Malu Untuk Tawa

37 6 10
                                    

"Gue bilang juga apa, istirahat bego, lemes gini yang repot siapa?" Luna mendengus, sungguh Winda yang cerewet seperti ini menyebalkan.

"Kan gue gak mau ninggalin tanggung jawab gitu aja, baru juga kerja ya kali udah ngambil jatah libur"

"Nyenyenye, bilang aja mau ketemu Pak Yudha"

"Nah tuh lu tau"

"Si anjing emang" Luna hanya tertawa mendengar umpatan sahabatnya itu.

Mereka berdua sedang berada diperjalanan pulang menuju rumah Luna. Sebenarnya ini masih terlalu pagi untuk mereka pulang, tapi mau bagaimana lagi? Tiba-tiba saja Luna hampir pingsan saat baru memasuki gedung kantor mereka. Beruntung atasannya yang baru saja datang itu melihatnya dan langsung memberi izin kepada Winda untuk mengantar Luna pulang. Sepanjang perjalanan Winda tidak hentinya mengoceh membuat Luna hanya mencibir. Ayolah, Winda jika sudah seperti ini hanya membuatnya semakin pusing.

"Tapi ya Win, Pak Yudha ganteng banget tadi pas ngasih izin, mana tadi pas bantu mapah gue ke mobil tuh lembut banget sikapnya, bisa gila gue" ujarnya sumringah.

Winda hanya menghela nafas, sudah terlalu lelah dengan kelakuan sahabatnya itu. Dimana perempuan yang hampir pingsan tadi? Winda tidak tau, biarkan saja. Sampai didepan rumah Luna, dengan segera ia kembali membantu Luna untuk turun dan masuk ke rumah. Bertepatan dengan itu, mama baru saja keluar dari rumah. Sepertinya akan pergi keluar.

"Loh? Kakak kenapa?" tanya mama, khawatir saat melihat wajah anaknya yang begitu pucat.

"Maaf ya ma, ini anaknya tadi hampir tumbang di kantor, jadi Winda anter pulang lagi" sahut Winda mendahului Luna. Ia cukup mengerti, jika Luna pasti akan menjawab dengan tidak sesuai.

"Astagfirullah, kok malah maksa kerja sih kak? Winda, mama boleh sekalian minta tolong buat bantu Luna ke kamarnya? Mama mau siapin obat sama air hangat" Winda hanya mengangguk dan tersenyum. Setelahnya ia kembali membantu Luna untuk naik ke atas. 

Sungguh, sejak tadi Winda dapat merasakan tubuh Luna yang sangat panas, membuatnya bertanya-tanya, seberapa tinggi demam gadis ini? Luna itu jarang sekali demam setinggi ini. Apalagi sampai hampir pingsan seperti tadi, tidak pernah sekali pun ia melihat Luna sampai seperti itu. Wajar jika melihat keadaannya seperti ini, Winda pun menjadi khawatir luar biasa. Namun yang dikhawatirkan malah tersenyum tidak jelas sejak tadi. Ia jadi berfikit, apa demam Luna kali ini mempengaruhi kerja otaknya?

"Istirahat, gak usah dikerjain dulu kerjaannya, entar gue yang selesain setengahnya" ujar Winda mengundang senyum sumringah dari Luna.

"Uuuuu so sweet banget sih Win, gue terharu nih, sini peluk cium dulu" baru saja hendak bangun, tangan Winda sudah menahan kening Luna untuk tetap berbaring dan menatap horor dirinya.

"Demam lu udah nyampe ganggu psikis ya?!" Luna hanya tertawa setelahnya. Winda yang panik membuatnya terhibur. 

"Dah ah, bisa ketularan gilanya gue lama-lama disini, gue berangkat" ujar Winda beranjak untuk keluar, sudah terlalu lelah meladeni Luna yang sedang sakit seperti ini.

"Hati-hati dijalan ya sayangku, salam buat Pak Yudha"

"Enyah lo!" Luna kembali tertawa. Sungguh, membuat Winda dongkol adalah healing terbaik untuknya.

***

Terhitung sudah dua hari sejak Winda mengantarnya pulang, ia tidak pergi bekerja. Winda benar-benar menepati ucapannya yang mengatakan jika ia akan menyelesaikan setengah tugasnya. Gadis itu bahkan sampai lembur hanya untuk menyelesaikan bagiannya. Ah, ia jadi semakin menyayangi temannya satu itu. Saat sembuh nanti, Luna akan traktir Winda apapun yang gadis itu mau. Ia berjanji.

PRAJAYA SQUADTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang