Loid benar-benar serius menanggapi, padahal dia hanya bercanda tadi. "Kita hanya perlu makan siang untuk saat ini." Kata Yor. 

๑۩۞۩๑

BERSAMBUNG

STAY TONIGHT [LOID X YOR] ☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang