BAB 6 [END]

3.2K 247 10
                                    

[AU] STAY TONIGHT

CATATAN PENULIS:

Sesuai dengan keputusan awal, fanfiks ini berakhir di BAB 6. Terima kasih sudah mengikuti STAY TONIGHT. Sampai jumpa pada fanfik LOID X YOR selanjutnya. 

๑۩۞۩๑

Loid mendapatkan pesan dari putrinya, Anya. Anak itu memerintahkan ayahnya untuk segera pergi ke asrama Eden. Dan, saat mobil Loid baru berhenti di depan gerbang, dia menemukan bayangan Yor melewati gerbang pemeriksaan, lalu berdiri di sana sambil tersenyum kepadanya.

"Yor, aku kira kau akan menginap." 

"Aku sedang rindu pada Anya," kata Yor, dia tersenyum seakan tidak terjadi apa-apa kepada mereka. Loid menganggap akan lebih baik seperti itu, tetapi dia juga merasa penasaran. Apa saja yang dia bicarakan bersama putri mereka, Anya. "Apa aku mengganggu waktumu, Loid?"

"Tentu tidak, mengapa kau bisa berpikir seperti itu?"

"Aku merasa terlalu banyak merepotkanmu." 

Loid bergeming, bingung bagaimana mengungkapkan seluruh pikiran yang berkecamuk. Setiap dia hendak mengatakannya, dia kembali merasa itu tidak pantas. Loid ingin memberitahu Yor, bahwa dia tersiksa, bahwa dia merasa sangat terpuruk dengan banyak kenyataan mengenai hubungan mereka. Loid, tak pernah berpacaran, membangun hubungan serius dengan seorang gadis pun tak dilakukannya. Saat semua perasaannya meluap pada Yor, dia resah dan hampir kehilangan arah. 

"Loid," wajah Loid terlihat ramah, tapi kesedihan menyelimuti wajah tampannya. Rambut pirang yang biasanya rapi kini tak dirapikan. Lingkaran menghitam terlihat lebih jelas di bawah matanya. "Aku mencintaimu, Loid." 

"Yor!" suara Loid tercekat karena dia merasa senang mendengarnya. Ia ingin mendekati Yor, memeluk perempuan itu, tapi dia masih tidak tahu seberapa pantas dia melakukannya, maka Loid hanya berdiri di tempatnya, mungkin saja menunggu Yor mengizinkannya. "Terima kasih, Yor, aku benar-benar senang hari ini."

Yor berjalan mendekati Loid, dan memeluk laki-laki itu, sembari tangannya yang lembut menepuk pundaknya. "Aku akan berada di sisimu, Loid." 

๑۩۞۩๑

Dua Bulan Kemudian

Yor tidak yakin pagi itu. Dia melihat benda itu dengan wajah yang sulit memercayainya. Ia ingin senang, tapi juga tidak bisa. Lalu Yor menunggu beberapa menit, sampai dia kembali melakukan tes pagi itu. 

"Loid, ini sudah kedua kalinya!" teriak Yor di dalam kamar mandi. "Tolong aku!"

Loid yang baru saja mengenakan kemejanya buru-buru masuk ke kamar mandi dan melihat istrinya Yor berada di depan wastafel sembari membawa sesuatu yang tidak asing. "Apa yang terjadi, Yor?" 

"Sepertinya aku hamil." 

"Apa?" Loid merampas benda itu, dia terkejut mendengarnya, padahal dia tidak yakin pada awalnya bahwa yang dibawa oleh Yor adalah tes kehamilan. "Dua garis merah!" teriak Loid, dia diselimuti oleh kebahagiaan. "Sebaiknya kita pergi ke rumah sakit untuk memeriksanya, Yor."

"Tidak, Loid!" cegah Yor, dia menarik lengan suaminya. "Kita harus memberitahu Anya. Tapi, bagaimana jika gadis itu tidak menyukainya? Dia sudah besar, pasti aneh rasanya punya adik." 

Loid membisu, memikirkan apa sebaiknya mereka pergi ke Eden dan memberitahu kabar bahagia ini kepada putri mereka, Anya, daripada pergi ke rumah sakit. Ia sering kali mendapatkan kasus serupa, di mana seorang kakak tidak menyukai adiknya hanya karena usia mereka terpaut jauh, atau rasa iri karena kurangnya kasih sayang. Sebaiknya, mereka memang harus mulai belajar menyamaratakan kasih sayang itu hingga tidak menimbulkan kasus yang mengerikan. 

Yor dan Loid mulai berpikir keras. 

"Apa sebaiknya yang harus disampaikan agar Anya mengerti?" tanya Loid. "Apa kau ingat saat dia masih kecil? Dia bahkan tidak mengizinkan anak tetangga main ke rumah agar kue kacang itu tidak dibagi. Atau, dia marah kepada kita hanya karena kita membagi permen yang kita punya kepada mereka saat Halloween tiba." 

Yor dilanda rasa bersalah. "Tapi kita tidak bisa menyembunyikan ini dari Anya." 

"Kita tidak akan  menyembunyikannya, Yor, kita akan memberitahu anak itu dengan hati-hati, dan meyakinkan padanya bahwa kasih sayang kita untuknya tidak akan berkurang sedikit pun."

Yor bersikap lebih positif dari tadi. Dia merasa bisa melakukannya. "Anya adalah anak yang baik. Dia pasti senang punya adik. Kita harus memberitahu Anya."  

๑۩۞۩๑

Makan siang bersama orangtuanya, sudah jarang dilakukan oleh Anya. 

Setelah menikmati makanan berat, Anya mencicipi es krim dengan taburan kacang kesukaannya. Tepat di udara panas, dia merasa cocok untuk menikmati segelas es krim. Apalagi ketika ibu dan ayahnya mengajaknya pergi ke restoran keluarga favorit mereka.

"Anya," Loid bersuara, memecahkan keheningan di meja mereka. "Ada kabar baik, dan ayah harap itu juga kabar baik bagimu." 

Anya memperhatikan lebih serius. 

Yor kali ini yang mengambil alih percakapan, karena sepertinya Loid mulai merasa tidak mampu untuk melakukannya. "Anya, kau akan punya adik." 

Mata Anya melebar. 

"Ibu harap kau tidak merasa terbebani." 

"Serius?" Anya berseru, penuh ketidakpercayaan. "Aku punya adik? Serius?" 

Yor dan Loid saling memandang. 

Loid mulai menyampaikan dengan sedikit nada terbata-bata. "Pagi ini ibumu melakukan tes, dan hasilnya positif. Anya, kami berusaha memahami, jika memang kau masih belum bisa menerima kehadiran adikmu." 

"Tidak, apa maksudnya itu?" jujur saja, Anya mempertanyakan segala yang dimaksud oleh ayahnya. Apa mereka pikir dia tidak dapat menerima adiknya hanya karena mereka tidak pernah membicarakan atau merasa perlu untuk menambah satu keluarga lagi. "Anya kurang memahami apa yang ibu dan ayah maksud," kata Anya. "Apa kalian pikir Anya tidak akan suka dengan kehadiran seorang adik?" Yor menatap suaminya, Loid. "Anya senang sekarang. Anya senang sampai ingin mengumumkan kehamilan ibu ke seluruh sekolah. Kalau bisa, Anya ingin membuat siaran langsung di radio sekolah agar semua orang tahu bahwa Anya sedang bahagia."

Yor menahan tawa melihat Anya bersemangat, dan suaranya lantang menunjukkan bahwa dia memang bahagia. 

"Anya bahagia! Anya tidak mungkin menolak kehadiran adik Anya." 

Loid menepuk kepala Anya. "Berhenti berteriak, dasar Anya." 

"Ayah, jangan memukulku, bagaimana kalau adik Anya meniru kelakuan ayah seperti itu!" pekik Anya, dia sudah dewasa, akan punya adik, dan tidak seharusnya ayahnya tetap memperlakukannya sebagai anak-anak. "Anya berjanji akan sering pulang ke rumah!" ucap Anya bersemangat. 

Yor dan Loid terbahak-bahak. Mereka berdua terlalu jatuh pada ketakutan bahwa Anya tidak menerima adiknya. 

"Terima kasih, ayah, ibu," Anya keluar dari meja untuk memeluk ibu dan ayahnya. "Aku menyayangi kalian, juga menyayangi adik Anya."

Apa yang dapat Anda lakukan untuk mempromosikan perdamaian dunia? Pulanglah dan cintai keluarga Anda.

—Bunda Teresa

๑۩۞۩๑

TAMAT

STAY TONIGHT [LOID X YOR] ☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang