He smells like orange and vanilla

195 98 31
                                    


⋆˚🐾˖° 𝕊𝕖𝕓𝕖𝕝𝕦𝕞 𝕞𝕖𝕞𝕓𝕒𝕔𝕒, 𝕚𝕟𝕚 𝕒𝕕𝕒𝕝𝕒𝕙 𝕓𝕦𝕜𝕦 𝕜𝕖𝕕𝕦𝕒 𝕕𝕒𝕣𝕚 𝕂𝕟𝕖𝕖𝕝 𝔹𝕖𝕗𝕠𝕣𝕖 𝕋𝕙𝕖 ℂ𝕣𝕠𝕨𝕟. 𝕁𝕚𝕜𝕒 𝕥𝕖𝕣𝕥𝕒𝕣𝕚𝕜 𝕕𝕖𝕟𝕘𝕒𝕟 𝕔𝕖𝕣𝕚𝕥𝕒𝕟𝕪𝕒 𝕓𝕚𝕤𝕒 𝕓𝕒𝕔𝕒 𝕓𝕦𝕜𝕦 𝕡𝕖𝕣𝕥𝕒𝕞𝕒 𝕕𝕦𝕝𝕦 ⋆˚🐾˖°




✦•┈๑⋅⋯ ⋯⋅๑┈•✦

5 tahun setelah Wilhelmia memenangkan perang dengan Grissham.

Adam melepas mantelnya di sofa yang hendak didudukinya. Awal Januari terasa sangat dingin. Salju di Wilhelmia tidak banyak, mereka masih bisa menginjakkan kaki di rerumputan hijau.

"Weithia, apakah kau ingat saat pertama kali aku bertemu denganmu? Aku sedang duduk di bawah pohon itu." Ucap Adam dengan suara lembutnya. Sambil menunjuk ke kejauhan. Di sebelah kiri mereka terbentang padang hijau yang luas. Tempat mereka biasa menunggang kuda. Rambut pirang Adam tersapu lembut oleh angin. Bibirnya tersenyum saat ditatap oleh pemuda di sampingnya. Tatapan mereka bertemu dan keduanya tertawa pelan.

"Kau sedikit lebih pendek waktu itu." Ucap Weithia sambil mengusap-usap tangannya untuk menghangatkannya sedikit.

Adam tertawa mendengar ejekan Weithia. "Kau tidak berubah, masih menyebalkan seperti biasa." Weithia perlahan menyentuh tangan Adam, mengangkatnya dan menciumnya. Keduanya terdiam dalam lamunan.

Adam mengingatnya. Begitu juga Weithia.

Sangat jelas. Segala sesuatu yang terjadi musim panas itu.

"Setelah waktu berlalu, hari demi hari, tahun demi tahun. Maukah kau tetap di sisiku?" Adam menarik tangannya perlahan. Suaranya lemah. Ia menatap iris abu-abu itu tanpa ragu. Weithia mengangguk yakin, "Aku janji."

Adam merasa puas dengan jawaban itu.

"Kau tahu, paviliun ini dulunya adalah tempat favorit orang tuaku. Mereka duduk dan mengobrol seperti kami sepanjang sore. Seperti kami berdua." Adam menyeruput teh kamomil yang mengepul karena udara dingin.

Pandangannya tak lepas dari sang Ksatria. Wajahnya tampak sedikit keriput.

"Dulu aku sering bermain air di tepi danau itu. Airnya sangat jernih dan dingin."

Weithia melihat sekeliling danau yang mengelilingi paviliun putih yang anggun ini. "Apakah bunga teratai itu seindah sekarang?" Ada beberapa bunga teratai putih yang masih mekar. Namun rasanya bunga-bunga itu perlahan layu dan membeku.

"Ya, dulu jumlahnya lebih banyak, hampir menutupi seluruh permukaan danau. Banyak ikan kecil berenang di antara mereka." Adam mendesah. "Semua kenangan itu sudah lama sekali. Aku hampir melupakannya jika tidak menceritakannya padamu." Weithia melirik Adam yang tampak menikmati sore harinya dengan damai, "Kalau begitu ceritakan semua tentangmu, Yang Mulia. Aku kekasihmu, tetapi aku tidak tahu banyak tentangmu." Weithia menjelaskan dengan kesan membujuk. "Lama-lama Weithia, bersabarlah. Aku tidak bisa menceritakan semuanya tentangku sekaligus, kan? Itu tidak akan mengesankan." "Tapi terkadang kau tampak begitu tertutup, bahkan padaku." Adam berdiri dan mendekati Weithia, tangannya menyisir rambutnya ke belakang. Ia menjawab dengan ekspresi sedikit malu dan gugup. "Kalau begitu tanyakan apa pun yang kau inginkan, Weithia. Aku akan memberimu jawabannya." Weithia mengangguk dan memeluk pinggang Adam. Rambut sang Ksatria berbau seperti jeruk dan vanila. Adam duduk di samping Weithia yang kembali mengajukan beberapa pertanyaan lucu. Adam menjawab mereka dengan santai, menghabiskan waktu bersama Weithia hanya akan mengangkat suasana hatinya dan membuatnya tidak terlalu stres. Adam tidak bisa memahami dualitas pria di sampingnya.

KNEEL BEFORE THE CROWN BOOK 2 : ATONEMENT (BL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang